Mentoring penulisan karya ilmiah ini perlu dimaknai sebagai kegiatan pembimbingan yang merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran yang di dalamnya terjadi proses-proses negosiasi tentang berbagai hal oleh beberapa pihak, baik langsung maupun tidak langsung.
Yang terlihat paling pokok dalam hal ini adalah keinginan untuk menghasilkan karya ilmiah (skripsi/tesis/disertasi/artikel) yang bermutu. Karena ukuran mutu ini sangat bervariasi, maka pembimbingan karya ilmiah perlu diorientasikan atau dihendakkan pada publikasi sebagai ukuran keberhasilan yang mudah dilihat. Karena sudah selayaknya bahwa orientasi karya ilmiah adalah untuk dialog akademik melalui publikasi, maka kegiatan yang mendasari terjadinya publikasi juga menjadi perhatian kita dalam mentoring atau pembimbingan.
Dalam rangka memberi perhatian ini, tulisan ini digagas berdasarkan observasi-observasi personal sebagai praktisi di bidang linguistik terapan. Observasi personal ini dilakukan karena seringkali, sebagaimana dinyatakan Nelson (2011: 470), para praktisi yang berniat untuk meneliti aspekaspek yang pelik tidak memiliki akses terhadap mekanisme yang memungkinkan dilakukannya penelitian formal. Oleh karena itu, observasi dan refleksi personal seringkali perlu digunakan sebagai alternatif yang validitasnya mungkin juga tidak muncul secara eksplisit tetapi dapat muncul sebagai resonansi ketika orang lain menkonfirmasinya dalam hati saat membaca poin-poin reflektif dimaksud (Gimenez, 2010; Nelson, 2011).
Dapat dikatakan bahwa tugas pokok pembimbingan karya ilmiah yang diemban oleh dosen adalah pembimbingan penulisan yang dapat dibatasi khususnya dalam bentuk skripsi/laporan tugas akhir serta laporan penelitian lain selama menjadi mahasiswa. Oleh karenanya, agar dapat memenuhi orientasi publikasi, pembimbingan skripsi/laporan tugas akhir dan artikel berdasarkan skripsi/laporan perlu dilakukan dengan penuh kesadaran akan kriteria-kriteria dan ekspektasi-ekspektasi di dunia publikasi karya ilmiah akademik.
Barangkali kita tertarik untuk mempertanyakan mengapa pembimbingan karya ilmiah harus dikaitkan dengan publikasi. Banyak alasan yang dapat kita kemukakan, tetapi satu hal penting yang patut kita catat adalah bahwa pewarisan keilmuan secara masif selama ini lebih banyak terjadi melalui publikasi (dalam bentuk bahan tertulis).
Secara pragmatis, tidak salah kiranya untuk disadari bahwa ekspektasi pembimbing perlu disesuaikan dengan aspirasi pemerintah yang menginginkan peningkatan publikasi internasional para akademisi Indonesia. Aspirasi ini perlu termanifestasikan pada ekspektasi yang dimiliki oleh pembimbing. Sulit untuk dibayangkan bahwa mahasiswa penulis karya ilmiah akan memiliki aspirasi orientasi nasional dan internasional dari tulisan mereka jika ekspektasi pembimbing sendiri belum mencerminkan aspirasi dimaksud, karena secara umum mahasiswa belumlah memiliki aspirasi demikian karena kebanyakan pengalaman dalam pembimbingan ini adalah pengalaman pertama bagi mahasiswa dan berarti bahwa mahasiswa belum pernah tahu secara jelas ujung target yang ada.
Dengan demikian, ekspektasi pembimbing perlu jelas merefleksikan pemahaman tentang ujung target yang perlu dicapai oleh mahasiswa dalam penulisan karya ilmiah ini. Tidak dipungkiri bahwa mahasiswa adalah (calon) ilmuwan muda. Namun demikian, tidak berarti kita tidak dapat berharap banyak dari mereka. Ini yang diungkapkan Matsuda (2003) tentang ketidaksukaannya ketika ada anggapan bahwa mahasiswa belum waktunya diharap untuk melakukan publikasi—bahwa publikasi dianggap hanya merupakan privilese para profesional (matang, senior) di bidang keilmuwan.
Secara pribadi, dalam menulis materi ini saya setuju dengan Matsuda (2003) yang berpendapat bahwa publikasi setelah selesai kuliah adalah upaya yang sangat terlambat. (Hal ini sebetulnya merupakan sesuatu yang saya sesali karena saya sendiri baru memulai publikasi setelah lulus program magister). Mungkin benar bahwa publikasi karya ilmiah sangat berkaitan dengan promosi karir di bidang akademik khususnya, namun terdapat alasan-alasan lain yang tidak kalah mulia yaitu bahwa publikasi adalah bagian dari komunikasi dan upaya berbagi hasil penelitian kita sebagai wujud tanggungjawab kita untuk ikut berkontribusi kepada masyarakat, khususnya masyarakat akademis (Casanave & Vandrick, 2003).
Namun demikian, memang tidak dipungkiri bahwa publikasi merupakan hal yang tidak ringan, bahkan mungkin menakutkan bagi sebagian orang. Hal ini pula yang sering dikeluhkan, yaitu, masih rendahnya kontribusi akademisi Indonesia pada wacana akademik internasional (Djojodibroto, 2004). Melihat hal ini, pembimbing memiliki tugas dan posisi yang strategis untuk turut membentuk wacana akademik karena pada dasarnya pembimbing adalah representasi komunitas akademik—penjaga wacana akademik (Swales, 2004), yang diyakini memiliki pengetahuan genre yang baik tentang penulisan akademik (Tseng, 2011).
Belum ada tanggapan untuk "Memahami fungsi Mentoring dalam penulisan Karya Ilmiah"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung