Biologi sintetis (Synthetic biology) dewasa ini mulai “digemari” ilmuwan untuk mengembangkan penelitiannya dalam bidang bioteknologi. Bidang ini dinilai memberi peluang menarik untuk menghasilkan berbagai penemuan penting seperti energi ramah lingkungan, efisiensi proses industri hingga pengembangan obat baru.
Tresniawati (2016) dalam sebuah forum Seminar Internasional di IPB, mengemukakan bahwa biologi sintetis merupakan generasi terbaru dari biologi molekuler, menggabungkan beberapa ilmu dasar dan prinsip rancang bangun. Disiplin ilmu yang terkait adalah bioteknologi, biologi evolusi, biologi molekuler, sistem biologi, biofisika, teknik elektro, dan dalam banyak hal yang berkaitan dengan rekayasa genetika, produk atau organisme baru dapat diciptakan dengan cara editing gen.
Tujuan dari biologi sintetik adalah menciptakan sistem biologis yang baru, baik pada tingkat molekul, sel, atau organisme baru. Teknologi ini akan menghasilkan organismeorganisme sintetis baru yang sebelumnya tidak pernah ada di dunia ini. Dalam bidang pertanian biologi sintetis menjadi salah satu alternatif untuk produksi pangan yang murah, energi terbarukan, perakitan varietas tanaman tahan cekaman biotik dan abiotik, dan lain-lain.
Boeke (2012) menguatkan bahwa biologi sintetis adalah bidang baru yang berkembang pesat, perpaduan antara ilmu biologi biasa dengan ilmu teknik. Tujuannya untuk menciptakan urutan DNA (Deoxyribonucleic acid) baru yang tidak ada di alam. Hasilnya adalah fungsi dan sistem dalam biologi yang benar-benar baru. Perkembangannya didukung bidang ilmu lain seperti teknologi komputasi, nanoteknologi, dan kemajuan teknik pengujian di laboratorium. Biologi sintetis berbeda dengan rekayasa genitika. Rekayasa genetika menggunakan materi dari sebuah sel, dengan mentrasfer gen ke organisme induk agar memiliki ciri-ciri serupa, sedangkan biologi sintetis berusaha menciptakan fungsi dan sistem biologi baru, bahkan organisme baru.
Lebih lanjut Boeke (2012) memaparkan bahwa saat ini sedang dikembangkan proyek untuk memproduksi molekul khusus dalam jumlah yang banyak, seperti biofuel. Dilakukan dengan menciptakan rantai DNA secara sintetis dan memasukkannya ke dalam organisme induk untuk memulai proses dari awal hingga akhir. Analogi hubungan ini seperti software dengan hardware komputer.
Ada juga proyek lebih besar, yaitu mendesain gen berbeda dari gen asal. Salah satu yang kami lakukan saat ini adalah membuat kromosom yeast (ragi/sejenis jamur). Boeke juga memberikan penjelasan mengapa proyek yang sedang dikembangkan lebih mengarah terhadap yeast. Yeast banyak digunakan dalam industri fermentasi, termasuk produksi vaksin dan biofuel. Dengan mendesain yeast sesuai kebutuhan tersebut akan dihasilkan jenis vaksin dan biofuel baru yang lebih baik. Yeast adalah jamur bersel satu. Ia merupakan organisme eukariotik (sel kompleks tertutup membran), sama seperti tanaman, hewan dan manusia. Kemiripan tersebut dapat juga digunakan untuk mempelajari proses sel pada manusia. Bidang ini dapat digunakan untuk memproduksi berbagai produk baru yang bermanfaat.
Dampaknya tentu penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Salah satu contohnya adalah penanganan penyakit malaria yang telah membunuh 655.000 orang di dunia pada 2010. Synthetic biology akan berperan penting mengatasinya. Yang terjadi saat ini, obat antimalaria bergantung pada bahan yang mengandung artemisin. Zat kimia tersebut diperoleh dari tanaman bernama Sweet wormwood (Artemisia annua) yang banyak tumbuh di Asia dan Afrika.
Sayangnya, kini produksi artemisin terhambat karena habitat tanaman tersebut kian berkurang dan tidak stabil. Akhirnya biayanya pun jadi mahal. Namun synthetic biology mampu menghasilkan pasokan artemisin secara berkelanjutan dengan biaya yang lebih murah. Produk tersebut akan tersedia mulai tahun ini dan didistribusikan ke negara-negara berkembang dengan harga murah. Produsen dan distributor hanya boleh mengambil keuntungan dari produk tersebut dari negaranegara maju, bukan negara berkembang.
Beberapa ilmuwan lainnya yang tergabung dalam J. Craig Venter Institute (JCVI) seperti Ham Smith dan Clyde Hutchinson melakukan sintesis jutaan pasangan basa kromosom bakteri Mycoplasma mycoides, kini mereka berhasil menciptakan organisme hidup dengan genom yang sepenuhnya sintetis pertama di dunia. Penemuan para ilmuwan tersebut merupakan bukti bahwa genom yang didesain di komputer dan dirangkai di laboratorium dapat berfungsi dalam sebuah sel donor, bahkan dapat memperbanyak diri menjadi organisme hidup normal. Ini merupakan pencapaian satu langkah penting dalam sebuah upaya menciptakan kehidupan artifisial. Mereka telah menghasilkan sel hidup pertama yang menggunakan DNA buatan manusia sebagai mesin penggeraknya (BMC, 2017).
Namun J. Craig Venter, pionir pemetaan genom, mengatakan proyek timnya tersebut memuluskan jalan menuju tujuan yang jauh lebih sulit: merancang organisme yang dapat bekerja dengan cara yang berbeda daripada bakteri alami untuk berbagai macam kebutuhan. Saat ini dia tengah bekerja sama dengan ExxonMobil untuk mengubah alga menjadi bahan bakar.
Belum ada tanggapan untuk "Biologi Sintetis: Penemuan Sains yang Menggemparkan Dunia"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung