Menjelang pemilihan presiden 2014, konstelasi politik semakin meningkat. Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden bagaikan tambang emas yang dianalisis dan dibedah sedemikian rupa oleh 200 jutaan lebih manusia Indonesia menurut sudut pandang masing-masing. Berbagai instrumen penilaian dan variabelnya diungkap sedemikian rupa yang mengarah pada kesimpulan bahwa Capres dan Cawapres sempurna di mata para pendukungnya. Mereka pun membela mati-matian pendapatnya sampai-sampai lupa akan kodrad manusia bahwa kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa.
Indonesia saat ini terdiri dari tiga kelompok, pertama pendukung Prabowo-Hatta, kedua pendukung Jokowi-JK dan ketiga yang belum menentukan pilihan. Kalau kelompok ketiga tidak terlalu mempersoalkan siapa yang akan terpilih nantinya, tetapi kelompok pertama dan kelompok kedua sudah tidak lagi mengedepankan rasionalitas, akal dan konsep ketuhanan. Mereka telah memandang sang calon yang didukungnya adalah manusia yang sempurna, mereka kini memuja dan memuji sang calon padahal puja puji hanya milik Tuhan. Yang paling mengejutkan adalah para calon seperti menampilkan mimik seolah-olah mereka adalah makhluk sempurna. Perkataannya pun bagaikan manusia yang memiliki ilmu pengetahuan tiada batasnya, semua aspek dan bidang keilmuan seolah-olah mereka adalah ahlinya. Para calon terbawa dan terbuai oleh kondisi dan perhatian berlebihan dari para pendukungnya serta adanya keinginan berlebihan untuk menjadi pemimpin negara dengan jalan menghalalkan segala cara yang penting tujuan tercapai.
Kalau anda ingin mengetahui kekurangan kedua pasangan calon maka dekatilah pendukungnya karena pada mereka terdapat kekurangan sang lawan dan kelebihan sang calon. Bagi mereka, calonnya adalah makhluk yang paling sempurna dan lawannya adalah makhluk yang penuh dengan kekurangan. Maka muncullah kesombongan, keserakahan, ketamakan, kebohongan, dan aksi yang tidak terpuji, yang dilakukan baik sang calon maupun para pendukungnya.
Fenomena ini tidak bisa kita biarkan, kita harus melawan dengan jalan memberi pencerahan terutama para cendikiawan dan alim ulama agar mengingatkan kaumnya untuk menyikapi persoalan pilpres ini hanya sebatas sebagai proses demokrasi, jangan sampai meruntuhkan nilai-nilai religius masyarakat Indonesia dan membelenggu keimanan umat.
Sejujurnya saya sangat khawatir setelah melihat perkembangan politik saat ini, sepertinya opini sengaja digiring untuk meruntuhkan nilai-nilai moral. Penyikapan proses demokrasi yang berlebihan dengan mengkultuskan para calon akan sangat berbahaya, ingatlah pilpres akan berakhir dengan “Kalah atau Menang”, ketika calon yang didukung menang kemungkinan akan ada kegembiraan yang berlebihan, kegembiraan ini dapat memancing pihak-pihak yang calonnya mengalami kekalahan. Akibatnya dapat menimbulkan gejolak sosial yang memungkinkan menjurus kepada persoalan “konflik sosial”.
Begitu rawannya gesekan antara kedua pendukung dapat menimbulkan kecurigaan yang juga berlebihan. KPU sebagai penyelenggara pemilu akan menjadi sasaran para pendukung yang merasa dirugikan, Tentu kondisi ini membuat pihak kepolisian bekerja keras mengamankan stabilitas keamanan di masyarakat, bahayanya dapat memposisikan kepolisian pada situasi yang serba salah dan kemungkinan akan berhadapan langsung dengan para pendukung calon baik yang kalah maupun yang menang, disinilah dibutuhkan peran maksimal dan netralitas KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Tanggal 9 Juli 2014 menjadi tanggal yang mencekam dan menakutkan, segala macam kemungkinan dapat saja terjadi apabila tidak sejak dini melakukan antisipasi pencegahan. Para pihak harus dapat memberi pencerahan politik positif kepada para pendukungnya agar siap menerima apapun yang terjadi. Hal ini berdasarkan atas situasi terkini yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Diharapkan pula para pengamat politik dan intelektual yang berada dibelakang para calon untuk dapat memberikan komentar-komentar yang mendidik yang mampu membuka logika berpikir pendengar untuk dapat menyalurkan hak politiknya sesuai dengan konstitusi yang berlaku.
Jangan sampai akibat demokrasi, negara yang dibangun dengan darah dan penderitaan para pejuang yang telah gugur karena ingin negara ini merdeka hancur oleh karena besarnya keinginan pribadi atau kelompok yang ingin berkuasa.
Belum ada tanggapan untuk "Presiden Bukan Makhluk Sempurna; Jangan Merasa Sombong Karena Anda Merasa Lebih Baik Dari Yang Lain"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung