Kalau sepintas diperhatikan, hubungan antara PLN dan pendidikan bisa dikatakan tidak ada, namun kalau diperhatikan secara teliti maka keduanya saling terikat dan bahkan terdapat ketergantungan, istilah guru biologi saya dulu “mutualisme” atau hubungan saling menguntungkan. Berikut saya ceritakan sedikit hasil pengamatan saya pada dua daerah.
Katakanlah nama daerah yang saya ceritakan ini A dan B. Daerah A berada di wilayah yang memiliki fasilitas PLN, aktifitas masyarakatnya berjalan mulai dari jam 03.00 subuh sampai dengan jam 10.00 malam. rata-rata masyarakatnya bekerja sebagai pedagang, petani, nelayan, dan PNS. Pedagangnya mampu membuka jualannya mulai dari jam 05.00 pagi sampai jam 10.00 malam, petani menggarap tanah pertaniannya mulai dari 07.00 pagi sampai dengan 05.00 sore sedangkan nelayan bahkan berhari-hari dilaut. Hasil usaha mereka mampu meningkatkan tingkat kesejahterannya, ketika tingkat kesejahteraan meningkat maka tentu saja bawaannya adalah ekonomi. Ekonomi meningkat dapat memperluas lapangan kerja dan kesempatan pendidikan yang cukup luas. Hal ini tidak lain adalah peran dari PLN, pedagang membuka kios atau toko dibantu oleh alat penerang yang cukup, nelayan bisa berhari-hari karena ketersediaan es batu untuk mengawetkan hasil tangkapannya sedang petani dapat menempatkan hasil pertaniannya di kulkas pendingin sehingga tidak harus dijual habis. Yang paling tersentuh adalah dunia pendidikan, pembelajaran bisa dilaksanakan dengan mengitegrasikan IT yang notabone membutuhkan listrik, siswa dapat belajar maksimal pada waktu subuh hari dan malam hari karena dukungan lampu listrik bahkan termasuk pemakaian alat IT yang ditujukan untuk mendukung pencarian referensi ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.
Sementara itu di daerah B, merupakan daerah yang belum tersentuh jaringan listrik, aktifitas masyarakatnya hanya berkisar antara jam 06.00 pagi sampai dengan jam 05.00 sore. Pedagang hanya bisa bekerja dari jam 06.00 pagi sampai 06.00 sore, mereka juga tidak bisa menjual barang-barang yang bersuhu rendah seperti kemasan dingin. Nelayan memiliki keterbatasan waktu karena hasil tangkapan harus segera dijual, tidak bertahan lama. Petani tidak mampu melakukan persemaian kalau membutuhkan bibit unggul yang disemai dengan proses pengaturan suhu. Dengan demikian hasil yang diharapkan juga lebih sedikit dibanding dengan daerah yang tersentuh jaringan listrik. Tidak ada variasi bahan dan alat yang digunakan untuk membantu efektifitas kerja dan peningkatan kualitas dan kuanttitas hasil kerja. Keterbatasan yang dihadapi oleh masyarakat didaerah B berdampak pada tingkat kesejahteraan yang rendah, ekonomi pas-pasan sehingga kesempatan kerja dan kesempatan memperoleh pendidikan menjadi berkurang. Siswa tidak dapat bersikap disiplin atau tepat waktu mengikuti pelajaran akibat lebih banyak membantuk orang tua, hal ini karena pekerjaan orang tua membutuhkan banyak tenaga kerja.
Kedua daerah yang saya contohkan diatas, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kualitas dan kuantitas hidup masyarakatnya, dimana keberadaan PLN adalah sangat penting dan stategis terhadap peningkatan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat. Cobalah bandingkan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan, pastilah hasilnya sangat jauh berbeda. Didaerah perkotaan terdapat pemanfaatan waktu lebih efektif dan efisien karena sarana dan prasarannya lebih lengkap. Pada umumnya sarana dan prasarana yang digunakan digerakkan dengan memanfaatkan tenaga listrik, pekerjaan yang dilakukan secara manual memiliki keterbatasan dalam jumlah hasil produksi, berbeda dengan kalau ada sarana yang membantu manusia misalnya mesin. Tukang kayu yang hanya mengandalkan alat hatam manual berbeda dengan yang menggunakan mesin, cara manual biasanya hanya bisa menghaluskan beberapa batang kayu saja sedangkan menggunakan mesin dapat menghaluskan kayu sebanyak-banyaknya.
Layanan Kelistrikan Simbol Kesejahteraan
“layanan kelistrikan simbol kesejahteraan”, ini adalah ungkapan yang berkembang dilingkungan masyarakat bawah. Mereka menganggap bahwa ketika suatu daerah terjangkau oleh layanan listrik maka daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah yang belum terjangkau oleh listrik.
Pandangan masyarakat cukup beralasan, masyarakat lebih mengedepankan material untuk menentukan tingkat kesejahteraan seseorang. Ketika dirumah ada TV, kulkas, tape, dan benda-benda elektronik lainnya maka secara langsung pemilik rumah tersebut akan dianggapnya sebagai seorang yang sudah sukses dan sejahtera.
Kurikulum 2013 tergantung ketersediaan listrik
Bila melihat dokumen kurikulum 2013, pembelajaran dilaksanakan dengan sistem pengintegrasian alat IT ke semua mata pelajaran. Pengintegrasian tersebut seperti penggunaan infokus untuk presentase, komputer untuk penelusuran referensi di internet dan pembuatan laporan hasil kerja dan lain sebagainya. Tentu sarana dan prasarana pendukung pembelajaran di maksud membutuhkan ketersediaan pelayanan dari PLN sebagai operator penyedia jasa kelistrikan. Memang ada sebagian pendapat bahwa tanpa layanan listrik, kurikulum 2013 tetap akan berjalan tetapi hasilnya tidak akan maksimal jika dilihat dari sudut pandang hasil. Maksudnya semakin optimal penggunaan sarana dan prasarana IT, akan semakin tinggi pula kualitas hasil yang diperoleh.
Kalau dari sudut pandang sosial masyarakat, banyak kasus yang melemahkan pelaksanaan pendidikan. Mulai dari waktu belajar siswa, siswa yang berdomisili di daerah yang terdapat layanan listrik jauh lebih tinggi kesempatan belajarnya dibandingkan dengan siswa yang berdomisili didaerah tanpa layanan listrik. Pengaruh ekonomi masyarakat yang rendah menuntut siswa untuk mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang layak menjadi terbatas, hal ini sangat bertentangan dengan tuntutan kurikulum 2013 yang mengedepankan keaktifan siswa untuk menemukan sumber-sumber belajar atau referensi guna mendukung pembelajaran di sekolah.
Model pembelajaran yang terdapat pada kurikulum 2013 yang umumnya menggunakan cooperative learning sangat tepat dilaksanakan pada daerah-daerah yang memiliki layanan listrik. Jam diskusi siswa dapat dilaksanakan dimalam hari karena adanya lampu penerang jalan sehingga tidak mengakibatkan ketakutan pada siswa, coba anda bayangkan kalau daerah anda tidak terdapat listrik, pasti sepakat ketika jam sudah menunjukkan waktu 07.00 malam, suasana sudah sunyi senyap kata orang kota, aktifitas masyarakat sudah berhenti karena semua sudah istrahat, siswa-siswa takut berjalan malam karena gelap, sehingga mengurangi waktu belajarnya terutama bila ingin belajar secara berkelompok atau diskusi kelompok.
M.Z. Amirul Tamim, M.Si, mantan Walikota Baubau pernah mengatakan bahwa “untuk membangun dunia pendidikan tidak dapat dilakukan hanya membangun pendidikannya itu sendiri, namun semua unsur penunjangnya seperti, kesehatan, transportasi, keamanan, dan juga termasuk listrik harus dibangun terlebih dahulu”. Tanpa ketersediaan fasilitas penunjang dimaksud, dapat mengurangi target pencapaian kompetensi peserta didik bahkan akan menghambat kemajuan di dunia pendidikan. Inilah tugas utama dan wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah jika daerah tersebut ingin mengedepankan peningkatan kualitas hidup masyarakatnya. Kualitas hidup masyarakat yang baik hanya bisa dicapai dengan jalan pembentukan SDM berkualitas melalui pendidikan baik formal maupun non formal.
Belum ada tanggapan untuk "Korelasi antara PLN dan Kualitas Pendidikan"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung