Secara literal, Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah pengikut Sunnah Nabi dan para sahabat. Istilah ini pertama kali dipakai pada abad ke-2 Hijriyyah. Dan menurut sebuah hadis, pengikut Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan satu-satunya “golongan yang selamat” (firqah al-Najiyah) dari 73 golongan yang ada di dalam Islam. Selama berabad-abad Ahlussunnah Wal Jama’ah menjadi sebuah warisan historis yang telah pula memasuki arena politik.
Sedangkan secara konstektual, para pengikut Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah para pengikut Sunnah Nabi dan ijma’ ulama’. Prinsip umum ajaran sosial politik Sunni adalah mengambil sikap tawasuth, tawazun, ta’addul, dan tasamuh serta al-qiyam bi al-qadim as-shalih wa al-akhdzu bi aljadid al-ashlah. Dengan prinsip ini Sunni selalu mengambil sikap akomodatif, toleran, moderat, dan menghindari sikap ekstrim dalam menghadapi spektrum budaya apapun, tak terkecuali budaya politik kekuasaan.
Dalam konteks politik, sikap-sikap seperti itu dijadikan framework dan kerangka paradigmatik bagi setiap pemikiran dan tampilan politiknya. Menurut pandangan Sunni, mendirikan negara itu adalah wajib syar’i, karena syariah tidak akan bisa ditegakkan tanpa ditopang oleh kekuasaan. Inilah hujjah awal yang senantiasa ditarik oleh mazhab Sunni atau Ahlussunnah Wa al-Jamaah, terlebih ketika menghadapi krisis sosial politik kemaslahatan atau politik kebajikan demi kelangsungan umat pada umumnya.
Oleh karena itu, keberadaan kepala negara tidak hanya berfungsi menjamin keselamatan warganya, tetapi untuk kelangsungan ajaran agama. Dalam perspektif mazhab Sunni, negara adalah perwujudan dari kepemimpinan kenabian yang berfungsi meneruskan misi kenabian, yaitu memelihara agama dan mengatur pranata sosial. Dan kewajiban mendirikan negara merupakan tanggung jawab kolektif seluruh umat (fardlu kifayah). Sedangkan versi al-Ghazali, pemikir politik Sunni umumnya mencoba menguraikan relasi (hubungan) agama dan negara dengan pola nalar simbiosis mutualistik pada kerangka hubungan yang saling bergantungan (interdependent). Model bangunan pemikiran politik Sunni seperti ini tentu dilatarbelakangi oleh banyak faktor seperti sosial keagamaan, budaya, dan setting politik yang melingkupi kehidupan para tokoh Sunni.
Begitu melegendanya paham Ahlussunnah Wal Jama’ah, telah menyebabkan banyak pihak dalam Islam yang menyandarkan paham keagamaan maupun kebijakan politiknya pada paham yang telah dianut mayoritas pemeluk Islam tersebut. Sehingga diperlukan kejelian memilih dan mempertimbangkan setiap paham yang membawa label Ahlussunnah Wal Jama’ah, tentu dengan melakukan diskusi-diskusi ilmiah yang beradab dan bertanggung jawab disertai referensi-referensi yang lengkap dan kuat, agar konsep dasar pemerintahan Islam yang rahmatan lil ‘alamin bisa benar-benar terwujud.
Belum ada tanggapan untuk "Konsep Dasar Politik dalam Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah "
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung