Bangladesh, India, dan Nepal adalah tiga negara di Asia Selatan yang memiliki peraturan minimum usia menikah yaitu 21 tahun untuk anak laki-laki dan 18 tahun untuk anak perempuan.Bangladesh menerapkan sebuah program yang disebut “Girl Power Programme” dengan tujuan utamanya adalah memberikan pemberdayaan kepada anak perempuan dan wanita muda.
Program ini mengadakan berbagai aktivitas untuk meningkatkan keterampilan hidup dan kemampuan pertahanan diri anak perempuan dan wanita muda. Program ini mengadakan workshop bersama dengan pemerintah untuk menyepakati:
- berbagi informasi antar lembaga di pemerintahan terutama yang berhubungan dengan pencatatan pernikahan sehingga semua stakeholders di pemerintah mendapatkan informasi mengenai pernikahan usia anak;
- mencegah pemalsuan pernikahan dengan membagikan daftar pencatatan pernikahan dan memberikan pasangan kartu identitas yang menunjukkan bahwa pernikahannya sudah dicatat;
- akses ke sisten pengaduan; dan
- peningkatan kesadaran di tingkat pemerintah daerah mengenai desa tanpa pernikahan usia anak (child marriage free vilages).
Program yang dilakukan tersebut berhasil meningkatkan kepercayaan diri anak perempuan dan wanita muda untuk mengatakan tidak pada aktivitas seksual; dan meningkatkan jumlah desa yang menyatakan bebas dari praktek pernikahan usia anak (UNFPA 2016). Sementara itu, upaya pencegahan pernikahan usia anak di India dilakukan melalui penerapan beberapa program(UNFPA 2016):
- Adolescent Girls and Gender Empowerment program yang bertujuan untuk menyediakan pendidikan keterampilan hidup (termasuk kemampuan dalam hal keuangan dan berwirausaha).Selain itu, anak juga dibekali dengan pengetahuan mengenai kesehatan dan isu gender. Pada program ini, anak dibagi ke dalam beberapa kelompok dan diberikan pelatihan dalam 40 kali pertemuan. Sejak program berjalan dari tahun 2008-2011, program ini berhasil mencegah sekitar 280 anak dari 70.000 anak yang terlibat dalam program untuk melakukan pernikahan pada usia anak.
- PRACHAR and JAGRITI adalah program pelatihan kesehatan reproduksi yang diberikan kepada anak laki-laki dan anak perempuan. Dalam pelatihan tersebut diberikan beberapa materi seperti keuntungan ekonomi dari menunda pernikahan, pengetahuan mengenai persalinan, cara menghadapi tekanan masayarakat, pelecehan seksual, dan materi-materi mengenai peran gender juga menjadi bagian dalam program pelatihan kesehatan reproduksi. Program ini berhasil meningkatkan 2 tahun usia menikah dan 1,5 tahun kehamilan pertama pada perempuan. Selain itu, anak laki-laki yang mengikuti program memiliki keinginan yang rendah untuk menikah muda; dan anak perempuan lebih berani mengungkapkan pendapatnya kepada orang tua terkait usia pernikahan.
Selain Bangladesh dan India, beberapa upaya pencegahan pernikahan usia anak juga dilakukan di Nepal melalui penerapan beberapa program (UNFPA 2016):
- Choose Your Future adalah program yang bertujuan untuk memberikan pendidikan keterampilan hidup, pengetahuan mengenai kesehatan repsoduksi, dan peningkatan kesadaran pernikahan usia anak pada anak perempuan. Program ini berhasil meningkatkan kepercayaan diri anak dalam membuat keputusan mengenai hidupnya; dan meningkatkan pemahaman anak menganai praktek pernikahan usia anak.
- Chunauti adalah sebuah multi-dimensional community-based programme yang bertujuan untuk mencegah pernikahan usia anak dengan cara mengubah norma sosial yang ada di masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang ada dalam program meliputi peningkatan kesadaran masyarakat, peer educators, pembentukan komite pencegahan pernikahan usia anak (dengan anggota dari masyarakat), beasiswa untuk anak perempuan, street drama, dengar pendapat melalui media, dan kerja sama dengan pihak swasta agar tidak menyediakan layanan pernikahan untuk pernikahan usia anak. Program ini berhasil meningkatkan pengetahuan mengenai usia yang sah untuk menikah, dan risiko pernikahan usia anak pada anak perempuan.
Sementara itu, di Indonesia, salah satu program yang telah dicanangkan secara nasional dalam mencegah terjadinya pernikahan usia anak adalah melalui Program GenRe (Generasi Berencana). Program GenRe merupakan suatu program untuk memfasilitasi terwujudnyaTegar Remaja, yaitu remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari risiko TriadKRR (pergaulan bebas/free sex, HIV/AIDS, dan penyalahgunaan napza), menunda usia pernikahan, mempunyai perencanaan kehidupanberkeluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera sertamenjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman sebayanya.
Salah satu upaya yang ditempuh adalah penyelenggaraan program yang dikenal sebagai Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP). PUP adalah upaya untuk meningkatkan usia perkawinan pada perkawinan pertama hingga usia 20 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Tujuan program ini adalah memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar di dalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga; kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, dan ekonomi; serta menentukan jarak dan jumlah kelahiran.
Dalam publikasi Maholtra, et. al. (2011), ICRW telah melakukan evaluasi psds 23 program yang terkait dengan permasalahan pernikahan pada usia anak di berbagai negara di Benua Asia dan Afrika selama kurun waktu 1991 hingga 2010. Keduapuluhtiga program tersebut dapat dievaluasi karena memiliki dokumen yang lengkap. Dalam evaluasi tersebut ditemukan berbagai karakteristik program untuk mengakhiri pernikahan pada usia anak yang telah dilakukan di berbagai negara.
Dalam publikasi tersebut diungkapkan bahwa hanya lima dari 23 program tersebut yang menjadikan program untuk mengakhiri pernikahan pada usia anak sebagai tujuan utama. Sementara itu, sebelas dari 23 program menjadikan program untuk mengakhiri pernikahan pada usia anak sebagai salah satu tujuan diantara tujuan lainnya. Sisanya, tujuh dari 23 program, menjadikan program untuk mengakhiri pernikahan pada usia anak sebagai tujuan tidak langsung melalui program pendidikan, infrastruktur, dan bantuan keuangan.
Pada program dengan pernikahan anak sebagai tujuan utama sering memiliki advokasi yang kuat dan/atau fokus berbasis masyarakat/komunitas. Fokus dari program-program kategori ini berkisar dari advokasi nasional dan upaya legislatif untuk lebih terkonsentrasi di tingkat regional, dan juga program yang intensif dan berkualitas tinggi dengan kehendak lokal dan kapasitas bersama yang kuat dengan mitra internasional. Dua diantara program dalam kategori ini adalah Berhane Hewan Program di Amhara, Ethiopia dan Maharashtra Life Skills Program di India.
Sementara itu, sebagian besar program (sebelas dari 23 program), penundaan usia perkawinan merupakan salah satu dari tujuan program yang terikat dengan tujuan-tujuan yang lebih luas, seperti pendidikan, kesehatan reproduksi, strategi nafkah, pemberdayaan masyarakat, dan juga kesetaraan dan keadilan gender. Berdasarkan evaluasi tersebut, selanjutnya Maholtra, et. al. (2011) mengidentifikasi strategi program yang telah dilaksanakan dan mengelompokkan ke dalam 5 (lima) strategi. Kelima startegi tersebut adalah :
1. Memberdayakan anak perempuan dengan informasi, keterampilan dan jaringan yang mendukung.
Program-program dengan konsentrasi utama pada anak perempuan, melalui mengembangkan keterampilan, berbagi informasi, menciptakan ruang yang aman untuk anak perempuan, dan mengembangkan jejaring yang mendukung. Alasan utama adalah membekali gadis-gadis muda untuk lebih mengenal dirinya, dunia mereka dan pilihan mereka, dan untuk mengakhiri isolasi sosial dan ekonomi mereka. Gadis-gadis dengan modal manusia dan sosial yang lebih akan bercita-cita untuk pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik sebagai alternatif pernikahan. Adapun upaya yang dilakukan antara lain:
- Pelatihan kecakapan hidup untuk anak perempuan
- Pelatihan keterampilan ekonomi dan strategi nafkahuntuk anak perempuan
- Pelatihan kesehatan reproduksi; kampanye KIE dengan berbagai platform untuk anak perempuan
- Pelatihan kelompok-kelompok pendukung
- Pembentukan forum untuk anak-anak perempuan bisa saling berbagi informasi
2. Mendidik dan menggerakkan orang tua dan anggota komunitas
Strategi ini bertujuan untuk untuk mengubah norma-norma sosial sehingga keluarga dan komunitas bersedia dan siap untuk mengubah kebiasaan pernikahan dini. Alasan utama pengembangan strategi ini adalah menciptakan lingkungan yang mendukung untuk para anak perempuan mengingat keluarga dan pemimpin komunitas adalah salah satu faktor yang menentukan keputusan menikah pada anak perempuan. Adapun program yang di lakukan :
- Pertemuan one-on-one dengan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama untuk memperoleh dukungan terhadap upaya penurunan pernikahan usia anak
- Pendidikan bagi keluarga dan komunitas tentang dampak pernikahan usia anak dan alternatif yang dapat dilakukan untuk mencegah pernikahan usia anak
- Peningkatan keterlibatan keluarga dan komunitas dalam pendidikan kecakapan hidup, kesehatan reproduksi, dan pendidikan seks anak
- Kampanye KIE dengan berbagai platform dan kampanye publik untuk keluarga dan komunitas tentang pernikahan usia anak
3. Mendorong aksesibiltas dan kualitas pendidikan untuk anak perempuan
Sekolah merupakan alternatif yang dapat diterima secara sosial. Kehadiran sekolah membantu untuk menggeser norma-norma tentang pernikahan dini. Anak perempuan yang lulus pendidikan menengah, enam kali lebih rendah beresiko untuk menikah dibanding anak perempuan yang tidak punya pendidikan yang cukup. Oleh karenanya, menyekolahkan anak perempuan akan melindungi anak perempuan dari pernikahan, prosesnya mencakup:
- Persiapan, pelatihan, dan dukungan untuk anak perempuan yang akan masuk sekolah atau mengulang sekolah
- Pengembangan kurikulum sekolah dan pelatihan guru untuk menyampaikan materi tentang kecakapan hidup, pendidikan seks, kesehatan reproduksi, HIV/AIDS, dan sensitivitas gender
- Pembangunan sekolah, penyediaan fasilitas yang aman untuk anak perempuan, pengangkatan guru-guru perempuan
- Penyediaan bantuan/insentif sehingga anak perempuan bertahan di sekolah
4. Menawarkan dukungan ekonomi dan insentif bagi anak perempuan dan keluarganya
Strategi ini dapat ditempuh melalui bantuan tunai langsung kepada keluarga dengan anak perempuan sehingga dapat meningkatkan rasa aman dan mengurangi tekanan ekonomi dan sosial untuk menikahkananak perempuannya. Alasan di belakang strategi ini adalah bahwa peluang ekonomi yang langsung akan memberikan alternatif yang dapat diterima keluarga untuk mencegah terjadinya pernikahan pada usia anak. Program kegiatan yang dilakukan antara lain:
- Pelatihan keuangan mikro dan pelatihan terkait yang mendukung peningkatan pendapatan keluarga
- Bantuan tunai maupun nontunai, subsidi, pinjaman dan beasiswa untuk keluarga atau anak perempuan
5. Mengembangkan kerangka hukum dan kebijakan yang kondusif
Pengembangan kerangka hukum dan kebijakan yang kondusif yang dikombinasikan dengan beragam advokasi di tingkat komunitas. Pengembangan kerangka hukum dan kebijakan mempunyai tantangan untuk dapat mengakomodir semua kepentingan. Meskipun begitu, kerangka hukum dan kebijakan yang kondusif tetap diperlukan. Programnya :
- Reformasi kerangka hukum dan kebijakan tentang usia pernikahan
- Advokasi antara anggota masyarakat dan pejabat pemerintah untuk kebijakan-kebijakan baru dan penegakan hukum kebijakan yang ada; khususnya tentang konsekuensi negatif dari pernikahan anak
Belum ada tanggapan untuk "Pengalaman Keberhasilan Program dan Strategi Pencegahan Pernikahan Usia Anak di Berbagai Negara "
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung