Dalam tradisi positivistik, masalah prosedur sampling berfungsi sangat vital karena di sinilah letak baik buruknya kualitas suatu penelitian kuantitatif. Sebaik-baiknya kualitas suatu penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang berorientasi menghasilkan sebuah generalisasi.
Generalisasi yaitu kemampuan memberlakukan hasil penelitian dari suatu sampel yang diambil secara prosedural ilmiah atas suatu populasi tertentu terhadap populasi dimaksud. Sementara seburuk-buruknya suatu penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang secara tanpa sadar tidak berorientasi menghasilkan suatu generalisasi empirik, akan tetapi keberlakuan kesimpulan hasil penelitiannya itu hanya berlaku pada sebatas sampel yang diambil dari suatu populasi tertentu. Itulah sebenarnya hakikat dari suatu pelaksanaan penelitian pendekatan kuantitatif.
Dengan kesadaran ini, tentunya menjadi modal dasar bagi para peneliti agar senantiasa berupaya menghasilkan penelitian kuantitatif yang generalitatif. Apalagi kesadaran tadi didukung pula dengan kesadaran akan mahalnya biaya pelaksanaan penelitian kuantitatif, tentunya hal ini harus menjadi sesuatu yang mengganggu fikiran dan harus diatasi peneliti agar penelitiannya yang berbiaya mahal itu tidak terjadi secara “percuma”.
Langkah-langkah prosedural yang harus dilewati peneliti sendiri dalam rangka upayanya mencapai suatu penelitian kuantitatif yang generalitatif yakni menyangkut banyak hal, akan tetapi diantaranya ada beberapa diantaranya yang sangat vital harus diketahui peneliti, yaitu seperti type populasi, ukuran populasi, sampling size dan sebaran/distribusi sampel. Sejumlah topik ini selanjutnya akan dibahas penulis secara tuntas pada bagian-bagian berikut ini, sebagai berikut:
1. Type populasi
Type populasi sebenarnya mengacu pada sifat dari populasi itu. Akan tetapi pengetahuan mengenai hal ini sering kali dilupakan para peneliti, sehingga akhirnya ketika dalam proses penelitian, yaitu dalam tahap proses sampling, prosesnya menjadi keliru dan akhirnya sampling yang didapat diperoleh dengan cara yang keliru. Dengan begitu, maka pada akhirnya dalam distribusinya pada populasi - sampel tidak tersebar dengan normal.
Dalam konteks ini, maka ini berakibat pada masalah penggunaan type statistik yang akan digunakan dalam menganalisis data penelitian. Tolok ukur pengaplikasian type statistik sendiri, padahal mengacu pada soal normal tidaknya sebaran data tadi. Jika dalam distribusinya bersebar secara normal, maka type statistik yang digunakan adalah inferensial dan jika tidak normal maka typenya adalah deskriptif. Type statistik inferensial, sesuai dengan namanya yang berarti to infern-atau memasukkan dari sampel ke populasi, maka hasil penelitiannya diorientasikan pada penghasilan suatu generasilasi.
Sementara jika typenya deskriptif sehubungan sebaran datanya tidak normal dalam distribusinya pada populasi, maka hasil penelitiannya pun tidak bisa menghasilkan generalisasi, akan tetapi hanya berlaku pada sampel itu sendiri. Idealnya, para peneliti tentu tidak menginginkan terjadinya hal tersebut. Dalam konteks upaya menghindarkan terjadinya hal itu tadi, secara metodologis kiranya ada beberapa hal paling penting yang sekiranya perlu diketahui peneliti. Hal penting dimaksud yaitu menyangkut type populasi. Pengetahuan mengenai type populasi ini dalam realita masih sering ditemukan kurang dipahami dengan benar oleh kalangan peneliti. Indikasi itu tampak dari tulisan-tulisan mereka ketika menyajikan artikel ilmiah ataupun dalam membuat laporan penelitian.
Indikasinya sendiri berupa tiadanya pemilahan yang tegas antara populasi area dan populasi target (sasaran-responden). Akibat ketidaktegasan ini yaitu berupa pelencengan dalam penentuan jumlah sampel area, dan dalam praktiknya akhirnya biasanya dilakukan secara purposive. Suatu metode yang tentunya bukan menjadi tabiat dari penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang bersifat scanning. Metode yang demikian biasanya akrab dengan penelitian pada pendekatan kualitatif yang memang sifatnya unscanning. Praktik yang demikian sangat sering dijumpai dalam praktiknya, terutama dalam praktik penelitian-penelitian “plat merah”.
Populasi area sendiri dimaksudkan merujuk pada area atau lokasi penelitian. Populasi area itu sendiri bisa relatif, tergantung sifatnya yang kita maksudkan dalam penelitian yang akan kita laksanakan. Sebagai contoh, jika kita maksudkan dalam penelitian adalah organisasi humas di Jakarta, maka hal ini harus dilakukan dengan poses sampling yang berprosedur tegas agar terhindar dari bias.
Jika tidak dilakukan, maka tidak mungkin penelitian humas tadi bisa dilakukan sang peneliti, itu sesuatu yang imposible dan karenanya harus ada proses sampling supaya visible. Langkah-langkahnya adalah pertama menentukan populasi area-nya. Dalam penentuan ini maka ini tergantung pada kesiapan peneliti dalam pelaksanaan penelitiannya. Kesiapan ini biasanya berkaitan dengan biaya, waktu dan tenaga.
Dalam kasus ini, kita contohkan sajalah peneliti kesiapannya misalnya biasa-biasa saja. Karena itu dalam penentuan area sampling, yang sesuai dengan kualitas kesiapannnya tadi yaitu dengan menentukan salah satu wilayah pemerintahan kota Jakarta. Agar sesuai prosedural metode dalam penentuannya, maka dalam kasus ini caranya yang relatif pas adalah dengan menerapkan metode stratified simple random sampling.
Dalam praktiknya, maka yang harus dilakukan peneliti pertama kali adalah menginventarisir wilayah pemerintahan yang ada di DKI Jakarta. Setelah itu menentukan salah satu wilayah pemerintahan kota di DKI pada layer 1 dengan cara mengundinya secara simple random samling. Hasil pengundiannya, hasilnya misalnya yang ke luar adalah wilayah pemerintahan kota Jakarta Pusat. Dengan demikian dalam penelitian ini sampel area dari populasi areanya adalah wilayah pemerintahan kota Jakarta Pusat. Selanjutnya adalah proses sampling area pada tahap dua (layer 2), yaitu pada level pemerintahan kecamatan di bahwa Pemkot Jakarta Pusat tadi. Dengan cara yang relatif sama, maka ditentukan sejumlah kecamatan yang ada di wilayah kota Jakarta Pusat. Lalu tentukan jumlah kecamatan sampel yang akan ditetapkan sebagai sampel area. Katakanlah misalnya dua kecamatan. Dengan cara teknik simple random sampling, misalnya yang ke luar adalah Kecamatan Pegangsaan dan Kecamatan Kemayoran. Dengan begitu, maka pada layer dua ini sampel areanya adalah Kecamatan Pegangsaan dan Kecamatan Kemayoran.
Selanjutnya adalah menentukan batas area sampel dalam penelitian. Apakah batasnya hanya sebatas tingkat kecamatan atau lebih diturunkan lagi ke tingkat kelurahan hingga RW. Yang penting dalam proses ini adalah ketegasan dalam kaitan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini misalnya dalam kaitannya dengan obyek penelitian kita, yaitu organisasi Humas.
Jika berdasarkan hasil pertimbangan strategik kita efektif hanya sampai tingkat kecamatan, maka proses penentuan sampel area berhenti sampai pada layer 2, tingkat kecamatan. Pertimbangan strategik dimaksud misalnya berdasarkan pertimbangan bahwa organisasi humas eksistensinya berpeluang besar ada pada level kecamatan dan pada level kelurahan peluang eksistensinya relatif kecil, sehingga untuk kepentingan data nantinya bisa menyulitkan proses penelitian.
Baiklah, untuk kepentingan pembahasan lebih lanjut, kita misalkan saja bahwa proses sampling area tadi hanya sampai pada tahap/layer 2 saja. Jadi untuk kasus ini, sesuai prosedur sampling, maka sampel areanya adalah Kecamatan Pegangsaan dan Kecamatan Kemayoran. Setelah mendapatkan sampel area, selanjutnya adalah menemukan jumlah populasi organisasi humas (target 1) dan personil humas (target 2) di area sampel, yaitu di Kecamatan Pegangsaan dan Kecamatan Kemayoran. Pada tahap ini penelitipun harus sadar akan eksistensi pelaksanaan penelitiannya.
Dalam kaitan ini maksudnya peneliti harus sadar betul sebenarnya mau meneliti apa dia dengan persoalan kehumasan. Apakah ingin mempelajari kualifikasi organisasi Humas di DKI atau mau mempelajari SDM Humas dalam kaitannya dengan kualitas personil humas dalam hubungannya dengan pemanfaatan media konvergensi pada pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kehumasan. Hal ini harus jelas agar tidak terjadi kerancuan prosedural. Baiklah, untuk kasus ini, maka dalam kaitan kepentingan pembahasan makalah ini, maka kita tetapkan bahwa keperluannya pada target 2
Sehubungan keperluan penelitian tadi hingga pada target 2, itu berarti peneliti di samping harus menemukan ukuran populasi organisasi humas di masing-masing kecamatan area sampel, maka peneliti juga harus menemukan ukuran populasi personil humas di dua kecamatan tadi. Pendalaman mengenai hal ini akan dilakukan pada sub bab berikut ini.
2. Ukuran Populasi dan Sampling Size
Topik ukuran populasi dengan sampling size dapat dikatakan menjadi dual hal yang kait mengkait. Keterkaitan itu yaitu berupa bahwa ukuran populasi menentukan sampling size dan begitu sebaliknya bahwa sampling size kuantitasnya ditentukan oleh ukuran populasi. Itulah sebabnya, faktor ini sangat signifikan kedudukannya dalam prosedur sampling.
Akan tetapi dalam realitanya, masalah ini kerap terabaikan oleh kalangan peneliti. Akibatnya sang peneliti jadi terjebak dalam “rimba metode” yang pada gilirannya membawa sang peneliti sendiri pada situasi sulit dan rumit. Kesulitan dan kerumitan itu misalnya melalui penggunaan rumus-rumus sampling yang rumit yang padahal semestinya tidak perlu dilakukan peneliti.
Jadi agar peneliti bisa terhindar dari fase yang demikian itu, sebenarnya gampang. Peneliti hanya harus sadar saja tentang bagaimana populasi dalam kaitan kepentingan penelitiannya. Dengan kesadaran ini maka dia akan dengan mudah menemukan dan menentukan teknik sampling yang pas dalam penelitiannya.
Dalam kaitan ini, maka dalam hubungannya dengan contoh sebagaimana telah dibahas dalam topik Type populasi sebelumnya, maka pada tahap ini peneliti tinggal mengkaitkan temuannya tentang populasi dengan metode sampling yang ada dan relevan. Ukuran relevan itu adalah terkait dengan asumsi-asumsi yang ada pada suatu metode.
Dengan kata lain peneliti berdasarkan pengetahuannya mengenai teknik sampling, dia harus bisa mengambil sikap yang benar bahwa jika begini maka harus begini; jika begitu maka harus begini dan seterusnya dan peneliti tidak boleh hanya manut saja dengan teknik sampling ada, akan tetapi dia harus bisa menyesuaikan. Tapi dalam kenyataan banyak dijumpai peneliti yang hanya manut saja sehingga dia terjebak dalam kesulitan. Sang peneliti menerapkan rumus sampling hantu padahal ukuran populasinya sangat jelas. Sang peneliti menerapkan rumus tertentu seperti Taro Yamane atau Slovin, padahal seharusnya tidak perlu.
Hal-hal yang demikian ini seharusnya mesti dihindarkan agar tidak “fatigue”. Demi penghindaran tadi, maka dalam kaitan contoh kasus sebelumnya, maka langkah yang harus dilakukan sang peneliti adalah melanjutkan temuannya menyangkut ukuran populasi dan menghubungkannya dengan metode sampling yang pas.
Misalnya saja temuannya terkait dengan populasi tadi (target 1) yaitu sebanyak 700 organisasi humas (data fiktif) dan populasi target 2 tidak diketahui karena sulit mendapatkan datanya. Pada tahap ini agar efektif sang peneliti harus melakukan proses sampling area pada tahap dua. Kalau pada tahap I sebelumnya area samplingnya berupa wilayah pemerintahan kota, yaitu Pemkot Kecamatan Kemayoran dan Pemkot Kecamatan Pegangsaan, maka pada tahap kedua ini area samplingnya adalah berupa organisasi humas yang ada di dua kecamatan.
Untuk melakukan hal itu maka yang harus dilakukan peneliti adalah Mencari dan menemukan metode sampling yang pas terkait dengan temuan populasi menyangkut jumlah organisasi humas tadi. Mengacu pada terminologi metodologi, maka diketahui bahwa secara teoritis ada teknik sampling yang sederhana dan mudah dalam menemukan ukuran sampel.
Dengan ukuran populasi sebanyak 700 organisasi humas tadi maka itu relevan dengan menggunakan teknik monogram Harry King. Teknik ini berasumsi bahwa sejauh ukuran populasi maksimal sebatas 2000, maka dengan tingkat kepercayaan 0,05, bisa diaplikasikan untuk menemukan sampling size. Mengacu pada monogram Harry King (lihat lampiran Monogram) maka terkait kasus ini dalam hubungannya dengan proses sampling area pada tahap dua, out putnya tinggal menerapkan grafik mogram Harry King saja. Caranya mudah, yaitu dengan menarik garis dari garis ukuran populasi pada sebelah kanan (sesuaikan dengan temuan= 700). Lalu arahkan garis ke salah satu titik digaris kedua dari kanan (tingkat kesalahan yang diinginkan= untuk kasus ini misalnya 0,05 %) dan teruskan pada garis ketiga (paling kiri), yaitu garis prosentase populasi yang diambil sebagai sampel. Jika diamati maka hasilnya adalah bahwa garis berujung pada titik 29. Itu artinya bahwa sampel area kita sebesar 29 % dari populasi. Artinya bahwa dari populasi organisasi humas yang ada di dua kecamatan tadi, kita hanya utuh 29 % saja untuk keperluan penelitian. Atau hanya sebanyak 29/100 x 700 = 203.
Langkah selanjutnya dalam melaksanakan langkah-langkah prosedural adalah bahwa sang peneliti harus mengetahui struktur organisasi humas tadi dalam sampel area-nya. Ini berarti kita harus mengetahui komposisi jumlah organisasi humas di Kecamatan Kemayoran dan di Kecamatan Pegangsaan. Secara fiktif katakanlah jumlah itu masing-masing terdiri dari :
Kecamatan Kemayoran = 270 organisasi
Humas -Kecamatan Pegangsaan = 430 organisasi Humas dibagi 700 organisasi Humas
3. Distribusi Sampel
Persoalan distribusi sampel juga menjadi bagian sangat penting dalam proses sampling. Hal ini karena terkait dengan prinsip sampel itu sendiri. Prinsip sampel yang harus disadari adalah bahwa sampel itu harus mengikuti bentuk populasinya. Jika bentuk populasi berupa lingkaran, maka sampel yang harus diambil itu harus berupa lingkaran juga.
Jadi dapat dianalogikan dengan gedung juga. Kita tentu sering melihat planning suatu gedung yang disertai sebuah maket. Itu artinya bahwa maket dengan skala tertentu menjadi miniatur dari sebuah gedung yang akan jadi nantinya. Jadi intinya bahwa sampel itu harus mencerminkan bentuk populasinya. Kalau bentuk populasi kubus maka sampel yang diambil harus menghasilkan bentuk kubus juga, jika tidak demikian maka itu berarti terjadi kekeliruan dalam prosedur proses sampling.
Selanjutnya, maka dalam kaitan kasus sampling sebelumnya, terkait dengan masalah distribusi sampling, maka ini akan berkaitan dengan masalah stratum dalam populasi. Dalam kaitan ini, maka terkait dengan komposisi di atas tadi, maka dengan sendirinya kini kita telah menemukan stratum organisasi humas pada area sampel kita. Dengan begitu pula maka kita kini tinggal hanya mendistribusikan jumlah sampel area ini pada populasi dan sejalan dengan itu maka hasilnya sesuai ukuran sampel yang sebesar 29 % = 203 dan diperoleh menurut ukuran monogram Harry King sebelumnya, maka distribusinya dengan menggunakan rumus n/N x z , di mana n = stratum ; N = populasi dan z = ukuran sampel, maka hasilnya menjadi sebagai berikut:
-Kecamatan Kemayoran = 270/700 x 203 = 78,3 = 78
-Kecamatan Pegangsaan = 430/700 x 203 = 124,7= 125 + 700 organisasi Humas = 203
Seterusnya setelah mengetahui ukuran sampel area dimaksud, maka langkah berikutnya adalah melakukan proses sampling area. Caranya adalah dengan mendata semua organisasi humas yang ada di dua area sampel. Hasilnya kemudian dijadikan sebagai unit-unit elementer dalam sampling frame. Setelah tersedia datanya, maka berikutnya adalah melakukan proses sampling. Caranya bisa dengan cara simple random sampling.
Melalui cara ini maka yang dilakukan adalah dengan cara mengundi organisasi-oganisasi humas yang telah dinomor-nomori dalam sampling frame. Untuk kasus ini, maka pada sampel area Kecamatan Kemayoran nomor-nomor itu terdiri dari nomor urut 1 sampai dengan nomor urut 270 dan pada sampel area Kecamatan Pegangsaan maka nomor urutnya dari nomor 1 sampai dengan nomor urut 430. Selanjutnya dalam sampling frame, disediakan juga sel tabel untuk nomor urut sampel yang terambil dan termasuk pula sel tabel yang disiapkan untuk organisasi humas beserta karakteristiknya.
Selanjutnya setelah mengetahui ukuran sampel area pada tahap kedua tadi, maka tindakan berikutnya adalah upaya mengetahui ukuran sampel target atau responden, di mana respondennya adalah personil humas, yaitu para personil organisasi Humas yang terpilih sebagai area sampel, di mana jumlah total sebanyak 203, dengan rincian 78 di Kecamatan Kemayoran dan 125 di Kecamatan Pegangsaan.
Kemudian, langkah kerja berikut yang harus dilakukan adalah mencari dan menemukan jumlah personil humas disampel area terpilih tadi. Gunanya adalah untuk mengetahui ukuran populasi personil humas di area sampling.
Belum ada tanggapan untuk "Prosedur Sampling"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung