Sulit dipungkiri bahwa media massa memainkan peran penting dalam upaya bersama membangun sebuah masyarakat sipil (civil society). Diseminasi informasi yang mentransformasikan pengetahuan khalayak berimplikasi pada pembentukan masyarakat yang cerdas dan kritis terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Terutama di negara-negara maju yang telah mempraktekkan sistem pemerintahan demokratis, tentu saja dimulai dari prakondisi masyarakatnya yang lebih dahulu menyadari sistem demokrasi. Kesadaran yang terakumulasi menjadi sebuah tuntutan yang bersifat massif.
Dalam konteks masyarakat sipil, menurut Dedy N. Hidayat, media massa semakin dituntut untuk memainkan peran mediasi antar berbagai kepentingan kelompok dalam masyarakat, atau antar pemerintah dan rakyatnya. Untuk memahami peran media massa, Dedy memaparkan sebuah konsep pemikiran yang pernah dipopulerkan oleh Habermas yaitu konsep public sphere.
Menurutnya, diskursus seputar media massa, khususnya dalam konteks kajian seputar masyarakat madani dan demokratisasi, pada akhirnya akan sulit mengesampingkan keberadaan konsep public sphere. Sebagai suatu ideal type, kawasan publik atau ruang publik merujuk pada suatu celah di antara negara dan masyarakat madani, di mana setiap individu warga negara bisa melibatkan diri dalam diskursus tentang berbagai isu permasalahan bersama, dalam kerangka pencapaian konsensus di antara mereka sendiri ataupun untuk mengontrol negara dan pasar.
Dalam proses tersebut, media massa menempati posisi sentral, khususnya dalam era peradaban di mana praktis semua orang menjadi bagian dari kesepakatan untuk bersatu dalam kesatuankesatuan politik besar seperti negara. Media massa dalam konteks ini, berfungsi memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperlukan untuk penentuan sikap dan memfasilitasi pembentukan opini publik dengan menempatkan dirinya sebagai wadah independen di mana isu-isu permasalahan umum bisa diperdebatkan.
Dalam sebuah public sphere, yang terpenting adalah terwujudnya prinsip-prinsip obyektivitas inter-media dan bukan hanya obyektivitas intra-media. Dedy memaparkan bahwa sulit untuk mengharapkan agar setiap media membuat pemberitaan obyektif, misalnya konflik bernuansa SARA di Indonesia. Arti realitas obyektif dalam perspektif Dedy merupakan penjumlahan atau agregasi dari berbagai realitas simbolik yang ditampilkan dan dipertarungkan sejumlah media, masing-masing dengan visi dan pandangannya sendiri.
Belum ada tanggapan untuk "Media Massa dan Pembangunan Civil Society"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung