Peta politik kembali memanas, pelakunya kini bergeser di ruang DPR RI. Sampai kini, Alat Kelengkapan Dewan (AKD) belum juga terbentuk padahal sudah lebih sebulan di lantik, waktu yang sudah cukup lama. Perebutan jabatan melibatkan dua kekuatan politik yang masih dibayangi oleh suasana pilpres lalu yakni Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP).
Sidang pembentukan AKD DPR RI berjalan cukup alot, terlihat sangat jelas bahwa kedua kekuatan itu bukan lagi disemangati oleh tujuan utamanya yakni demi rakyat tetapi sudah menjurus pada perebutan kekuasaan. KMP berusaha mendominasi di DPR RI sementara KIH yang selalu mengatasnamakan rakyat juga meminta perimbangan pembagian jabatan, yang pada akhirnya dapatlah dikatakan bahwa kedua kekuatan ini hanya mengejar kekuasaan dengan mengatasnamakan rakyat.
Perkembangan terakhir yang justru membuat DPR RI menjadi bahan olok-olokan dan candaan di sosial media adalah munculnya DPR tandingan yang dimotori oleh KIH, mungkin mereka tidak mau kalah dengan PSSI yang lebih dulu membuat istilah “tandingan”. Menarik kita tunggu produk dari kedua versi DPR ini, apakah nanti akan ada dua versi Undang-undang? Kalau ini terjadi tentu saja dapat memberi pilihan pada masyarakat untuk memilih Undang-undang mana yang menguntungkan buat mereka dan yang paling berbahaya adalah munculnya negara tandingan, semoga tidak terjadi!.
Pemerintahan Jokowi-JK sebagai penyeimbang
Kejadian yang memalukan di DPR RI sebaiknya jangan ditanggapi oleh pemerintahan Jokowi-JK, apalagi harus mengeluarkan perppu. Akan sangat berbahaya bagi pemerintahan Jokowi-JK bila terlibat dalam persoalan DPR RI ini, bahkan bisa jadi ini adalah awal jatuhnya pemerintahan Jokowi-JK. Koalisi Merah Putih (KMP) tidak bisa dipandang sebelah mata, walaupun mereka tidak terlibat didalam pemerintahan Jokowi-JK tetapi kekuatan koalisi ini hampir sama dengan kekuatan Jokowi-JK, bahkan kekecewaan masyarakat akibat susunan kabinet kerja pemerintahan Jokowi-JK dapat menambah kekuatan KMP.
Oleh karena itu, Jokowi-JK harus bisa menjadi penyeimbang kedua kekuatan politik nasional, pemerintahan Jokowi-JK harus netral, pemerintahan Jokowi-JK harus kerja-kerja-kerja seperti yang diungkapkan selama ini. Kerja dimaksud bukan kerja untuk kelompok tertentu tetapi kerja untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Sekali lagi demi rakyat atau kekuasaan? Coba kita tanyakan kepada kedua kekuatan politik ini baik KIH maupun KMP, anda berjuang untuk mendapatkan jatah pimpinan di DPR RI apakah untuk kelompok anda? saya yakin kita akan mendapatkan jawaban bahwa “kami bekerja untuk rakyat”. Apakah membuat DPR tandingan juga demi rakyat? Bekerja untuk rakyat tidak perlu menjadi pimpinan, bekerja demi rakyat yang diperlukan hanyalah “kerja, kerja, kerja” kata Jokowi,
Kue bolu tidak akan pernah jadi kue kalau tidak ada yang kerjakan, banyak orang tahu resep membuat kue, saya juga pasti tahu bahan-bahan dan cara kerja membuat kue bolu, kita tinggal tanya paman Google, jawabannya pasti ada, tapi apakah dengan hanya bertanya pada paman Google, kue bolu sudah jadi? Kerja…kerja…kerja… tanpa dikerjakan kue bolu tidak akan bisa menjadi kue.
Jadi walaupun KMP menguasai pimpinan DPR beserta AKD-nya, bukan berarti mereka seenaknya membuat aturan, rakyat akan mengawasi kerja DPR yang dikuasai KMP, dan saya yakin KMP juga berusaha bekerja untuk rakyat, jadi kalau baik KIH dan KMP sama-sama demi rakyat, lantas mengapa harus gontok-gontokan untuk mendapatkan jabatan? Apalagi harus membuat DPR tandingan?
Demi martabat dan nilai-nilai moral bangsa, maka sebaiknya jangan lagi membuat sesuatu yang menciderai citra wakil rakyat, wakil rakyat sejak dilantik menjadi anggota DPR RI tidak lagi membawa nama partai tetapi sudah membawa nama rakyat, olehnya itu demi rakyat apapun posisi yang diperoleh sebaiknya bekerjalah untuk kepentingan rakyat.
Belum ada tanggapan untuk "Demi rakyat atau kekuasaan?"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung