Keempukan daging merupakan faktor utama yang akan menentukan kualitas daging, dimana penilaian kualitas daging oleh konsumen mencapai kurang lebih 64 % (Dransfield, 1985 dalam Abustam, 1990). Selanjutnya Wello menyatakan bahwa keempukan daging adalah salah satu faktor yang paling penting sebab sangat mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap daging. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, keempukan berada pada urutan atas, kemudian kesan jus daging (Juiciness), bau dan cita rasa (Preston dan Eillis, 1982 dalam Hikmah dan Wahniyathi, 1999).
Keempukan daging dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : (1) pengaruh makanan, (2) pengaruh hormon, (3) pengaruh jenis kelamin, (4) pengaruh temperatur dan (5) pengaruh pemotongan (Wello, 1986). Sedangkan menurut Abustam (1990) bahwa yang mempengaruhi keempukan ada dua yaitu faktor biologis yang meliputi bangsa, umur dan jenis kelamin serta faktor teknologi yang meliputi chilling (pelayuan), stimulasi listrik, pembekuan dan penambahan bahan pengempuk. Lebih lanjut Soeparno (1998) mengemukakan bahwa keempukan daging ditentukan oleh tiga faktor yaitu struktur miofibril dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, serta daya ikat air oleh protein daging.
Pada umunya keempukan daging menurun dengan meningkatnya umur ternak karena ikatan-ikatan silang serabut yang meningkat sesuai dengan peningkatan umur ternak (Lawrie, 1995). Sedangkan menurut Wello (1986) dengan meningkatnya kedewasaan (umur), keempukan daging berkurang atau menjadi kenyal yang disebabkan oleh adanya perbedaan lemak dan jaringan ikat atau kolagen.
Judge, Aberk, Forrest, Hendrick dan Merkel (1989) menyatakan bahwa keempukan daging bervariasi di antara jenis otot. Jumlah jaringan ikat dalam otot mempengaruhi tekstur daging. Otot yang lebih banyak bergerak selama hewan masih hidup seperti otot paha, teksturnya terlihat lebih keras, sedangkan otot yang kurang bergerak seperti otot spoas teksturnya terlihat lebih halus, hal ini di sebabkan adanya perbedaan dalam jaringan ikat yang ikut berperan dalam aktifitas otot.
Keempukan daging dapat ditentukan secara subyektif dan obyektif. Penentuan keempukan atau kealotan daging secara subyektif yaitu panel cita rasa. Pengujian keempukan daging secara obyektif yaitu pengujian kompresi, daya putus Warner Bratzler, adhesi dan susut masak (Soeparno, 1994). Sedangkan menurut Abustam (1993), pengujian keempukan daging atau kealotan daging dapat menggunakan CD (Shear Force), dimana makin besar tenaga yang digunakan untuk memotong sampel tersebut maka daging dinyatakan makin keras.
Belum ada tanggapan untuk "Tinjauan keempukan daging dan pengaruhnya"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung