Malam Bujang Gadis
Menurut Satarudin Tjik Olah ketua Lembaga Adat Besemah Pagar Alam, bahwa malam bujang gadis adalah malam tempat interaksi sosial bagi muda-mudi untuk menambah teman atau bahkan mencari pasangan hidup. Hal ini merupakan salah satu adat perkawinan yang tidak bisa dihilangkan. Sudah tersusun menjadi serangkaian dalam prosesi adat perkawinan suku besemah. Akan tetapi secara fungsinya adalah membantu pihak keluarga yang sedang mengadakan resepsi perkawinan dalam hal menghias dan memperindah dekorasi untuk kepentingan perkawinan tersebut. (wawancara, 13 Februari 2017).
Oleh Satarudin Tjik Olah menjelaskan lebih lanjut bawha proses tersebut merupakan proses sosial yang terjadi pada masyarakat Besemah. Hal tersebut tidak mungkin dapat dihilangkan, karena tidak ada dampak negatif pada adat tersebut. Adat istiadat Besemah memiliki batasan yang berkaitan dengan berbagai aspek seperti norma agama dan norma adat. Budaya Besemah sebelum mendapat pengaruh globalisasi, sangatlah berbanding terbalik. Pada budaya Besemah kuno terdapat “Undang-Undang Simbur Cahaya” yang mengatur cara-cara dalam bergaul.
Dalam Undang-Undang Simbur Cahaya terdapat banyak sekali pasal-pasal yang membicarakan aturan adat bagi masyarakat Besemah. Bab I Undang-Undang Simbur Cahaya, pasal 106 yang berisi “Jika laki-laki memegang gadis atau janda atau istri orang atau disebut nating gawe, dihukum denda Satu Juta Rupiah sedangkan menurut pasal 19 membayar tekap malu (menutup malu) pada perempuan setinggi-tingginya Lima Ratus Ribu Rupiah. (Himpunan Adat Istiadat Besemah, tt: 54). Kemudian dilanjutkan dengan pasal-pasal lainya, Masih pada Bab I Undang-undang Simbur Cahaya, misalnya pasal 110 yang berisi “Jika lakilaki memegang istri orang dihukum denda setinggi-tingginya Tiga Juta Rupiah, sedangkan menurut pasal 23 dan uang denda tersebut Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah dibayarkan kepada perempuan atau laki-lakinya”. (Himpunan Adat Istiadat Besemah, tt:155). Setelah era globalisasi ini pelanggaran pada undangundang diatas tidak lagi diberlakukan hukuman membayar uang denda. Artinya, masyarakat Besemah sudah meninggalkan undang-undang yang dibuat oleh para leluhurnya yang berkaitan dengan pasal-pasal pelanggaran memegang gadis, janda, atau istri orang
Berkaitan dengan adat malam bujang gadis seperti yang dinyatakan oleh Satarudin Tjik Olah diatas dan aturan adat dalam setiap perkawinan masyarakat Besemah, tampak bawha malam bujang gadis menjadi tradisi yang harus dilakukan dalam setiap adat perkawinan masyarakat Besemah di Pagar Alam. Dalam adat malam bujang gadis terdapat satu tradisi yang dijaga oleh masyarakat Besemah sebagai bentuk kesopanan dari masyarakat. Pada tradisi begareh, ada sebuah tradisi pembukaan atau perkenalan yang dilakukan oleh pemuda sebagai bentuk rasa hormat kepada tuan rumah pada tradisi begareh.
Nggugor Gadis
Dalam bahasa Besemah ngugor berarti mengetuk dan gadis adalah wanita remaja yang belum menikah. Jadi nggugor gadis berarti menyapa gadis dalam hal ini yang berarti meminta izin orang tua si gadis. Pada adat nggugor gadis ini biasanya dilakuakan ketika para laki-laki atau bujang yang baru tiba di rumah atau tempat terjadinya acara Malam bujang gadis. Menurut Arman Idris, nggugor gadis adalah sebuah tradisi adat istiadat Besemah untuk memperkenalkan diri dan permohonan agar diperbolehkan masuk ke dalam acara malam bujang gadis. Hal ini sebagai bentuk dari rasa hormat para laki-laki atau bujang yang datang untuk meminta izin kepada tuan rumah yang melakukan resepsi perkawinan, agar diperbolehkan masuk kedalam ruangan atau tempat terjadinya Malam bujang gadis.
Begareh
Dalam adat malam bujang gadis terdapat satu tradisi yang mendukung terjadinya interaksi sosial seperti yang diungkapkan oleh Satarudi Cjik Olah yakni tradisi begareh. Sebagaimana dijelaskan seblumnya, bahwa begareh dalam bahasa Besemah berarti datang menemui seseorang wanita. Akan tetapi dalam adat malam bujang gadis bergareh berarti datang dan bertemunya para muda-mudi untuk membantu tuan rumah dalam mendekorasi dan membuat hiasan untuk perkawinan, dan yang lebih penting dari itu adalah pertunjukan Rejung sebagai pokok dari tradisi begareh.
Pada mulanya menurut Satarudin Cjik Olah, begareh tidak disebutkan seperti itu, hanya disebut dengan garehan yang berarti pertemuan, sebutan begareh tersebut populer pada tahun 1990an, sehingga terjadi perubahan makna. Begareh selalu terkait dengan adat malam bujang gadis pada upacara perkawinan, sedangkan garehan adalah tradisi berkumpulnya muda-mudi pada sebuah acara, tidak hanya dalam acara perkawinan saja, tetepi juga dalam acara-acara adat yang ada pada masyarakat Besemah. Kata garehan dapat juga digunakan pada saat laki-laki untuk menemui seorang gadis yang menjadi pasanganya. Pada masanya garehan identik dengan Rejung.
Belum ada tanggapan untuk "Tradisi Malam Bujang Gadis, Tradis Begareh, dan Nggugor Gadis "
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung