Batu ginjal adalah benda padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut pada ginjal dan saluran kemih (Grace dan Borley, 2006). Insiden batu ginjal lebih banyak menyerang individu antara kelompok usia 30-60 tahun dan lebih banyak didominasi oleh laki-laki. Insiden batu ginjal dan prevalensinya hampir mengalami kenaikan di setiap tahunnya pada beberapa negara (Romero et al., 2010). Insiden batu ginjal di indonesia dialami oleh sekitar 530 orang penderita per tahun (Effendi dan Markum, 2010).
Kualitas hidup penderita batu ginjal umumnya sangat rendah. Hal ini dikarenakan beberapa gejala yang sering muncul akibat dari penyakit batu ginjal, seperti mual dan muntah serta rasa nyeri pada daerah pinggul pada saat buang air kecil (Purnomo, 2007). Tatalaksana terapi pengobatan batu ginjal yang paling banyak digunakan yaitu dengan terapi Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL). ESWL adalah suatu prosedur terapi dengan jalan menghancurkan batu ginjal dalam ureter menjadi fragmen– fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut. Penyembuhan penyakit batu ginjal menjadi lebih lama karena pasien tidak patuh terhadap pengobatan yang disebabkan oleh mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Selain biaya yang mahal, ESWL dikontraindikasikan terhadap penderita yang mengalami infeksi di saluran kemih dan gangguan pendarahan. ESWL juga memiliki efek samping yang sering muncul setelah terapi, seperti hematuria, pendarahan, dan hipertensi (Nakada and Pearle, 2013).
Melihat beberapa kekurangan dan permasalahan yang ada, masyarakat mulai beralih pada pengobatan alternatif, yaitu dengan pengobatan tradisional menggunakan tanaman herbal. Biaya yang dikeluarkan pada pengobatan alternatif relatif lebih ekonomis. Pengobatan yang lebih ekonomis diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan sehingga angka kesembuhan pasien juga semakin tinggi.
Kelor (Moringa oleifera L.) adalah sejenis tumbuhan dari suku Moringacea. Tumbuhan ini diduga mengadung senyawa flavonoid, alkaloid, fenol, dan saponin (Arora et al., 2013). Berdasarkan pengalaman empiris, masyarakat telah menggunakan kelor sebagai pengobatan herbal peluruh batu ginjal (Arisandi dan Andriani, 2000). Penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa ekstrak air dan alkohol kulit akar kelor mampu mengurangi pembentukan batu ginjal secara in vivo. Pemberian ekstrak air dan alkohol kulit akar kelor pada tikus yang diinduksi dengan etilen glikol mampu mengurangi pembentukan batu ginjal pada tikus (Karadi et al, 2006).
Pemanfaatan kulit akar dalam pengobatan batu ginjal menjadi kurang efektif dan efisien karena ketersediaanya terbatas. Berbeda dengan daun yang ketersediannya cukup banyak dan penggunaannya sebagai bahan baku tidak mengganggu ekosistem lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian yang mencoba mengembangkan daun kelor sebagai peluruh batu ginjal. Senyawa aktif golongan flavonoid yang terdapat dalam daun kelor yang diduga berperan penting dalam efek peluruhan batu ginjal, seperti yang terdapat dalam kulit akar.
Belum ada tanggapan untuk "Ekstrak Daun Kelor Sebagai obat penyakit Batu Ginjal "
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung