Belum genap satu tahun kepemimpinan Jokowi-JK, saya sudah menemukan beberapa kebijakan yang membutuhkan penjelasan lebih terperinci lagi dan penuh tanda tanya, penjelasan yang tidak sebatas sebagai bentuk pembelaan dari para politikus pendukungnya karena kebijakan tersebut justru mengarahkan pemikiran saya kepada sesuatu yang penuh kecurigaan. Sebelum saya uraikan pandangan negatif saya, saya ingin nyatakan bahwa analisa saya ini hanyalah pemahaman yang dangkal, pemahaman sebagai masyarakat awam yang hanya memandang dari sudut pandang luar saja.
1. Pengumuman Kabinet Kerja.
Pada saat pengumuman kabinet kerja, menunggu jawaban dari KPK, PPATK tentang profil calon menteri dan jawaban nomenklatur dari DPR tentang postur kabinet menjadi alasan utama keterlambatan pengumuman kabinet kerja. Kecurigaan saya atas ketidaksiapan Presiden Jokowi mengumumkan kabinet kerja bermula dari tidak terakomodirnya beberapa politikus PDIP, selain itu jabatan Jaksa Agung juga tidak diumumkan pada waktu yang bersamaan dengan pengumuman kabinet kerja. Hal ini saya rasakan bahwa kabinet kerja Jokowi-JK diumumkan dengan terburu-buru akibat banyaknya kepentingan yang bermain dalam pemilihan nama-nama menteri.
2. Kartu “Sakti” Jokowi-JK
Ada beberapa kartu yang sudah dibagikan, penggunaan kartu ini diharapkan dapat meningkatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Namun dibalik kebaikan itu ternyata kartu-kartu ini tidak melalui tender, artinya pengadaanya sudah melanggar administrasi pemerintahan. Pada tataran pelaksanaan, ternyata belum ada regulasi yang mendukung penggunaan kartu-kartu ini, sehingga masyarakat penerima kartu belum dapat memfungsikannya. Dengan demikian, kehadiran kartu-kartu ini bukan memperbaiki fungsi pelayanan tetapi justru mempersulit masyarakat mendapatkan pelayanan prima karena fungsi administrasi menjadi tumpang tindih dengan BPJS.
3. Pengosongan Kolom Agama di KTP
Walaupun pernyataan penghapusan atau pengosongan kolom agama di KTP tidak bersumber dari Presiden Jokowi secara langsung melainkan melalui kemendagri tetapi sudah cukup menggambarkan bahwa penghapusan atau pengosongan kolom agama merupakan kebijakan yang melanggar konstitusi. Indonesia hanya mengakui beberapa agama saja sebagai agama resmi, negara kita memberi kebebasan kepada masyarakatnya untuk memeluk agama sesuai keyakinannya masing-masing tetapi karena kita semua sepakat bahwa negara kita adalah negara hukum, dimana peraturan perundang-undangan menjadi pedoman ketatanegaraan maka sudah kewajiban bagi kita semua untuk taat pada konstitusi. Menghapus atau mengosongkan kolom agama dan mengakomodir keberadaan agama yang tidak diakui oleh undang-undang merupakan pelanggaran konstitusi. Apabila kebijakan penghapusan atau pengosongan kolom agama tetap dijalankan maka dapatlah dikatakan bahwa pemerintah saat ini telah mengajarkan masyarakatnya untuk tidak taat kepada konstitusi.
4. Kenaikan harga BBM
Kebijakan ini merupakan kebijakan yang paling tidak berpihak kepada rakyat, disaat harga minyak dunia mengalami penurunan, pemerintah Indonesia justru menaikkan harga BBM. Menurut pendapat saya, menurunnya harga minyak dunia merupakan momen yang sangat penting untuk dapat memberi kesempatan masyarakat menikmati hidupnya, tentunya dengan jalan menurunkan harga BBM pula. Penurunan harga BBM dapat memperluas ruang gerak masyarakat untuk berusaha, memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menjangkau kebutuhan yang sebelumnya sulit untuk diperoleh. Bagi dunia usaha, dapat memberi kesempatan untuk menambah lapangan pekerjaan, akan tetapi pemerintah telah menaikkan harga BBM. Dengan naiknya harga BBM, telah berdampak pada ekonomi masyarakat khususnya kalangan masyarakat bawah. Yang lebih parah lagi adalah usaha kecil dan menengah, pergerakan yang sudah menunjukkan kearah yang baik harus mengulang kembali rencana-rencananya dan harus kembali dilakukan penyesuaian-penyesuaian atas kebutuhan dan anggaran.
Proses kenaikan harga BBM yang tidak melibatkan DPR, telah merusak sistem ketatanegaraan. Fungsi demokrasi tidak berjalan, padahal dalam undang-undang telah dijelaskan bahwa segala bentuk kebijakan yang melibatkan hajat hidup orang banyak harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Konstitusi kita telah mengatur itu semua, dengan demikian pengumuman kenaikan harga BBM yang tidak melibatkan DPR menunjukkan bahwa pemerintahan saat ini tidak taat konstitusi.
5. Pertahanan dan Keamanan negara terancam
Saya pernah membaca di salah satu media online bahwa untuk mengurangi kasus pencurian ikan di perairan Indonesia dibutuhkan tambahan armada penjaga laut. Dalam hal ini, salah seorang menteri kabinet Jokowi-JK yakni Susi Pujiastuti mengeluarkan pernyataan ingin membangun kerja sama dengan AL Amerika Serikat untuk mengamankan perairan Indonesia dari kasus-kasus pencurian ikan. Kalau ini terjadi, maka oleh beberapa pengamat menyatakan bahwa pertahanan dan keamanan Indonesia dalam keadaan terancam.
6. Gaya blusukan kabinet kerja
Adalah tindakan yang sangat tepat jika pemimpin turun ke lapangan melihat langsung kondisi masyarakatnya. Tindakan itu memang sangat diperlukan pada saat ini, namun kalau itu dilakukan oleh seorang menteri, saya rasa sudah tidak beretika lagi. Menteri seharusnya hanya membuat regulasi dan kebijakan, ada pemimpin daerah yang paling tepat untuk mengurus dinamika masyarakat. Yang dibutuhkan saat ini adalah bagaimana memperbaiki kinerja birokrasi pemerintahaan, berjalannya birokrasi pemerintah yang sesuai dengan tugas dan fungsinya dapat meningkatkan fungsi pelayanan. Blusukan menteri hanya berdampak pada pencitraan saja karena kebijakan dapat berjalan kecuali birokrasi pemerintahan berjalan sebagaimana tugas dan fungsinya masing-masing. Jangan sampai gaya blusukan justru menjadi blunder bagi para pejabat negara, pejabat negara adalah teladan bagi masyarakat, kasus menakertrans yang memanjat pagar merupakan tindakan yang tidak mewakili karakter masyarakat Indonesia walaupun dibarengi dengan niat baik.
Belum ada tanggapan untuk "Semoga saya salah memahami kebijakan presiden Joko Widodo"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung