Pelaksanaan PLPG tahun 2016 direncanakan dilaksanakan selama
satu semester untuk guru tingkat SD/MI, selama dua semester bagi guru yang
mengajar pada tingkat SMP, SMA dan SMK. Adapun biaya selama mengikuti PLPG
ditanggung oleh guru itu sendiri. Menurut pihak kementerian pendidikan dan
kebudayaan, seorang guru harus menanggung biaya 7 juta rupiah untuk satu
semester. Jadi kalau dua semester, biaya yang ditanggung adalah sebesar 14 Juta
rupiah.
14 Juta rupiah bukanlah uang yang sedikit bagi guru,
pengalaman telah memberitahukan kepada kita bahwa sebagian besar guru harus
menggadaikan SK-nya di Bank hanya untuk mendapatkan sejumlah uang yang nilainya
sebesar belasan juta. Butuh beberapa tahun untuk melunasinya melalu gaji.
Pada tahun-tahun sebelumnya, sebagian besar peserta PLPG
telah menggadaikan gajinya di Bank. Kehadiran sertifikasi mampu merubah
wajah-wajah guru, dari tertekan oleh biaya hidup menjadi lega karena tunjangan
sertifikasi mampu menutupi biaya hidup yang ditanggung oleh guru.
Keputusan pemerintah untuk menyerahkan pembiayaan PLPG
kepada guru diyakini akan menurunkan jumlah peserta PLPG. Guru mungkin akan
berpikir ulang untuk mengikuti PLPG karena ketidaktersediaan dana atau biaya.
Jika saya di tanyakan, apakah keputusan pemerintah
menyerahkan pembiayaannya kepada guru akan efektif? Hal ini butuh analisis yang
mendalam. Salah satu variabel yang bisa dijadikan acuan adalah hasil UKG.
Rata-rata perolehan guru yang mengikuti UKG 2015 adalah antara 30 sampai dengan
50. Hanya sedikit guru yang memperoleh nilai diatas 50, jika diteliti lagi maka
akan ditemukan bahwa dari yang sedikit guru yang memperoleh nilai di atas 50
merupakan guru-guru yang belum memperoleh sertifikasi. Artinya sebagian besar
guru yang telah memperoleh sertifikasi mendapatkan nilai di bawah 50.
Masalah lain kemudian muncul, bahwa rata-rata guru yang
telah mendapatkan sertifikasi adalah mereka yang telah dinyatakan “LULUS”
mengikuti PLPG. Sekarang mari kita lihat materi yang di berikan selama PLPG.
Pada umumnya materi yang diberikan adalah mengenai pedagogik, hasil UKG 2015
telah menjelaskan bahwa perolehan nilai pedagogik guru sangat rendah, artinya
PLPG yang dilaksanakan selama ini “tidak berhasil”.
ASN dengan Tunjangan
Kinerjanya
Diawal saya sudah jelaskan bahwa sebagian besar guru yang
dinyatakan memperoleh angka diatas 50 berdasarkan UKG 2015 merupakan guru yang
belum mendapatkan sertifikasi. Kalau pemerintah tetap menerapkan pembiayaan
PLPG ditanggung oleh guru, kemungkinan arus perpindahan guru ke struktural akan
meningkat. Guru yang pindah ke struktural tentunya adalah guru yang belum
memperoleh sertifikasi pendidik.
Pertimbangannya adalah untuk mendapatkan sertifikasi guru
yang pada akhirnya nanti berubah nama menjadi tunjangan kinerja harus melalui
proses PLPG, sementara tunjangan kinerja di struktural dapat diperoleh hanya
berdasarkan grade. Kemudahan inilah yang akan menarik guru yang belum
mendapatkan tunjangan sertifikasi berpindah ke struktural.
Bagaimana dengan kompetensi guru yang belum mendapatkan
sertifikasi? Hasil UKG 2015 sudah bisa dijadikan sebagai gambaran. Keputusan
pemerintah dapat disimpulkan sebagai upaya untuk memaksa guru yang belum
mendapatkan sertifikasi dengan kompetensi sesuai yang diharapkan harus
meninggalkan profesinya sebagai guru.
Kalau ini terjadi, dunia pendidikan akan semakin suram dan
tidak jelas arahnya. Orang-orang yang memiliki kompetensi tinggi lebih memilih
menjadi pegawai struktural ketimbang guru yang selalu di obok-obok dengan
berbagai aturan.
Bagaimana dengan pelaksanaan
kurikulum?
Guru yang telah memiliki masa kerja cukup lama biasanya
tidak terlalu memperhatikan kurikulum, prinsipnya adalah penuhi saja kewajiban
mengajar. Sebagian besar guru yang paham kurikulum adalah guru yang mampu
mengoperasikan alat TIK seperti komputer atau laptop, sementara kalau mau
jujur, guru di Indonesia di dominasi oleh guru-guru yang tidak mampu
mengoperasikan alat TIK. Pada umumnya mereka adalah guru-guru yang telah
memiliki masa kerja cukup lama, dan perlu di ketahui adalah bahwa guru yang
telah memiliki masa kerja yang cukup lama adalah guru-guru yang talah
mendapatkan sertifikasi pendidik.
Jika demikian, apakah pelaksanaan kurikulum akan berhasil? Tentunya
ini menjadi tantangan pemerintah untuk menemukan solusinya. Kegagalan penerapan
kurikulum selama ini bukanlah karena faktor kurikulumnya tetapi lebih pada
faktor guru yang belum mampu memahami kurikulum. Cobalah di tanyakan bagaimana
hubungan SKL, SI, Standar proses, dan penilaian dengan proses pembelajaran? Hanya
sedikit guru yang mampu menjawabnya. Selebihnya, mungkin akan kesulitan.
Dasarnya adalah hasil evaluasi kemdikbud yang berujung pada penundaan
pelaksanaan kurikulum 2013 dan UKG 2015.
Kesimpulan
Menyerahkan biaya PLPG kepada guru bukanlah cara bijak,
keputusan itu akan berimplikasi pada arus guru yang berpindah ke struktural. Beberapa
guru yang berprestasi yang belum mendapatkan sertifikasi lebih memilih
struktural sebagai tujuan demi memperbaiki kesejahteraannya.
Kalaupun pemerintah memperketat perpindahan guru, maka efek
negatifnya adalah dapat menurunkan motivasi mengajar guru. Hal ini tentunya
juga berpengaruh pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Semangat untuk
menciptakan perubahan dan inovasi di dunia pendidikan menjadi redup karena
mereka hanya menjadi penonton atas hegemoni yang diterima oleh pegawai
struktural dengan tunjangan kinerjanya dan guru-guru yang telah mendapatkan
sertifikasi pendidik.
Sementara disisi lain, mereka hanya hidup dengan
keterbatasannya. Ingin memperbaiki kesejahteraannya harus menyiapkan setumpuk
uang yang nilainya tidak sedikit, bayangkan butuh lima tahun untuk mencicilnya
di Bank, saya fokus menyebut Bank karena hanya itulah tempat pelarian
terfavorit guru mendapatkan uang. Secara sederhana mungkin bisa dikatakan bahwa
uang itu sangat kecil apabila sudah selesai mengikuti PLPG, tetapi kenyataan
tidak sesuai dengan harapan. Pembayaran sertifikasi guru selalu tertunda-tunda,
sementara pihak Bank konsisten dengan waktu pembayaran cicilan, artinya apabila
PLPG di ikuti maka sama saja dengan memiskinkan guru. Tentunya sekali lagi akan
berimbas pada motivasi mengajar guru.
Belum ada tanggapan untuk "Guru harus membayar 14 Juta Rupiah Untuk Mendapatkan Sertifikasi Pendidik sejak januari 2016"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung