Dua lembaga tinggi negara BPK dan KPK sedang mengalami ujian, penyebabnya tentu saja adalah persoalan pembelian lahan RS Sumber Waras yang berujung pada perdebatan panjang yang melibatkan berbagai ahli hukum. Saya tidak ingin masuk dalam ranah teknis karena saya tidak memiliki data tentang kasus ini. Namun saya hanya ingin menyoroti dampak sosial atas kasus ini.
Mencuatnya kasus ini bermula dari laporan BPK yang menemukan kerugian negara sebesar 191 milyar rupiah, tentu ini bukan nilai yang sedikit. Bagi kami rakyat kecil, uang sebanyak ini sudah dapat menghidupi kami se-kampung bahkan se-kota. Saya yang tidak mengenal detail hukum, juga tidak memahami sistem ketatanegaraan, menyaksikan keputusan kedua lembaga tinggi negara ini menjadi bertanya-tanya “Bagaimana bisa lembaga yang memiliki pegawai yang ahli dibidangnya dan sangat profesional ini justru menjadi bodoh takkala menangani kasus RS Sumber Waras?”.
Pegawai yang bekerja di BPK pasti ahli dalam persoalan administrasi keuangan, apalagi dengar kabar bahwa BPK merupakan salah satu lembaga auditor keuangan yang diakui oleh dunia. Laporan BPK yang bersifat investigasi karena berdasarkan permintaan langsung dari KPK yang telah berisi berbagai rekomendasi dan temuan oleh KPK tidak menemukan pelanggaran hukum. Pemahaman saya, karena ini adalah bersifat investigas maka KPK wajib menindaklanjuti laporan BPK sebagai sumber untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kasus RS Sumber Waras.
Akan tetapi, saya justru melihat KPK bertindak seperti penghakiman terhadap BPK, KPK ibarat sedang menguji keakuratan laporan BPK. Olehnya itu, seharusnya pegawai BPK harus malu dan mau mempertanggung jawabkan laporan yang telah dibuatnya.
Sekali lagi karena saya awam maka tentunya saya berhak untuk bertanya “manakah yang lebih profesional tentang keuangan, apakah pegawai BPK atau pegawai KPK?”. Memperhatikan keputusan KPK yang belum menemukan dugaan pelanggaran kasus RS Sumber Waras mengidikasikan bahwa pegawai KPK yang paling paham tentang keuangan karena telah mengabaikan rekomendasi dari BPK yang menemukan kerugian negara pada kasus tersebut.
Jika demikian, BPK perlu direformasi. Seluruh pegawai BPK harus diberi pendidikan dan pengetahuan tambahan tentang sistem pemeriksaan keuangan.
Dan apabila laporan BPK keliru berarti BPK tidak pantas menjadi lembaga auditor negara karena sudah linglung, mungkin karena usianya sudah jelang seabad. Dalam hal ini, BPK tidak kredibel lagi.
Akan tetapi apabila yang terjadi sebaliknya bahwa laporan BPK sangat akurat maka KPK perlu dievaluasi. Apakah sumber kesalahan keputusan KPK berasal dari para penyidiknya ataukah para komisionernya. Bila kesalahan berasal dari para penyidik maka pihak kepolisian dan kejaksaan sebagai pemasok penyidik KPK perlu dipertanyakan kapabilitas dan kredibilitasnya. Dan apabila sumber kesalahan berasal dari para komisioner maka panitia seleksi dan DPR harus bertanggung jawab atas keputusannya yang telah memilih para komisioner tersebut.
Yang jelasnya, memperhatikan perkembangan kasus RS Sumber Waras harus bermuara pada dua hal. Pertama apakah KPK yang salah, kedua ataukah BPK yang keliru. Saya tidak sepakat, demi menjaga kredibilitas kedua lembaga ini maka kedua lembaga diarahkan untuk menemukan solusi sehingga menjadi sinergi karena akan melahirkan berbagai sandiwara.
Sudahlah, kalau memang kasus RS Sumber Waras melanggar hukum, maka selesaikanlah dengan hukum. Jangan ada alasan-alasan lain yang justru akan membuka keburukan lain, atau bahkan demi kemanusiaan karena melihat tujuan pembelian tanah RS Sumber Waras sehingga menghalalkan segala cara, dipaksakan agar diterima sebagai pembenaran. Kalau ini yang terjadi, maka dampak kemudian akan memberi efek pada carut marutnya hukum. Kedepan hukum tidak lagi dipandang sebagai pedoman yang harus ditaati, tetapi menjadi dokumen-dokumen yang hanya menghiasi lembaran negara karena para penyelenggara negara justru tidak taat dan patuh terhadap hukum.
Belum ada tanggapan untuk "Kasus RS Sumber Waras ujian BPK dan KPK"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung