Media mampu merubah yang biasa menjadi luarbiasa atau bahkan sebaliknya merubah yang luarbiasa menjadi biasa. Nama-nama seperti Briptu Norman, Udin Sedunia, Caesar, bahkan terakhir adalah Joko Widodo. Terlepas dari keberhasilan mereka, peran medialah yang membuat mereka menjadi dikenal oleh masyarakat luas.
Disisi lain, media juga mampu berperan melebih kekuasaan palu sidang, aksi yang terjadi di media sosial saat ini misalnya “bullying” cukup ampuh membungkam orang atau lembaga. Orang sekelas SBY atau lembaga negara seperti DPR mampu dibuatnya tidak berkutik sehingga harus mengikuti kemauan masyarakat di media sosial. Tentunya, kita masih ingat kasus simulator SIM, ketika terjadi perebutan penanganan antara polri dan KPK, pada saat itu media berpihak pada KPK, desakan masyarakat melalui media meruntuhkan keperkasaan polri sehingga melalui pemerintah diputuskan penanganan kasus simulator SIM di tangani oleh KPK.
Kasus cicak vs buaya, berakhir dengan ketidakjelasan putusan, pada saat itu ada gerakan “save KPK”, gerakan melalui media sosial ini mampu membuat polri keteteran yang pada akhirnya kasus yang melibatkan beberapa ketua KPK menguap begitu saja.
Terkini kasus penginaan terhadap Jokowi yang melibatkan MA penjual sate. MA akhirnya bebas setelah media sosial turut tangan dalam kasus ini. Wakil ketua DPR RI saja ikut terlibat dalam penanganannya walaupun hanya sebatas solidaritas.
Di bidang pendidikan, kasus 4 x 6 atau 6 x 4 menjadi heboh, dua pakar harus terlibat adu pendapat, bahkan ada anggota DPR RI harus kena bully di media sosial akibat ikut berkomentar, dan pada kasus ini dianggap seri karena masyarakat media sosial terpecah menjadi dua kekuatan antara sependapat dan tidak sependapat.
Dan masih banyak lagi kasus-kasus yang putusannya mengikuti keinginan dan kemauan media, dalam hal ini tentu muncul pertanyaan seberapa besarkah kekuasaan media terhadap palu sidang?
Belum ada tanggapan untuk "Kekuasaan media melebihi kekuasaan palu sidang"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung