Salah satu organ tubuh yang paling penting dan sensitif serta memerlukan perawatan khusus adalah sistem reproduksi. Penerapan pelayanan kesehatan reproduksi oleh Departemen Kesehatan RI dilaksanakan secara integratif memprioritaskan pada empat komponen kesehatan reproduksi yang menjadi masalah pokok di Indonesia yang disebut paket pelayanan kesehatan reproduksi esensial.
Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE), yaitu:
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir,
2.Keluarga berencana,
3.Kesehatan reproduksi,
4. Pencegahan penanganan infeksi saluran reproduksi, termasuk HIV/AIDS (Widyastuti, 2009, h.2).
Faktor-faktor yang mempengaruhi siklus kesehatan wanita
Faktor-faktor yang mempengaruhi siklus kesehatan wanita dari konsepsi sampai usia lanjut yaitu, faktor genetik (bawaan), lingkungan seperti organ tubuh, gizi, perawatan kebersihan lingkungan, pendidikan, sosial budaya, tradisi, agama, adat, ekonomi dan politik, kemudian faktor perilaku (Fitramaya, 2008, h.26).
Menurut Varney (2006)ada berbagai macam gangguan sistem reproduksi seperti gangguan menstruasi, syndrom premenstruasi, kista ovari, kanker dan tumor pada endometrium, serta salah satunya yaitu infeksi yang disebabkan oleh bakteri maupun jamur yang sering disebut dengan keputihan (Yunikawuri 2012 h.1).
Fluor albus (leukorea, keputihan, white discharge) adalah nama gejala yang diberikan pada cairan yang keluar dari vagina selain darah. Fluor albus bukan merupakan penyakit melainkan salah satu tanda gejala dari suatu penyakit organ reproduksi wanita. Gejala ini diketahui karena adanya sekret yang mengotori celana dalam (Murtiastutik 2008, h.45).
Fluor albus atau leukorea merupakan pengeluaran cairan pervagina yang bukan darah. Leukorea merupakan manifestasi klinis berbagai infeksi, keganasan, atau tumor jinak reproduksi gejala ini tidak menimbulkan mortalitas, tetapi morbiditas karena selalu membasahi bagian dalam wanita dan dapat menimbulkan iritasi, terasa gatal sehingga mengganggu, dan mengurangi kenyamanan dalam berhubungan seks.
Menurut survey demografi kasus keputihan 200 kasus, tetapi hanya sekitar 95 kasus yang mengalami gejala keputihan dengan rasa gatal. Masalah keputihan ini sering kali tidak diperhatikan oleh wanita yang menderita penyakit ini, akan tetapi masalah keputihan ini jika tidak segera ditangani akan menyebabkan masalah yang serius (DEPKES RI, 2010).
Keputihan fisiologis jika dibiarkan akan berisiko menjadi keputihan yang patologis. Sehingga diperlukan perubahan perilaku seharihari untuk menjaga organ intim tetap kering dan tidak lembab(Wijayanti, 2009, H.52). Perempuan yang memiliki riwayat infeksi yang ditandai dengan keputihan berkepanjangan mempunyai dampak buruk untuk masa depan kesehatan reproduksinya. Sehingga dianjurkan untuk melakukan tindakan pencegahan dengan menjaga kebersihan genetalia dan melakukan pemeriksaan khusus sehingga dapat diketahui secara dini penyebab leukorea (Manuaba, dkk 2009, h.62).
Dampak keputihan dapat terjadi perlengketan pada rahim, saluran telur atau tuba falopii sampai pembusukan indung telur oleh infeksi yang berat bisa terjadi tuba-ovarium abses atau kantung nanahyang menekan saluran telur dan indung telur, apabila kedua sisi kanan dan kiri dari tuba ovarium yang tertekan abses maka dapat dikatakan bahwa wanita tidak akan bisa mendapatkan keturunan atau mundul (Sukma, 2009).
Karakteristik wanita dengan keputihan (fluor albus) yaitu seperti umur, status pernikahan, paritas, metode kontrasepsi, siklus menstruasi, riwayat gangguan reproduksi, status pendidikan, dan status pekerjaan. Ditujukan pada kelainan- kelainan ginekologik seperti riwayat seksual dan menstruasi, gejala sistemik seperti keracunan atau nyeri tekan abdomen, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang atau laboratorium (Lisnawati, 2013,h.302).
Belum ada tanggapan untuk "Faktor-faktor timbulnya keputihan dan dampaknya bagi wanita"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung