Identifikasi hati-hati pada pasien-pasien preoperatif dengan resiko bronkospasme perioperatif adalah penting dalam merencanakan pendekatan rasional untuk penanganan anestetik. Penilaian klinik dihambat oleh kenyataan bahwa tidak adanya pemeriksaan terbaik yang ada untuk mengidentifikasi atau mengevaluasi respon berlebihan saluran napas.
Gejala-gejala respirasi, yang terjadi pada dewasa muda tampaknya memberikan prediksi tinggi dari peningkatan reaktivitas bronkial, prinsipnya terdiri dari dispnu nokturnal dan kekakuan dada saat terjaga serta berhubungan dengan sesak napas dan wheezing sebagai respon terhadap berbagai iritan saluran napas seperti udara dingin.
Gejala-gejala seperti ini khas terdapat pada pasien-pasien yang diarahkan untuk pemeriksaan fungsi paru untuk mengidentifikasi kepastian adanya konstriksi saluran napas dan pemulihannya. Penilaiannya diperoleh dari kekuatan ekshalasi selama pemeriksaan spirometrik klinik seperti volume udara ekspirasi dalam satu detik (FEV1) yang menunjukkan resistensi saluran napas dan menolong untuk memperkirakan derajat variasinya.
Sayangnya, variasi normal hari ke hari berlebihan pada pasien-pasien dengan obstruksi saluran napas. Jadi, peningkatan FEV1 dengan bronkodilator harus melebihi 15% untuk dipertimbangkan terjadinya bronkodilatasi yang signifikan atau pemulihan dari obstruksi saluran napas. Bronkodilatasi juga kelihatannya tergantung pada derajat awal dari konstriksi. Respon paling dramatik diobservasi dengan obstruksi saluran napas derajat menengah, sedangkan penyakit yang sangat ringan atau sangat berat dihubungkan dengan perubahan-perubahan yang lebih kecil.
Sering, pemeriksaan-pemeriksaan yang penting tidak dilakukan sebelum operasi, dan dokter harus berusaha secara hati-hati menggali riwayat untuk menemukan faktor-faktor yang diduga kemungkinan meningkatkan bronkospasme perioperatif. Salah satu yang terpenting adalah riwayat infeksi saluran napas atas yang baru-baru terjadi. Ini baik untuk diketahui bahwa pasien-pasien klinis dengan status asmatikus dan bronkitis sering memburuk bila mereka menderita infeksi virus saluran napas.
Pada orang-orang normal, infeksi virus saluran napas atas menyebabkan peningkatan tajam reaktivitas bronkial yang tampaknya menetap 3 – 4 minggu setelah infeksi5. Karena studi klinis menduga banyak bronkokonstriksi terjadi melalui refleks vagal, preterapi dengan dosis penghambat vagal dari atropin (2 mg) atau glikopirolat (1 mg) terlebih dahulu untuk induksi anestetik general mungkin berguna jika operasi harus dilakukan segera.
Pada banyak pasien dengan riwayat merokok, timbul pertanyaan mengenai keuntungan penghentian kebiasaan merokok. Penghentian kebiasaan merokok ini akan diikuti oleh penurunan volume sekresi saluran napas, reaktivitas saluran napas yang berkurang dan peningkatan transpor mukus. Meskipun begitu, keuntungan-keuntungan ini membutuhkan waktu beberapa minggu untuk berkembang. Pada jangka waktu yang singkat (48 – 72 jam) mungkin ada peningkatan reaktivitas dan sekresi yang menyebabkan penurunan volume karboksihemoglobin dan penghantaran oksigen ke jaringan.
Belum ada tanggapan untuk "Identifikasi Pasien-Pasien dengan Saluran Napas Reaktif"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung