Kalau anda mengirim surat melalui kantor POS, berarti anda yakin dengan kantor POS bahwa surat anda akan sampai kepada tujuan, kalau anda mengirim pesan kepada seseorang berarti anda yakin bahwa orang tersebut akan menyampaikan pesan anda secara utuh ke tujuan. POS dan pembawa pesan sebenarnya adalah diri anda yang diwakilkan kepada mereka. Begitu pula dengan DPRD, kalau anda memilih anggota DPRD pada pilcaleg berarti anda telah mewakilkan diri anda kepada orang yang anda pilih, terlepas apakah orang tersebut terpilih atau tidak tetap kita harus akui bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan, artinya siapapun yang terpilih secara demokratis kita harus dukung dan akui bahwa mereka adalah wakil kita.
Pada pilcaleg, rakyat memilih anggota DPR RI, DPRD I dan DPRD II, ketiga lembaga ini merupakan perwakilan suara rakyat, mereka merupakan kader-kader terbaik partai pengusung, sehingga sangat ironis ketika ada elit politik yang menganggap bahwa anggota DPRD I dan DPRD II tidak dapat mewakili suara rakyat. Yang lebih mengherankan lagi adalah ketika ada elit politik menganggap bahwa kualitas anggota DPRD sangat rendah.
Sampai disini ada dua hal yang menjadi pertanyaan saya, pertama, benarkah kualitas anggota DPRD rendah? kedua, benarkah anggota DPRD adalah kader partai?
Kedua pertanyaan di atas bagaikan setali tiga uang, keduanya tidak dapat dipisahkan, ketika kita mempertanyakan kualitas anggota DPRD maka dengan sendirinya kita juga mempertanyakan kualitas kader partai, partai mestinya bertanggung jawab atas kualitas kadernya, kader partai menjadi gambaran dari kualitas anggota DPRD, pertanyaannya, maukah partai mengakui bahwa kadernya tidak berkualitas? Setidaknya inkonsistensi telah dipertontonkan oleh para elit politik partai terutama mereka yang menolak UU Pilkada melalui DPRD.
DPR, DPRD bukan perwakilan rakyat
Saya pernah mendengar uraian dari salah seorang pakar di ILC TVOne, beliau menguraikan segala macam mulai dari substansi, tafsir pasal sampai dengan logika yang membuat saya tidak mengerti. Kesimpulan beliau adalah DPR dan DPRD bukan perwakilan rakyat. Sesungguhnya pernyataan beliau sangat bertolak belakang dengan penjelasan guru-guru saya mulai dari SD sampai dengan SMA, mereka menjelaskan bahwa DPR dan DPRD adalah salah satu lembaga tinggi negara yang anggotanya merupakan perwakilan rakyat. Kalau berdasarkan kepanjangannya DPR = Dewan Perwakilan Rakyat artinya anggota-anggotannya adalah orang-orang yang diberi amanah untuk mewakili rakyat.
Pemahaman orang awam seperti saya tentang sila keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakian jelas mengandung maksud bahwa sistem demokrasi kita adalah sistem perwakilan. Yang saya pahami tentang perwakilan adalah memberikan amanah kepada seseorang untuk mewakili suara rakyat, kalau hal ini tidak diterima maka sebaiknya bentuk dewan rakyat yang beranggotakan seluruh rakyat Indonesia dengan catatan sila keempat dalam Pancasila harus diganti.
Dengan demikian penjelasan para pakar bahwa DPR dan DPRD bukan lembaga yang berhak mewakili rakyat adalah salah besar terlepas dari segala macam uraian yang oleh pakar jelaskan. Kalau kita setuju dengan penjelasan para pakar maka sebaiknya rubah dulu nama DPR dan DPRD menjadi nama lainnya karena nama merupakan gambaran dari suatu lembaga. Misalnya Partai Demokrat, Partai Nasional Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan partai-partai lainnya. Intinya semua nama partai mencerminkan politik dan demokrasi didalamnya, coba anda bayangkan misalnya Partai Ikan Kering, Partai Kelapa Muda tentunya nama-nama ini tidak akan pernah dipilih sebab tidak mencerminkan proses demokrasi di dalamnya.
Kader Partai di Daerah Wajib Menerima UU Pilkada
UU Pilkada menjadi ujian bagi kader-kader partai yang ada di tingkatan propinsi sampai dibawahnya, menerima UU Pilkada merupakan kewajiban kader partai di daerah karena menyangkut harga diri. Alasan para elit politik menolak UU Pilkada adalah agar kedaulatan rakyat sepenuhnya ditangan rakyat bukan di tangan anggota DPRD, jika alasan ini yang dikedepankan maka sebaiknya DPRD dibubarkan saja karena tidak mewakili kedaulatan rakyat, benarkah DPRD tidak mewakili kedaulatan rakyat? sebuah pelecehan yang dilakukan oleh elit politik kepada kader-kadernya. Seandainya DPRD bukan perwakilan rakyat lantas mengapa mereka harus dipilih oleh rakyat? mengapa pula anggota DPRD tidak dipilih saja oleh partai politik?
Adalah sangat mengherankan kelakukan para elit politik di negeri ini, disaat mereka ingin mendapatkan kekuasaan maka kader-kader partai di daerah di dorong untuk membantu mendapatkan kekuasaan tersebut tetapi disisi lain mereka justru menutup kader-kadernya untuk mendapatkan kepercayaan menentukan masa depan daerahnya.
Bagi anggota DPRD dan pengurus partai politik di tingkat daerah seharusnya mereka sadar bahwa anda telah dilecehkan dengan mengatasnamakan kedaulatan rakyat oleh para elit politik di tingkat pusat. Para elit politik hanya berpikir pada demokrasinya semata tetapi mereka tidak pernah tahu dampak psikologis akibat pilkada langsung yang telah mengkotak-kotakan masyarakat bahkan sampai pada lingkup keluarga. Para pejuang demokrasi yang saat ini menggalang kekuatan untuk menolak UU Pilkada tidak pernah tahu kondisi masyarakat bawah, yang mereka lakukan adalah bagaimana agar kesempatan memperoleh kekuasaan dapat diraih, sudah banyak buktinya ketika belum mendapatkan apa-apa mereka selalu bersuara lantang mengatasnamakan rakyat kecil namun ketika tujuannya tercapai menjadi lawan bagi rakyat kecil.
Satu catatan yang harus di ketahui oleh para elit politik dan juga para kader partai politik adalah adanya asumsi di masyarakat luas bahwa politik adalah perbuatan tipu-tipu, tidak ada yang bisa dipercaya karena inti perjuangannya bukan untuk rakyat kecil melainkan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Presiden SBY Bakal Mengeluarkan Perpu
Perpu merupakan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang dikeluarkan oleh presiden ketika negara dalam keadaan genting. Keadaan genting dimaksud adalah keadaan dimana negara terancam dan berbahaya. Pertanyaannya apakah saat ini Indonesia dalam keadaan genting? Saya dan masyarakat kecil lainnya sampai saat ini merasa aman-aman saja, tidak ada ancaman dan sesuatu yang membahayakan yang kami rasakan. Olehnya itu atas dasar apakah Presiden SBY ingin mengeluarkan Perpu?
Kalau dasarnya adalah karena UU Pilkada tidak diterima oleh masyarakat Indonesia, apakah pemerintah dan orang-orang yang menyatakan UU Pilkada tidak diterima oleh masyarakat Indonesia memiliki data tentang itu? Cukup mengherankan memang ketika para elit politik menyatakan bahwa pernyataan mereka mewakili masyarakat Indonesia sementara disisi lain DPRD tidak diakui sebagai perwakilan rakyat, sekali lagi inilah inkonsistensi para elit politik yang mungkin juga termasuk Pak SBY.
Proses perancangan UU Pilkada telah melewati beberapa tahapan yang dilakukan secara demokratis oleh pemerintah dan DPR RI, artinya UU Pilkada merupakan produk dari demokrasi, lantas apakah ketika SBY mengeluarkan perpu sudah melalui proses demokrasi? Menurut saya justru perpu-lah yang akan mematikan demokrasi karena dikeluarkan tidak dengan demokratis. Perpu inilah yang seharusnya di tentang oleh para pejuang demokrasi bukan UU Pilkada, dan akan sangat berbahaya apabila perpu ini diterima sebagai sebuah peraturan yang harus di laksanakan, menganulir UU Pilkada dengan perpu akan melemahkan peran DPR di kemudian hari karena UU apapun kalau tidak menguntungkan pemerintah dan tidak sesuai atau membatasi kerja pemerintah baik berpihak kepada rakyat maupun tidak berpihak kepada rakyat oleh pemerintah akan dilawannya dengan mengeluarkan perpu, Tolong pertimbangkan kembali keputusan untuk mengeluarkan perpu tentang UU Pilkada, karena akan menjadi dasar bagi pemerintahan selanjutnya untuk menganulir setiap UU yang dibuat oleh DPR RI.
Kesimpulan
UU Pilkada memberi kesempatan kepada DPRD untuk menunjukkan dirinya sebagai wakil rakyat, juga memperluas peran DPRD untuk memikirkan dan merancang perencanaan pembangunan di daerah, UU Pilkada juga memberi kekuatan DPRD melakukan pengawasan kepada pemerintah daerah yang saat ini sudah menjadi raja di daerahnya masing-masing, UU Pilkada juga dapat meningkatkan persaingan kader-kader partai politik untuk memberi pelayanan kepada masyarakat secara maksimal serta memacu para kader partai untuk meningkatkan kompetensinya baik akademik, sosial maupun profesional.
Belum ada tanggapan untuk "UU Pilkada : Pelecehan Suara Rakyat"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung