Kesalahan yang sering kita abaikan adalah demi tujuan mulia, kita membenarkan cara-cara yang tidak mulia. Demi tujuan mulia, kita merampas hak-hak orang lain, memaksa orang lain untuk menyerahkan haknya. Ketika hak itu diperdebatkan, kita hanya fokus pada tujuannya saja, kita lupa dengan proses untuk mencapai tujuan mulia tersebut.
Untuk tujuan dimaksud, segala cara ditempuh termasuk berusaha mengaburkan kebenaran dengan harapan agar mendapatkan dukungan publik. Kita tidak pernah bertanya pada diri sendiri seandanya ketidakadilan menimpa diri kita, kita semata-mata hanya melihat tujuannya.
Persoalan akan semakin rumit apabila proses mencapai tujuan dimaksud telah melibatkan berbagai kepentingan, ambisi pribadi, kekuasaan dan keserakahan yang dibungkas sedemikian rupa sehingga seolah-olah kita menjadi korban. Jika demikian yang terjadi maka semulia apapun tujuannya, maka tujuan itu tidak mulia lagi.
Bagi orang yang sadar wajib hukumnya untuk tidak mendukung tujuan tersebut, karena akan membawa kita terjerumus dan menjadi bagian dari tindakan aniaya. Banyak kasus telah terjadi di negeri ini yang melawan hukum namun karena mendapatkan dukungan publik sehingga kebenaran menjadi kabur. Dukungan publik menjadi penguasa, menabrak norma dan hukum yang pada gilirannya ketimpangan sosial dan ketidak adilan terjadi dimana-mana.
Siapa yang menjadi korban berikutnya? Siapapun pasti akan menjadi korbannya karena tidak ada jaminan dari hukum. Publik adalah hukumnya, jika ini yang terjadi maka dapat dikatakan media adalah pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini. Mengapa media? Karena medialah yang memiliki kekuatan untuk membentuk opini di masyarakat.
Siap-siap hak anda berikutnya akan menjadi sasarannya. “apa yang engkau tanam maka itulah yang akan engkau petik”. Hasil yang kita peroleh hari ini adalah akibat dari tindakan dan perbuatan kita dimasa lalu. Kalau ingin hasil yang baik maka perjuangkan kebenaran, taat dan patuhlah pada aturan hukum dan norma, junjung tinggi ajaran agama karena berhubungan dengan akhirat. Ingatlah pengadilan akhirat tidak bisa dipermainkan, tidak bisa dibohongi, tidak bisa di atur-atur, dan tidak berdasar pada opini melainkan perbuatan dan tindakan kita selama di dunia ini.
Jadi, janganlah menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan mulia dengan menghalalkan berbagai cara karena kemuliaan hanya diperoleh dengan cara yang mulia pula. Tuhan sangat melaknat orang-orang yang bertopeng baik kita sadari maupun tidak kita sadari, jadi berhati-hatilah berbicara tentang kebenaran karena sudah banyak orang terjebak pada persoalan kebenaran yang dipaksakan. Sekali lagi kebenaran lahir tidak melalui proses yang dipaksakan, namun kebenaran lahir dari hati nurani yang paling dalam, yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak kita pahami dengan jelas.
Belum ada tanggapan untuk "Tujuan mulia yang tidak mulia"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung