Beranda · Pendidikan · Politik · Pemerintahan · Kesehatan · Ekonomi · Life · Manajemen · Umum

Ternyata usiaku tidak muda lagi

Kehidupan yang serba bebas, serba terpenuhi, menyenangkan bahkan setiap harinya saya lalui dengan penuh kebahagiaan membuat aku lupa akan waktu. Aku tidak pernah berhitung berapa usiaku sekarang?

Kesadaranku timbul takkala aku mau menikah, aku harus berhitung usia untuk mengisi kolom usia pada selembar formulir, ternyata usiaku sudah menginjak 34 tahun, bukanlah usia yang menguntungkan karena banyak tugas dan tanggung jawab menanti setelah menikah dimana membutuhkan kehadiranku sebagai kepala rumah tangga.

Kalau ada rejeki maka maksimal 2 tahun kedepan saya sudah punya anak, kemudian bila umur panjang maka sekitar 20 tahun kedepan anakku sudah menyelesaikan pendidikannya di SMA, 20 tahun kedepan usiaku sudah menjadi 54 tahun. Pada usia ini masihkah aku sanggup memenuhi kebutuhan rumah tanggaku?

Dalam hitunganku, pada usia 60 tahun ke atas, anakku baru menyelesaikan studinya di perguruan tinggi, ini menunjukkan bahwa kalau aku PNS maka pada saat itu aku sudah masuk pada usia pensiun. Pertanyaannya! Bagaimanakah dengan anak kedua dan ketiga saya?

Ternyata kehidupan yang serba bebas selama bujang hanya menguntungkan takkala kita belum berumah tangga namun semuanya akan berbuah penyesalan apabila kita sudah berumah tangga. Terlalu banyak waktu terbuang percuma ke hal-hal yang sia-sia, sementara kesenangan, kebahagiaan dan kebebasan yang sebenarnya adalah pada saat kita sudah berumah tangga.

Apa yang kita cari selama bujang semuanya tersedia pada saat kita telah berumah tangga, mau cari perempuan atau laki-laki sudah ada yakni istri atau suami. Mau ingin dihibur, pasangan kita siap menghibur, mau ingin jalan-jalan maka pasangan siap menemani. Mau berbagi cerita suka dan duka, pasangan siap mendengar. Bahkan ada kebutuhan yang tidak dapat kita penuhi saat bujang dapat di peroleh setelah menikah. Lalu tunggu apalagi, menikahlah selagi usia kita belum terlambat.

Penyesalan datangnya belakangan, namun kita tidak pernah belajar dari orang-orang terdahulu, kita terjebak pada pengertian sesat bahwa nikmati masa mudamu dengan kesenangan. Kita tidak pernah tahu bahwa penderitaan lebih berat dialami masa tua ketimbang masa muda, banyak orang ingin kembali ke masa muda, namun itu tidaklah mungkin terjadi. Bagi yang masih muda, manfatkanlah masa muda mu untuk kenikmatan di masa tua.

Cobalah untuk di renungkan, fisik mulai lemah, tidak kuat lagi bekerja sementara anak membutuhkan berbagai kebutuhan yang harus di penuhi oleh kita sebagai orang tua. Lowongan kerja diprioritaskan untuk orang-orang yang masih energik, tampan atau cantik, cepat dan tanggap sementara kita datang dengan rambut beruban, keriput, mata rabun dan bahkan sudah mulai pikun. Apakah dengan kondisi ini kita diterima bekerja? Mungkin saja itu terjadi khusus pekerjaan yang berhubungan dengan kotoran atau sampah. Tetapi pekerjaan-pekerjaan yang meninggikan gengsi tidak akan menjadi milik kita sebagaimana kebiasaan di waktu muda, bersih, tampan atau cantik, dan lain sebagainya. Olehnya itu, sadarilah bahwa usia kita semakin hari semakin bertambah, untuk kemudian kita hanya berharap pada uluran tangan dari anak-anak kita kalau mereka masih mau merawat kita jika tidak maka sampai akhir hayat, derita menjadi selimut, tangisan sesal menjadi lagu mengiringi kematian kita yang juga belum tentu menjadi khusnul khatimah.

Artikel keren lainnya:

Mengikat tali pendidikan

Pendidikan ibarat beberapa utas tali, tugas guru bersama orang tua dan pemerintah adalah menyambung tali itu. Semakin baik cara menyambungnya maka semakin kokoh dunia pendidikan, semakin berkualitas output yang dihasilkan. Dengan demikian, tidak ada keraguan untuk menitipkan bangsa dan negara ke pundak mereka.

SD, SMP dan SMA adalah tali pendidikan, rangkaian ini harus disimpul dengan baik, berkesinambungan dan konsekuen. Ketiganya merupakan jenjang yang saling menguatkan, dibutuhkan kesatuan visi dan misi, dan pelaksanaannya senantiasa berpedoman pada kurikulum pendidikan nasional.

Mengelola dunia pendidikan diperlukan kerjasama semua bidang. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru dan orang tua, pendidikan memerlukan dukungan pemerintah, pendidikan juga mengharapkan kontribusi dari pihak swasta. Semua harus bekerja memikirkan dan mengembangkan kualitas masyarakat khususnya pada usia sekolah atau pendidikan dasar.

Semua aspek kehidupan perlu di dorong untuk terlibat aktif menciptakan suasana dan situasi pendidikan. Misalnya PLN memastikan listrik tidak padam pada saat proses belajar mengajar berlangsung, PAM menjamin distribusi air bersih untuk MCK, dinas kesehatan mengontrol dan memeriksa secara berkala kondisi fisik siswa, kepolisian menjamin rasa aman dan ketentraman, dan lain sebagainya.

Secara kualitas, pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata harapan dan itu sudah terjadi sejak lama maka tidaklah salah apabila dunia pendidikan ditempatkan sebagai masalah terbesar yang dihadapi oleh bangsa ini. Olehnya itu perlu dirumuskan rencana kontijensi, sebuah rencana yang harus dieksekusi secepatnya dengan melibatkan semua pihak untuk bekerja penuh guna mengembalikan Indonesia sebagai negara yang kualitas pendidikannya dapat bersaing dengan Finlandia. Sebagaimana kita ketahui bahwa Finlandia merupakan negara yang menempati peringkat pertama dunia bidang pendidikan.

Pemerintah sudah harus menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama pembangunan, dampak ketidakseriusan penanganan dunia pendidikan adalah tidak siapnya generasi bangsa menyongsong globalisasi semua bidang, kita menjadi ketergantungan dengan tenaga kerja asing, sehingga kita mudah digoyang dan dirongrong dari dalam maupun dari luar.

Kedaulatan bangsa kita khususnya bidang pendidikan tergantung bagaimana upaya kita menyambung tali pendidikan, semua unsur harus terlibat aktif ke dalam proses pendidikan. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Artikel keren lainnya:

Aku yang belajar bukan anda

Saya terhentak ketika anakku mengatakan "aku yang belajar bukan kamu". Kenapa begitu mudahnya dia mengatakan demikian sementara saya sedang membimbingnya belajar mewarnai obyek. Cepat saya melakukan refleksi cara saya membimbing, ternyata memang benar saya salah membimbing, saya lebih banyak mengintervensi kreativitasnya, saya terlalu mengatur menentukan warna. Saya pun sadar bahwa dia yang belajar bukan saya.

Indonesia sedang belajar, belajar berdemokrasi, belajar menguasai teknologi yang dikenal dengan transfer ilmu, belajar bertoleransi, belajar mengerti kesulitan dan tekanan rakyatnya, belajar memperbaiki diri dan bersolek atau merias diri, belajar menyempurnakan tatanan kehidupannya serta belajar banyak hal untuk membawa negara ini menuju kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya.

Masalahnya sekarang adalah tidak sekalipun penyelenggara negara berteriak seperti yang dilakukan oleh anakku "kami yang belajar bukan anda". Terhitung sudah 70 tahun Indonesia merdeka, tenaga ahli di semua bidang terutama bidang industri, ekonomi dan pertahanan keamanan serta bidang-bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh asing. Bahkan kini pekerjaan yang seharusnya milik masyarakat Indonesia mulai di isi oleh tenaga kerja asing termasuk pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.

Kalau fenomena ini terus terjadi dan berlanjut maka Indonesia tidak akan pernah "berdikari", Indonesia akan terus ketergantungan. Dengan demikian walaupun Indonesia telah merdeka tetapi Indonesia masih jauh dari kata "berdaulat" apalagi mengharapkan keadilan dan kemakmuran. Oleh karena itu mari kita bersatu untuk mengatakan KAMI YANG BELAJAR BUKAN ANDA.

Artikel keren lainnya:

Ketika aku bangun dari tidur, dimanakah aku?

Terlalu sederhana untuk dipahami, namun kesederhanaan menjebak kita kepada kealpaan memahami dan mengerti  arti hidup itu sendiri. Perjalananku menuju tujuan menghadapi berbagai rintangan, ketika ku tersadar barulah aku kaget karena ternyata negeriku tidak ku kenal  lagi.

Rasa mengantuk mengalahkan alam sadarku maka akupun tertidur. Pada saat terbangun entah hanya mimpi atau dalam keadaan sadar, tampak hal baru didepan mata. Jalanan yang dulunya sepi kini begitu ramai, ada wajah lelah, lesuh, ada pula yang sedih, tidak ada kegembiraan seperti yang dijanjikan. Ditangan mereka terselip koran harian kota, menariknya! Lembaran-lembaran berita dijadikan alas duduk, sedangkan yang di pertahankan hanyalah yang berisi tentang lowongan kerja. Kenapa bang? Habis saya di PHK! Jawab salah seorang dari sekian banyak yang kebetulan bernasib sama dengan orang di depanku.

Ketika aku tiba di persimpangan jalan, aku pun bingung dengan papan penunjuk jalan, banyak nama jalan yang mendadak berubah, belum lama terpasang sudah di ganti lagi, katanya sulit di hafal sehingga menurunkan kepercayaan orang untuk membuka bisnis di lokasi itu. Perubahan itu tentunya kembali merubah papan-papan nama yang terdapat di daerah itu. Saya yang memiliki daya ingat rendah semakin kesulitan walaupun itu adalah negeriku sendiri.

Semakin jauh aku melangkah semakin aku merasa ini bukan negeriku, negeri dimana aku dilahirkan, dibesarkan, negeri yang telah memenuhi catatan harianku dengan sederet daftar kenangan terindah. Negeri yang rakyatnya sangat ramah, beradab, tidak ingkar janji, negeri yang sangat mencintai rakyat kecil, negeri yang berani berkorban dengan menjamin kebutuhan rakyatnya dengan harga murah tetapi tetap mengedepankan mutu dan kualitas.

Agar perjalananku tidak tersesat maka akupun bertanya pada orang-orang yang kutemui. Melalui mereka aku semakin yakin bahwa aku kembali tertidur. Entah karena hari sebelumnya terlalu bekerja keras menguras tenaga dan energi sehingga rasa mengantukku melupakan semua daya ingatku atau karena aku kini terlalu berharap untuk bekerja keras melebihi hari sebelumnya, melebihi kemampuanku sehingga aku hanya bisa berkata aku mau kerja tetapi bingung mau mengerjakan apa. Semoga aku hanya menyalahkan diriku sendiri, karena aku sadar bahwa ini adalah perjalananku, bukan perjalanan orang lain, ini adalah kemauanku bukan karena terpaksa atau di paksa, ini adalah tanggung jawabku maka aku harus buktikan tiap-tiap kata hatiku yang manis.

Tiba-tiba aku dicegat oleh orang-orang yang berwajah kebencian dan permusuhan. Aku digeledah, aku diperiksa kemudian akupun ditahannya, aku disangkakan dengan berbagai macam tuduhan. Kini akupun merasa kenyamananku dan kebebasanku telah dirampas, apakah ini cara agar aku kembali mengingat masa laluku ataukah agar aku  tidur saja membiarkan diriku terus melaju menuju tujuanku? Tiba-tiba aku terbangun kembali, ternyata cuma mimpi saja.

Aku bersyukur kepada Allah SWT, Tuhan yang maha esa. Kuraih remot televisi, hendak berniat nonton berita, aku kagum menyaksikan reporter dan presenter mengulas informasi dengan lengkap. Tidak ada keraguan yang terpancar dari wajahnya, berita yang di suguhkan disertai dengan fakta-fakta yang akurat sehingga meyakinkan bagi kita akan kebenaran informasi itu. Pada babak berikutnya, ada yang mendebat informasi tadi, diulasnya dengan cara dan pandangan yang baru, berusaha mengaulir informasi pertama. Aku menjadi terdiam, aku kagum karena keberanian mereka menyebar berita bohong, walaupun diantara berita itu ada benarnya namun tampaknya mereka menikmati perdebatan itu.

Berita berikutnya membuat aku tercengang, para pejabat saling berdebat di bawah pimpinan yang sama, sepertinya negara kehilangan komando. Ada lagi pejabat berlagak preman, berkelahi di ruang sidang. Kalau benar mereka bekerja untuk rakyat, mengapa harus adu jotos? Rakyat hanya meminta kenyamanan, keamanan, harga murah, dan semua kebuhan pokok tersedia serta terjangkau. Benarkah mereka bekerja untuk rakyat?

Perjalananku masih jauh, masih banyak pemandangan yang akan kutemui, masih banyak bagian-bagian dari negeriku yang hilang dari dalam ingatanku. Semoga kedepan aku bisa merajut kembali masa laluku dan melukis wajah masa depanku dengan sebaik-baiknya.

Artikel keren lainnya:

Berpikirlah sebelum badan anda menjadi gemuk

Saya salah seorang yang berbadan gemuk, badan saya mulai gemuk setelah saya menikah empat tahun yang lalu. Ternyata apa yang saya alami juga terjadi pada sebagian orang. Sehingga seolah-olah menikah sebagai sumber sebab dari kegemukan. Benarkah itu?

Kegemukan bukan karena faktor menikah, banyak orang yang bertubuh gemuk belum menikah. Saya kira anda juga sepakat dengan saya bahwa menikah bukan faktor yang membuat orang gemuk.

Kalau anda belum gemuk, dan berencana mau gemuk maka saya menyarankan untuk membatalkan niat tersebut. Bagi anda yang memiliki kebiasaan pemicu kegemukan maka bersegeralah untuk merubahnya karena bertubuh gemuk merupakan beban atau masalah. Berikut beberapa pengalaman pahit yang saya alami.

1. Pakaian
Mencari pakaian yang pas buat tubuh kita sangat terbatas, kita tidak dapat menikmati macam-macam model. Pakaian dapat berupa sepatu, celana, baju, dan lain sebagainya. Semua itu tidak dapat kita nikmati, kita hanya bisa menyaksikan orang lain, kita hanya bisa memendam keinginan tanpa bisa berbuat.

2. Cepat lelah
Kegemukan membuat kita cepat lelah, capek, dan bahkan menjadi malas bekerja.

3. Gerak Menjadi terbatas
Kegemukan membuat kita terbatas, badan susah digerakkan sehingga orang gemuk banyak mengalami kegagalan pada pekerjaannya.

4. Susah hamil
Bagi perempuan, kegemukan dapat berimplikasi pada kemandulan. Perempuan mengalami kesulitan hamil.

5. Kelainan perut
Kegemukan membuat perut kita menjadi buncit, terjadi penumpukan lemak di bagian perut yang mengakibatkan gangguan sistem pencernaan. Terganggunya sistem pencernaan berpengaruh pada tidak maksimalnya kerja sistem lain dalam tubuh kita.

Terlalu banyak efek negatif yang terdapat pada tubuh kita, kesehatan sering terganggu, daya tahan tubuh menurun, kerja organ tubuh meningkat, dan membuat kita tidak dapat mengontrol emosi.

Artikel keren lainnya:

Belajarlah mengerti perasaan pasangan sahabat kita

Seorang istri mengeluh karena dianggap bersalah oleh para sahabat suaminya. Dia dituduh telah membatasi gerak suaminya, terlalu mengatur suaminya bahkan memisahkan suaminya dari para sahabatnya. Dalam hal ini salahkah istri?

Jika suami mengalami perubahan dalam pergaulan setelah menikah, bagi mereka yang belum memahami hak dan kewajiban berumah tangga akan menyalahkan istrinya. Namun bagi mereka yang paham dengan kehidupan rumah tangga pasti dapat memahami perubahan tersebut.

Kehidupan rumah tangga berbeda dengan saat kita masih bujang. Hubungan dengan orang lain mulai ada batasannya, sudah menjadi kewajiban bagi yang berumah tangga untuk berubah.

Bagi yang belum menikah harus paham bahwa sahabat kita yang sudah menikah sebagian jiwanya sudah menjadi milik pasangannya. Jadi pasangan sahabat kita berhak untuk mengatur, membina, mengawasi dan bahkan membatasi ruang gerak sahabat kita. Dan kitapun harus bisa menerima apabila sahabat kita mengalami perubahan pergaulan dengan kita.

Kalaulah anda pernah mengucapkan kata-kata yang bernada menyalahkan pasangan dari sahabat kita maka segeralah untuk meminta maaf. Kalau anda sayang dengan sahabat maka janganlah menyakiti hati pasangannya, menyakiti hati pasangannya sama saja menyakiti sahabat kita sendiri.

Memang benar bahwa persahabatan terbangun karena adanya saling memiliki, saling berbagi dalam suka dan duka, saling merasakan kesulitan dan itulah pentingnya kehadiran sahabat. Tetapi itu salah satu bagian dari hidup ini, bagian dimana kita masih hidup sendiri. Sementara di bagian lainnya, kita sudah menjadi milik orang lain, milik pasangan kita, suka dan duka di lalui bersama pasangan. Olehnya itu, pasangan berhak atas pasangannya, berhak membuat pasangannya ke kehidupan yang lebih bahagia. Inilah kehidupan berumah tangga, dan ini pula yang menjadi pembatas terhadap para sahabat.

Jadi belajarlah untuk menerima perubahan sahabat kita setelah menikah. Jangan mempertahankan kebiasaan seperti sebelumnya, karena hanya akan membuat sahabat kita terpuruk, jagalah rumah tangga sahabat kita dengan memahami perubahannya dan jangan menyalahkan pasangannya atas perubahan tersebut. Sahabat yang baik adalah sahabat yang mampu membuat sahabatnya tersenyum termasuk pasangannya bagi yang sudah menikah.

Artikel keren lainnya:

Yang harus dilakukan orang tua saat salat bersama anak usia dini

Mendidik anak usia dini untuk melaksanakan shalat sangat baik, usia dini merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai religius.

Shalat fardu yang didirikan lima kali sehari semalam, pelaksanaannya ada yang di tinggikan suara dan ada pula yang hanya dalam hati misalnya salat ashar dan lohor. Kadang kala orang melaksanakan salat fardu lainnya dengan suara dalam hati.

Pada saat melaksanakan salat yang bacaannya dilakukan dalam hati atau tidak bersuara oleh sebagian orang terdengar seperti cuap-cuap. Permasalahannya adalah bagi anak usia dini didengarnya seperti cuap-cuap biasa sehingga kadang kala mereka mempraktekkan salat dengan hanya cuap-cuap juga.

Belajar dari respon anak usia dini ini maka sebaiknya orang tua atau orang dewasa meninggikan suaranya kalau ada anak usia dini pada saat mendirikan salat. Dasarnya adalah anak usia dini cenderung mengikuti gerak dan ucapan orang dewasa, karena pada saat itulah waktu yang tepat bagi mereka untuk belajar.

Artikel keren lainnya:

Membuat keputusan yang tepat

Kita selalu diperhadapkan pada beberapa pilihan, butuh kecermatan untuk mengambil keputusan yang tepat. Keputusan akan menentukan hidup kita selanjutnya atau proses maupun tahapan berikutnya, Dengan demikian keberhasilan untuk mencapai tujuan tergantung keputusan kita saat ini. Yang menjadi masalah kita semua adalah bagaimana mengambil keputusan yang tepat pada saat kesulitan atau tekanan dihadapan kita.

Kalau anda di berikan sebungkus barang yang bergambar biskuit, apakah anda akan menyimpulkan bahwa barang tersebut adalah biskuit? Kalau itu yang terjadi maka anda harus membaca artikel ini sampai selesai.

Sebungkus barang yang bergambar biskuit belum tentu biskuit, bisa saja di dalam bungkusan itu berisi yang lain. Atau misalnya anda diberikan oleh sekotak yang bergambar kue kering, apakah hanya berdasarkan gambar yang kita lihat dari satu sisi kotak sudah dapat disimpulkan bahwa isi kotak itu adalah kue kering? Bagaimana kalau pada sisi kotak yang lainnya bergambar ikan, sisi lainnya bergambar tisu, dan pada sisi lainnya bergambar pulpen. Apakah kesimpulan anda?

Permasalahan di atas, untuk menarik kesimpulan yang tepat adalah dengan membuka kotaknya. Isi dari kotak itulah kesimpulan yang tepat untuk memutuskan bahwa kotak ini adalah kotak kue kering atau ikan atau tisu ataukah pulpen atau kotak yang berisi lainnya.

Jadi untuk membuat keputusan yang tepat adalah dengan cara memahami dan mempelajari terlebih dahulu bentuk permasalahannya. Memandang permasalahan tidak hanya pada satu sisi saja tetapi dari semua sisi untuk menemukan inti dari permasalahan yang dihadapi. Barulah kemudian kita bisa memutuskan pilihan mana yang tepat, atau bentuk keputusan apa yang terbaik atas kesulitan atau tekanan yang kita hadapi.


Yang perlu diperhatikan adalah sifat dari keputusan, keputusan selalu relatif. Tidak semua keputusan yang diambil dapat diterima oleh orang lain, tetapi keputusan yang terbaik dan tepat adalah keputusan yang memiliki resistensi kecil atau dampak negatif yang paling minimal.

Artikel keren lainnya:

Masyarakat Indonesia rindu kasih sayang

Mengapa sinetron begitu menarik bagi ibu rumah tangga? Inilah yang perlu disikapi oleh semua orang. Jangan sampai perilaku ini di dorong oleh perubahan paradigma sosial masyarakat. Ada apa dengan masyarakat masa kini?

Tingginya persaingan hidup dan berkurangnya kesempatan untuk mendapatkan penghidupan yang layak membuat masyarakat berjuang di tengah tekanan dan kesulitan. Pada saat tertentu timbullah rasa bosan dan putus asa, masyarakat menjadi kelelahan mengejar masa depannya.

Pada situasi ini, sangat rentan timbulnya konflik sosial minimal konflik dalam rumah tangga yang melibatkan suami dan istri, anak dan orang tua bahkan anak dan anak itu sendiri.

Ditengah konflik yang terjadi, timbullah harapan seperti mendambakan kasih sayang. Dambaan ini tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata, disinilah kehadiran sinetron sangat diterima, cerita sinetron mampu mempengaruhi jiwa-jiwa penontonnya karena cerita yang ditonjolkan adalah gambaran sebuah mimpi yang didambakan.

Apakah gemar nonton sinetron hanya milik ibu rumah tangga?

Saya menyaksikan bahwa ternyata gemar nonton sinetron sudah tidak mengenal batas usia dan pekerjaan. Di kantor-kantor topik pembahasan di dominasi oleh ulasan tentang sinetron. Ini menunjukkan bahwa gemar sinetron telah mengglobal, artinya masyarakat Indonesia merindukan situasi seperti yang digambarkan dalam sinetron.

Dalam kehidupan nyata, berbagai informasi atau fakta menguatkan bahwa kasih sayang, toleransi, saling menghormati, empati dan tolong menolong telah hilang bersamaan dengan menguatnya faham liberal. Kehidupan yang indah, harmonis dan keluarga sakinah sudah jarang ditemui di lingkungan masyarakat modern.

Sehingga kecenderungan masyarakat Indonesia gemar nonton sinetron adalah bentuk kerinduan akan kehidupan saat ini ditengah kesulitan dan tuntutan hidup yang tinggi. Gemar nonton sinetron merupakan akibat dari gaya hidup modern yang liberal.

Artikel keren lainnya:

Siapa saja orang yang sia-sia?

Tuhan menciptakan kita dalam keadaan yang paling sempurna, kesempurnaannya bukan saja dalam bentuk tubuh tetapi semua yang berhubungan dengan hidupnya. Segala kebutuhan disempurnakan oleh Tuhan, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia hidup di dunia sudah memiliki masa depan masing-masing dan sudah memiliki tujuan sendiri-sendiri.

Tetapi dalam perkembangannya, nasib manusia berbeda-beda, perbedaan yang diterima kadang dianggap sebagai karunia yang mendorong manusia selalu bersyukur dan ada juga yang tidak menerima nasibnya sehingga timbullah rasa putus asa, memandang dunia menjadi sempit, sehingga memberi dia kesimpulan bahwa hidupnya sia-sia.

Jadi orang yang sia-sia adalah orang yang memandang hidup ini dengan pesimis, semua tantangan dan cobaan dianggap sebagai nasib buruk. Karena pikirannya sempit dan picik sehingga orang yang seperti ini hanya melihat sesuatu dari satu sudut saja, padahal kesempatan menjadi lebih baik tersedia di sudut lain kalau mereka mau memalingkan wajahnya ke sudut itu.

Bandingkan dengan orang yang optimis dalam melihat segala sesuatunya, mereka menganggap semua yang diterimanya baik tantangan maupun cobaan sebagai sesuatu yang terbaik, apa yang diperolehnya sebagai persembahan terbaik. Sehingga orang yang memiliki optimisme mampu mengelola pikirannya untuk merubah tantangan maupun cobaan sebagai potensi dan kapasitas untuk menempatkannya ke tempat yang diharapkan.


Yang harus dipahami adalah jalan kita mungkin berbeda-beda, masing-masing orang memiliki jalan sendiri-sendiri tetapi semua jalan itu bermuara pada tempat yang sama yakni tujuan. Bagi orang yang berpikir, mereka menyadari jalan yang dilaluinya akan mengantarkannya kepada tujuan sebaliknya bagi yang tidak berpikir maka jalan yang dilaluinya ibarat jalan buntu, dihadapannya bagaikan tembok, semakin berjalan semakin tinggi rasa putus asanya, melihat orang lain berhasil timbul rasa iri, dengki, dan bahkan dendam atau timbul rasa tidak percaya pada Tuhan.

Artikel keren lainnya: