Menyimak peta politik menjelang pilpres 2014, kekuatan politik semakin mengerucut pada dua kandidat capres yakni Jokowi yang diusung oleh PDI-P, PKB dan Nasdem dengan Prabowo yang didukung oleh Gerindra, PAN, dan PPP. Kedua kekuatan ini akan semakin menguat apabila beberapa partai politik seperti Demokrat, Hanura, Golkar dan PKS mampu berkoalisi dengan memunculkan poros baru.
Perubahan peta politik yang paling mendasar apabila Sri Sultan Hamengku Buwono ikut meramaikan bursa pencapresan mendatang. Namun karena beliau belum sehingga sorotan kita fokuskan hanya pada sosok Jokowi dan Prabowo.
Berikut head to head kedua calon:
Elektabilitas
Berdasarkan elektabilitas kedua calon hasil dari beberapa lembaga survey, Jokowi masih unggul dari Prabowo. Elektabilitas tidak dapat menjadi jaminan sebagai hasil akhir, kasus pemilihan gubernur DKI Jakarta lalu sebagai contohnya, Fauzi Bowo yang diunggulkan oleh beberapa lembaga survey ternyata hasilnya justru meleset.
Partai Politik
Baik Jokowi maupun Prabowo masing-masing didukung oleh partai 3 partai politik. Namun Jokowi harus lebih waspada karena kemenangan PDIP bukanlah kerja partai secara keseluruhan tetapi lebih pada kerja individu para calegnya dan didukung oleh popularitas caleg. Pengalaman pemilu lalu merupakan pelajaran berharga yang harus diantisipasi oleh PDIP, sebagai pemenang pemilu legislatif tetapi kalah telak dalam pemilihan presiden. Sedangkan Prabowo didukung oleh partai yang diisi oleh kader-kader pekerja keras, kader Gerindra tidak seterkenal kader PDIP namun Gerindra mampu menjadi partai yang berada di kelompok tiga besar.
Basis
Dikalangan tradisional Jokowi unggul dari Prabowo, setidaknya untuk di dua daerah yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tetapi jangan lupa bahwa di kedua daerah tersebut juga merupakan basis Muhammadiyah yang merupakan basis dari Hatta Rajasa sebagai kader Muhammadiyah. Di DKI Jakarta, Jokowi kemungkinan akan kalah karena beliau meninggalkan harapan yang belum terwujud apalagi Plt Gubernurnya adalah Ahok yang merupakan kader dari Gerindra. Untuk diluar Jawa, Prawobo akan mendominasi hal ini karena masyarakat luar Jawa rindu dengan kepemimpinan yang berlatarbelakang militer.
Finansial
Kekuatan finansial Prabowo dapat merubah prediksi dan sudah terbukti pada pemilu yang lalu saat Gerindra pertama kali ikut pemilu. Sementara Jokowi hanya mengadalkan popularitasnya, kader-kader PDIP memang memiliki finansial yang tidak dapat diremehkan akan tetapi pilcaleg baru-baru ini juga telah menghabiskan sebagian amunisi mereka sehingga dalam hal finansial, Prabowo masih lebih diuntungkan. Dan yang paling penting adalah pergerakan tergantung pada besaran finansial yang disediakan, tanpa finansial yang cukup mesin pergerakan akan kehilangan energinya.
Background
Baik Jokowi maupun Prabowo memiliki latar belakang yang sangat berbeda, karir Jokowi dimulai dari bawah sementara Prabowo langsung berada di jajaran tokoh nasional. Jokowi berasal dari kalangan sipil sementara Prabowo dari militer. Kekuatan militer masih harus diperhitungkan walaupun dalam sistem demokrasi kita militer dilarang berpolitik praktis. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kabinet mulai dari masa pemerintahan Habibie sampai dengan SBY sekarang ini, militer masih mendominasi jajaran para menteri.
Spirit
Pencapresan Jokowi hanya karena dorongan dari partai politik dan keinginan Megawati sementara Prabowo didorong dan dibentuk oleh sistem politik nasional sehingga tanpa menjadi capres sekalipun Prabowo tetaplah menjadi pemain di tingkat nasional. Jangan lupa pula bahwa Gerindra memiliki motivasi untuk menguasai pemerintahan sehingga semangat juang yang dimiliki oleh Prabowo dan motivasi yang dimiliki oleh kader-kader Gerindra menyatu menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan oleh pihak Jokowi.
Kader / tim pemenangan
Tim pemenangan Jokowi merupakan loyalis dari Megawati yang belum tentu berafiliasi ke Jokowi, Guruh Soekarno Putra saja sudah tidak setuju dengan pencapresan Jokowi. Sementara tim pemenangan Prabowo merupakan loyalis dan militan Prabowo belum lagi yang berada diluar partai seperti militer.
Kematangan
Jokowi merupakan tokoh yang dipaksa untuk menasional, karir beliau terlalu instan. Memang betul sekali bahwa Jokowi memulai karirnya dari bawah tetapi harus dicatat adalah kematangan beliau hanya pada saat sebagai walikota, sementara sebagai gubernur belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Popularitas beliau dibentuk oleh media bukan karena karyanya, akan tetapi dalam hal ini Jokowi masih lebih baik dibanding Prabowo yang belum berbuat sama sekali. Yang harus diperhatikan adalah politik nasional sangat berbeda dengan politik daerah, yang paling memahami politik nasional adalah Prabowo sedangkan Jokowi hanya dibentengi oleh Megawati dengan PDIPnya. Karena Indonesia bukan negara penganut pemimpin kolegial tetapi presidensial maka kemampuan dan kompetensi individual sangat diharapkan. Berdasarkan kondisi ini, ketika menjadi presiden Jokowi akan selalu berpikir “saya bertanya dulu”, sedangkan Prabowo akan selalu berpikir “lakukan secepatnya dengan cara…”.
Berdasarkan analisa di atas baik Jokowi maupun Prabowo masing-masing memiliki peluang yang sama, peluang tersebut akan berubah apabila Sri Sultan Hamengkubuwono ikut meramaikan pencapresan nanti. Apabila capres 2014 hanya mengerucut pada dua nama maka kemungkinan Jokowi dapat memenangkan pemilu presiden, akan berbeda apabila Sri Sultan ikut karena basis masa Jokowi di Jawa Tengah dan Jawa Timur pasti terpecah, keuntungan akan berpihak kepada Prabowo.
Belum ada tanggapan untuk "Analisa Peluang Capres 2014: Jokowi vs Prabowo"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung