Dalam tataran historis maupun normatif ajaran, Islam dan politik mempunyai keterkaitan yang sangat kuat, bila keduanya dipahami sebagai sarana untuk menata kehidupan manusia. Islam tidak hanya dijadikan sebagai “alat legitimasi” terhadap kekuasaan (legitimate of power). Politik yang dipahami secara parsial dengan mengenyampingkan pengertian yang lebih komprehensif, tentu akan mengaburkan makna dan menafikan kontribusi Islam terhadap dunia politik itu sendiri. Dengan demikian Islam perlu dijadikan sebagai sumber inspirasi kultural dan kerangka paradigmatik yang bersifat dinamik dalam pemikiran politik.
Ajaran dan pemikiran politik Islam sebagai hasil sistematisasi kerangka agama Islam dan tradisi-tradisi kaum muslimin di bidang politik, muncul sejalan dengan kecepatan ekspansi Islam keluar jazirah Arab. Hal ini menyebabkan problematika baru tentang cara pengaturan (kekuasaan) negara, disamping konsekuensi logis munculnya kelompok-kelompok kepentingan. Kelompok-kelompok ini, baik yang berbasis sosial budaya atau sosial keagamaan tertentu merasa telah memberi kontribusi dalam proses jihad. Rasanya layak pula diapresiasi apa yang dinyatakan oleh Abu A’la Al Maududi bahwa agama dalam kekuasaan bisa bertambah kuat, adapun kekuasaan dalam agama itu bisa lebih eksis dan paripurna. Dan menyangkut kaitan esensial-praktis antara agama dan politik (kekuasaan) negara sebetulnya sudah lama dijabarkan oleh sejumlah tokoh besar seperti Ibn Sina, Al Farabi, Al Kindi, Al-Ghazali, dan tokoh-tokoh di seberang jalur teologis macam Plato, Arestoteles, dan lain-lain. Bisa pula dimaknai bahwa ikhtilaf atau perbedaan pemikiran politik dalam Islam ini tampaknya lebih disebabkan oleh cara dan semangat menafsirkan teks-teks normatif agama, disamping perbedaan-perbedaan sosial budaya yang melingkarinya.
Perhatian utama Alquran adalah memberikan landasan etik bagi terbangunnya sistem politik yang dilandasi oleh prinsip tegaknya masyarakat adil dan bermoral (berakhlak). Dan salah satu yang menjadi isu paling kontroversial dalam sejarah pemikiran politik Islam adalah masalah khilafah. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, masyarakat Islam yang baru seketika dihadapkan pada suatu krisis konstitusional mengenai prosedur pemilihan kepala negara untuk menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW sebagai teladan pemimpin terluhur dari segenap komunitas Islam. Sebab di dalam Alquran dan AsSunnah tidak ada ketentuan yang benar-benar jelas, tuntas, final, tanpa terganggu lagi dengan olah pikiran manusia tentang mekanisme, bentuk pemerintahan, dan perwajahan lembaga politik-lembaga politik itu sendiri.
Gambaran dinamis di atas bisa dimaknai bahwa diamnya Alquran menyangkut masalah ini memberikan suatu jaminan dan peluang bagi umat Islam untuk terus menerus melakukan analisa, kajian, dan otokritik konstruktif dalam memformulasikan sistem politiknya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu, mengkaji pemikiran politik dan sistem ketatanegaraannya dalam Islam harus diorientasikan pada upaya menerjemahkan cita-cita politik Islam dengan cara membuat format dan sistem politik yang sesuai dengan etika Alquran dan As-Sunnah. Populasi komunitas muslim yang terbilang sangat luar biasa menyebabkan banyak pihak ingin melirik bahkan mengusik ketentraman dan keharmonisan kaum muslimin dalam melaksanakan rutinitas kehidupan, terutama menyangkut pergulatan sosial politiknya. Sehingga lahir banyak pemikiran-pemikiran baru yang seolah-olah ingin memperbaiki peradaban Islam, namun pada hakikatnya berorientasi juga pada singgasana kekuasan yang dengan itu mereka bisa menyalurkan konsep-konsep dan buah pemikirannya tentang Islam itu sendiri. Inilah yang belakangan mengemuka di Indonesia.
Untuk mengantisipasi semua itu, diperlukan landasan politik yang strategis dan membawa maslahat kepada semua masyarakat muslim di seluruh dunia. Maka kajian-kajian tentang perpolitikan Islam yang mendalam dan menyeluruh demi tercapainya kesepakatan antar golongan-golongan Islam dalam hal politik adalah keniscayaan.
Tujuannya jelas, agar energi yang terlalu besar dan sangat potensial dalam tubuh Islam ini tidak terbuang percuma hanya dengan pertumpahan darah antar saudara sendiri dengan dalih klaim kebenaran (truth claim) dari masing-masing pihak. Atau, lantaran hanya ingin mendapatkan legitimasi kekuasaan politik demi kepentingan mereka sendiri dan menagacuhkan esensi keberadaan Islam yang telah diperjuangkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW sedemikian luhur.
Belum ada tanggapan untuk "Dasar Etik Politik Islam Secara Umum "
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung