Cerita berikut dapat dijadikan rujukan untuk mengetahui seseorang termasuk orang berakal atau tidak. Bolehlah kita membela seseorang namun apakah kita juga tahu bahwa yang kita bela adalah orang yang berakal?
Kondisi sekarang, sebagian manusia terlalu mabuk dengan harta dan haus dengan kekuasaan sehingga membutuhkan sosok pemimpin yang bisa membawa perubahan. Akan tetapi inilah jalan bagi orang-orang untuk memanfaatkan orang lain. Apa sebabnya? Karena kita telah buta jiwa, buta pengetahuan dan buta informasi. Yang salah dibenar-benarkan bahkan dibelanya sampai menyebar fitnah dengan tujuan merusak privasi orang lain, memanfaatkan apa saja untuk mempengaruhi orang lain dan yang benar di salahkan, didiskriminasi bahkan dikriminalisasi. Tidak ketemu salahnya dicarikan kelemahan lainnya agar bisa membisukan kebenaran.
Dalam bukunya “Falasafah hidup” Prof Buya Hamka menjelaskan bahwa manusia memiliki 3 kekuatan. Kekuatan akal, kekuatan marah dan kekuatan syahwat. Ketiganya menyatu pada diri manusia. Ketiganya memiliki kegunaan masing-masing:
1. Kekuatan akal
Kekuatan akal akan membawa orang kepada hakekat, menjauhkan dari pada batil, tunduk kepada hukum, menerima perintah dan menjauhi larangan. Tampak olehnya yang baik lalu diikutinya, kelihatan olehnya yang buruk lalu dijauhinya.
2. Kekuatan marah
Kekuatan marah mendorong manusia untuk menyuruh menangkis dan bertahan, mengajak mencapai kekuasaan dan kemenangan, dan kadang-kadang menyuruh bangga, sombong, kasar dan takabur
3. Kekuatan syahwat
Kekuatan ini mengajak melepaskan kehendak hati, mencapai kelezatan, menyuruh lalai, menyuruh lengah sehingga lupa memikirkan akibat
Dr. M. Amir seorang ahli jiwa yang terkenal berkata dalam salah satu ceramahnya “Bahwasanya perasaan (syahwat dan kemarahan, atau hawa nafsu) adalah laksana kuda yang berlari. Dan akal laksana kusir yang memegang kekangnya”.
Agar jelas siapa yang berakal dan yang tidak berakal, siapa pemimpin yang pantas dibela dan tidak, atau siapa pemimpin yang benar dan salah maka berikut cerita yang bisa direnungkan (dikutip dari buku Falsafah Hidup Prof Buya Hamka).
Setengah Hukama telah ditanyai: “Apakah bukti orang berakal?” Jawab beliau “Perkataannya tak banyak yang tidak berguna”.
Orang bertanya pula “Kalau kita tak mendengar perkataannya, hanya dari jauh saja terdengar namanya, bagaimana pulakah tandanya?” Dijawab beliau “ Dengan tiga perkara, Pertama dengan mengenal utusannya, kedua membaca tulisannya, ketiga dengan menilik hadiahnya. Utusannya bayang-bayang dirinya, suratnya menunjukkan susunan pikirannya, hadiahnya menunjukkan timbangan. Maka lebih kurangnya tiga perkara itu adalah ukuran orangnya”.
Kemudian kata Hukama pula “Yang sebesar-besar aksi atas akal orang ialah caranya menghadapi orang lain”.
Kalau saya artikan maksud dari cerita diatas, pada prinsipnya ada poin yang bisa ditarik hikmahnya atau ada empat poin yang bisa kita jadikan alat untuk menentukan kemampuan pemimpin atau dalamnya akal seorang pemimpin.
- Perkataannya tak banyak yang tidak berguna. Manusia memiliki kelebihan dan kekurangan, manusia wajib bernilai guna bagi manusia lainnya. Pemimpin yang baik atau pemimpin yang membawa rahmat atau pemimpin yang pantas didukung dan dibela adalah pemimpin yang perkataannya selalu mengandung kebenaran. Tidak berbohong, kata-katanya menjadi pedoman yang dipimpinnya. Perkataannya membawa kebaikan atau membuat yang dipimpinnya memperoleh kemerdekaannya sebagai manusia, dihargai, dihormati, dan mendapatkan haknya sebagai manusia. Apa yang dikatakannya sejalan dengan perbuatannya, tidak hanya berkomentar, tidak hanya berjanji, tidak hanya membuat rancangan tetapi selalu dibuktikannya.
- Mengenal utusannya. Utusan adalah cermin dari pemimpinnya, pemimpin yang baik tidak akan menaruh percaya kepada orang-orang yang tidak berakal, orang-orang yang hanya memperturutkan hawa nafsunya, orang-orang yang hanya bisa berbicara tetapi tidak bekerja. Jadi melalui utusannya kita bisa mengetahui pemimpin atau orang itu berakal atau tidak. Walaupun dia banyak berbicara, argumentasinya meyakinkan dan penampilannya menarik, tetapi apabila pemimpin tersebut mempercayakan orang yang tidak berakal untuk membantunya maka pemimpin itu juga sebenarnya tidak berakal.
- Melalui tulisannya. Tulisan seseorang adalah buah dari pikirannya. Melalui tulisannya kita bisa menilai apakah pemimpin atau orang tersebut adalah termasuk yang berakal. Banyak tulisan-tulisan para pemimpin yang sebenarnya menarik untuk dibaca karena dibumbui dengan kata-kata laksana pujangga namun tidak ber“isi”. Berlembar-lembar kertas habis untuk menampung kata demi kata tetapi tidak ada kandungan makna yang bisa dijadikan teladan.
- Melalui hadiahnya. Hadiah dapat menggambar kemampuan seseorang, misalnya seorang pemimpin memberi hadiah kepada si “A” dengan sebuah mobil, ternyata si “A” tidak tahu menjalankan mobil karena didaerahnya tidak terdapat jalan raya kecuali hanya ditempuh dengan melalui laut. Bagi orang yang berakal, tidak akan memberikan mobil sebagai hadiahnya melainkan kapal laut. Karena itu lebih berguna bagi si “A” ketimbang mobil. Hadiah bisa diartikan pula sebagai karya atau hasil kerja. Pemimpin yang berakal, mengerti betul program apa yang layak diberikan kepada rakyatnya. Presiden Soekarno paham betul bahwa masyarakat waktu beliau menjadi kepala negara membutuhkan ikon yang bisa dijadikan kebanggaan masyarakatnya. Maka melalui programnya yakni Nawacita, dibangunlah Monas dan Senayan, bermilyar-milyar uang rakyat habis untuk membangun keduanya. Tetapi inilah yang menjadi simbol tingginya martabat rakyat Indonesia, yang tidak bisa dianggap remeh, dan ini pulalah yang memperkokoh kedaulatan bangsa ini dimata internasional walaupun baru seumur jangung merdeka. Presiden Soeharto mendengar betul jeritan kelaparan sebagian rakyat Indonesia, maka dalam program repelitanya, bermilyar-milyar rupiah dihabiskan untuk membiayai pertanian, pada akhirnya Indonesia bisa swasembada pangan. Bagaimana dengan sekarang?
Semuanya kembali kepada kita untuk menilai pemimpin itu berakal atau tidak. Hanya pemimpin yang berakal yang dapat membawa bangsa ini keluar dari kesulitan. Karena kekuatan akal akan membawa orang kepada hakekat, menjauhkan dari pada batil, tunduk kepada hukum, menerima perintah dan menjauhi larangan. Tampak olehnya yang baik lalu diikutinya, kelihatan olehnya yang buruk lalu dijauhinya
Belum ada tanggapan untuk "Inilah tandanya orang yang berakal"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung