Desain eksploratif dapat juga disebut dengan penelitian formulatif. Tekanan utama desain eksploratif adalah untuk menemukan ide (gagasan) atau pandangan baru tentang suatu gejala (fenomena) tertentu secara lebih mendalam.
Selanjutnya, dapat merumuskan masalah penelitian agar lebih tepat dan hipotesis dapat diuji ke penelitian tahap berikutnya. Apabila tujuan riset eksploratif tercermin dalam perumusan masalah penelitian komunikasi, kemudian peneliti harus membuat research design. Research design merupakan suatu pengaturan (arrangement) dari pada syarat-syarat untuk mengontrol pengumpulan data di dalam suatu riset sedemikian rupa dengan tujuan untuk mengkombinir segala informasi yang relevan (ada hubungan) sesuai dengan tujuan riset.
Cara pengumpulan itu harus seefisien mungkin artinya dengan biaya yang rendah, tenaga sedikit serta waktu relatif pendek tetapi bisa memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Dalam arti luas research design diartikan seluruh proses perencanaan dan pelaksanaan suatu riset, dalam arti sempit dan khusus berarti prosedur pengumpulan dan analisa data, maksudnya penguraian tentang metode pengumpulan dan analisa data.
Jenis atau macam desain penelitian antara satu ahli dengan ahli lainnya berbeda-beda, karena masing-masing ahli mengelompokkan jenis desain penelitian sesuai dengan kondisi dari ilmuwan sendiri. Misalnya Mcgrath (1970) membagi desain penelitian menjadi lima, yaitu: 1) percobaan dengan kontrol; 2) studi; 3) survei; 4) investigasi; dan 5) penelitian tindakan. Lain halnya dengan Shah (1972 : 6-20) yang mencoba membagi desain penelitian menjadi enam jenis, yaitu: 1) desain untuk penelitian yang ada kontrol; 2) desain untuk studi deskriptif dan analitis; 3) desain untuk studi lapangan; 4) desain untuk studi dengan dimensi waktu; 5) desain untuk studi evaluatif dan nonevaluatif; dan 6) desain dengan menggunakan data primer atau sumber data sekunder.
Ahli lainnya, Selltiz, et.al., (1964) membagi desain penelitian atas tiga, yaitu: 1) desain untuk studi eksploratif dan formulatif; 2) desain untuk studi deskriptif; dan 3) desain untuk studi menguji hipotesis kausal. Pandangan Selltiz senada dengan Malhotra (1993; Umar, 2002 : 37) yang juga membagi desain penelitian tiga jenis, yaitu 1) desain eksploratif; 2) desain deskriptif; dan 3) desain kausal. Sehubungan dengan tiga macam tujuan riset, yaitu untuk mengetahui, mendeskripsikan, mengukur, atau kombinasi ketiganya, maka desain riset pun seharusnya disesuaikan dengan tujuantujuan riset tersebut. Jika dilihat dari sisi kesimpulan risetnya, desain eksploratif disebut nonconclusive atau tidak memiliki kesimpulan hasil riset, sedangkan desain deskriptif dan kausal disebut conclusive atau memiliki kesimpulan riset.
Perencanaan riset (research design) akan berbeda-beda sesuai dengan maksud dan tujuan riset itu sendiri. Jika dalam melakukan pengumpulan data lapangan (field) periset (researchers) tanpa suatu perencanaan yang baik, maka akan dirasakan kekurangan-kekurangan di dalam riset itu secara keseluruhan, sehingga hasil akhir tidak dapat memuaskan peneliti itu sendiri maupun pihak users. Misal, tidak bisa membuat inference atau konklusi-konklusi yang kuat mengenai populasi (universe) dari mana sampel yang sedang diteliti itu berasal. Populasi itu misal seluruh generasi milenial yang ada di satu kepulauan terpencil dalam satu kabupaten tertentu, dan lain sebagainya.
Beberapa kegunaan riset eksploratif (penjajakan) adalah untuk mengetahui apakah permasalahan yang akan di riset dianggap masih relatif baru atau belum jelas, untuk mengetahui apakah ada variabel-variabel penting yang mungkin belum diketahui atau belum terdefinisi dengan baik, untuk mengetahui apakah riset yang akan dilakukan adalah layak, atau apakah periset mampu untuk melakukan riset yang demikian atau sebaliknya. Riset dengan desain eksploratif tidak sampai pada penyimpulan hasil karena tujuan risetnya cenderung hanya menjawab mengenai what-nya.
Contoh: 1
Ada tiga dosen dicalonkan untuk menjabat Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri. Proses pemilihannya dilakukan dengan pengambilan suara dari seluruh dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi tersebut. Dosen A berpengalaman, pendidikan S3 Ilmu Komunikasi, program kerja baik, dan memiliki skill kepemimpinan. Dosen B pendatang baru yang juga berpendidikan S3 Ilmu Komunikasi, berpengalaman, dan memiliki program kerja baik. Dosen C Pendidikan S3 Ilmu Komunikasi, biasa-biasa saja. Di atas kertas, dosen A yang diunggulkan untuk dipilih. Kenyataannya, dosen yang dipilih menjadi Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri tersebut adalah C. Banyak pengamat yang heran atas pilihan ini. Lalu, seorang pengamat melakukan riset tipe eksploratif untuk mengetahui sebab-sebabnya mengapa dosen C yang dipilih. Untuk melakukan riset tersebut, si pengamat melakukan eksplorasi. Hasil Eksplorasi tidak akan dipakai untuk pengambilan kesimpulan, tetapi sekedar mencari fakta sebagai masukan dalam rangka memahami mengapa dosen C yang dipilih.
Contoh: 2
Kehadiran media baru, seperti internet, jika peneliti seandainya tak memiliki kerangka teoritis atau konsep yang bisa membantu menjelaskan, sebaiknya peneliti menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan eksploratif. Misal, survei media sosial di suatu desa pada tahap awal dikenal masyarakat, pertanyaan eksploratif yang dapat dikembangkan, misalnya Apakah Saudara menggunakan facebook? Berapa akun facebook yang digunakan? Berapa lama Saudara online? Apakah penggunaan facebook mempengaruhi aktivitas Anda yang lain? Apakah yang Saudara rasakan dengan menggunakan facebook? Banyak pertanyaan terbuka yang bisa dikembangkan tanpa mendasarkan pada satu konsep teoritis sebagai pedoman penyusunan instrumen pengukuran.
Contoh: 3
Misalnya, dalam dunia politik (kajian komunikasi politik), ada tiga pasang tokoh dicalonkan dalam Pilkada untuk menjabat Bupati di satu kabupaten. Proses pemilihan Pilkada, seperti biasanya secara langsung oleh rakyat di kabupaten tersebut. Pasangan pertama merupakan tokoh birokrat dan parpol. Keduanya berpengalaman, memiliki program kerja yang baik, dan memiliki skill kepemimpinan. Pasangan kedua pendatang baru dari dua tokoh parpol dengan track record berpengalaman di parpol dan juga memiliki program kerja yang baik. Pasangan ketiga, tokoh masyarakat calon independen. Mereka berdua orang biasa-biasa saja, belum punya pengalaman di pemerintahan, tetapi mempunyai pergaulan luas dan dikenal masyarakat.
Berdasarkan data dan informasi yang ada, di atas kertas, pasangan pertama merupakan tokoh birokrat dan parpol tentu diunggulkan untuk dipilih. Setelah pilkada dilaksanakan, ternyata yang menang pasangan ketiga. Hal ini menjadi perhatian peneliti atau pengamat untuk melakukan penelitian guna mengetahui penyebab menangnya pasangan ketiga. Untuk melakukan penelitian tersebut, peneliti melakukan eksplorasi. (Ardial; 2013 : 128-130)
Paling penting penelitian tipe eksploratif dikembangkan pertanyaan terbuka (open-ended Questions) yang akan merangsang munculnya jawaban terbuka. Responden tidak diarahkan atau dikondisikan untuk menjawab atau memilih statement yang telah disediakan oleh peneliti (pertanyaan terstruktur). Peneliti tidak mengetahui secara jelas jawaban apa yang akan muncul.
Belum ada tanggapan untuk "Research Desain Eksploratif Komunikasi"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung