Arti yang orisinil dari bangkrut atau pailit adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung untuk mengelabui pihak krediturnnya (Black, Henry Campbell, 1968 : 186)
Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa yang dimasud dengan pailit atau bangkrut antara lain adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bangkrut, dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnnya (Abdurrachman A., 1991 : 89).
Namun demikian, umumnya orang sering menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta debitur agar tercapainya perdamaian antara debitur dan para kreditur atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara para kreditur.
Pasal 1 dari Undang-Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998 menyatakan sebagai berikut :
(1) Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. “dinyatakan pailit” (bukan “dapat dinyatakan pailit”) oleh keputusan pengadilan yang berwenang (dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga) sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya;
(2) Permohonan sebagaimana dmaksud dalam ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum;
(3) Dalam hal menyangkut debitur yang merupakan bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia;
(4) Dalam hal menyangkut debitur yang merupakan perusahaan efek, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
Dari ketentuan dalam pasal 1 seperti tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut :
a) Adanya hutang;
b) Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;
c) Minimal satu dari hutang dapat ditagih;
d) Adanya debitur;
e) Adanya kreditur;
f) Kreditur lebih dari satu;
g) Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan Niaga”;
h) Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang, yaitu :
1. Pihak debitur
2. Satu atau lebih kreditur
3. Jaksa untuk kepentingan umum
4. Bank Indonesia jika debiturnya bank
5. Bapepam jika debiturnya perusahaan efek
i) Dan syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang Kepailitan.
j) Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim “menyatakan pailit”, bukan “dapat menyatakan pailit”. Sehingga hal ini kepada hakim tidak diberikan ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada kasus-kasus lainnya, sungguhpun limited defence masih dibenarkan, mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktian yang sumir (vide Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang kepailitan). (Munir Fuady, 1999 : 07)
Contoh hipotesis tentang kewenangan jaksa yang mempailitkan seorang debitur untuk kepentingan umum misalnya ada penipuan di bidang bisnis oleh seseorang yang telah banyak jatuh korban secara finansial, maka dalam hal ini jaksa dapat bertindak mempailitkan si penipu tersebut untuk kemudian mengembalikan uang hasil tipuannya kepada kreditur-krediturnya, dalam hal ini orang-orang yang telah ditipunya.
Para Pihak yang Terlibat dalam Proses kepailitan
1. Pihak Pemohon Pailit
Salah satu yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak pemohon pailit, yakni pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke pengadilan, yang dalam perkara biasa disebut sebagai pihak penggungat.
Menurut Undang-Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998 (Pasal 1) maka dapat menjadi pemohon dalam suatu pailit adalah salah satu dari pihak berikut ini :
a) Pihak debitur itu sendiri;
b) Salah satu atau lebih dari pihak kreditur;
c) Pihak kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum;
d) Pihak Bank Indonesia jika debiturnya adalah suatu bank;
e) Pihak Badang Pengawas Pasar Modal jika debiturnya adalah suatu perusahaan efek. Yang dimaksud dengan perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatannya sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan/atau manajer investasi, sebagaimana yang dimaksudkan dalam perundang-undangan di bidang pasar modal (Munir Fuady, 1999 : 41)
2. Pihak Debitur Pailit
Pihak debitur pailit adalah pihak yang memohon / dimohonkan pailit ke pengadilan yang berwenang. Yang dapat menjadi debitur pailit adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
3. Hakim Niaga
Perkara kepailitan diperiksa oleh hakim majelis (tidak boleh hakim tunggal) baik untuk tingkat pertama maupun untuk tingkat kasasi. Hanya untuk perkara perniagaan lainnya yakni yang bukan perkara kepailitan untuk tingkat pengadilan pertama yang boleh diperiksa oleh hakim tunggal dengan penetapan Mahkamah Agung (vide Pasal 283 dari Undang-Undang Kepailitan). Hakim majelis tersebut merupakan hakim-hakim pada Pengadilan Niaga, yakni hakim-hakim Pengadilan Negeri yang telah diangkat menjadi hakim Pengadilan Niaga berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung.
Disamping itu terdapat juga “Hakim Ad Hoc” yang diangkat dari kalangan para ahli dengan keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
4. Hakim Pengawas
Untuk mengawasi pelaksanaan pemberesan harta pailit, maka dalam keputusan kepailitan, oleh pengadilan harus diangkat seorang hakim pengawas di samping pengangkatan kuratornya. Dahulu, untuk hakim pengawas ini disebut dengan “Hakim Komisaris”.
5. Panitia Kreditur
Salah satu pihak dalam proses kepailitan adalah apa yang disebut Panitia Kreditur. Pada prinsipnya, suatu panitia kreditur adalah pihak yang mewakili pihak kreditur, sehingga panitia kreditur tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak kreditur. Ada dua macam panitia kreditur yang diperkenalkan oleh Undang-Undang Kepailitan, yaitu :
(1) Panitia Kreditur Sementara (yang ditunjuk dalam putusan pernyataan pailit); dan
(2) Panitia Kreditur (tetap) yakni yang dibentuk oleh hakim pengawas apabila dalam putusan pailit tidak diangkat panitia kreditur sementara.
Atas permintaan kreditur konkuren, dan berdasarkan putusan kreditur konkuren dengan suara terbanyak biasa (simple majority). Hakim pengawas berwenang menggantikan panitia kreditur (tetap) jika tidak diangkat panitia dingkat sementara. Dalam hal ini, hakim pengawas wajib menawarkan kepada para kreditur untuk membentuk suatu panitia kreditur tersebut.
6. Pengurus
Pengurus hanya dikenal dalam proses tundaan pembayaran, tetapi tidak dikenal dalam proses kepailitan. Yang dapat menjadi pengurus adalah :
(1) Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitur; dan
(2) Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman (Munir Fuady, 1999 : 67)
Kiprah dan Kewenangan Kurator
1. Siapa yang dapat menjadi kurator
Tidak semua orang dapat menjadi kurator. Dahulunya, sewaktu masih berlakunya peraturan kepailitan zaman Belanda, hanya Balai Harta Peninggalan (BHP) saja yang dapat menjadi kurator tersebut. Akan tetapi sekarang ini oleh Undang-Undang Kepailitan diperluas sehingga yang dapat bertindak menjadi kurator sekarang adalah sebagai berikut :
(i) Balai Harta Peninggalan (BHP), atau
(ii) Kurator lainnya
Yang dimaksud dengan kurator lainnya (yaitu kurator yang bukan Balai Harta Peninggalan) adalah mereka yang memenuhi syarat-syarat sebagai mereka yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
(a) Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit; dan
(b) Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sebagai kurator.
Apabila debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator ke pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan bertindak selaku kurator.
Akan tetapi apabila diangkat kurator yang bukan Balai Harta Peninggalan, maka kurator tersebut tersebut haruslah independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan pihak debitur atau kreditur (Ahmad Yani Dkk, 2000 : 63)
2. Kedudukan Kurator Dalam Hukum Pailit
Tugas dan kewenangan dari kurator relatif berat. Pada prinsipnya tugas umum dari kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta pailit. Dalam melakukan tugasnya tersebut kurator bersifat independen dengan pihak debitur dan kreditur. Dalam menjalankan tugasnya tersebut kurator tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan biasa (di luar kepailitan) persetujuan atau pemberitahuan tersebut dipersyaratkan.
Pada prinsipnya kurator sudah berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit sejak adanya putusan pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga, sungguhpun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi (Pasal 12 Undang-Undang Kapailitan). Ini adalah sebagai konsekuensi hukum dari sifat “serta merta” (uitvoorbaar bij Voorraad) dari putusan pernyataan pailit (Pasal 6 ayat (5) Undang-Undang Kepailitan). Akan tetapi, sungguhpun demikian, tidak berarti kurator dapat melakukan tindakan pengurusan dan pemberesan sesukanya. Untuk melakukan tindakannya, kurator haruslah memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut :
a) Apakah dia berwenang untuk melakukan hal tersebut;
b) Apakah merupakan saat yang tepat (terutama secara ekonomi dan bisnis) untuk melakukan tindakan – tindakan tertentu;
c) Apakah terhadap tindakan – tindakan tersebut diperlukan dahulu persetujuan/izin/keikutsertaan dari pihak-pihak tertentu, seperti dari pihak Hakim Pengawas, Pengadilan Negeri, panitia kreditur, debitur dan sebagainya.
d) Apakah terhadap tindakan tersebut memerlukan prosedur tertentu, seperti harus dalam rapat dengan korum tertentu, harus dalam sidang yang dihadiri/dipimpin oleh Hakim Pengawas, dan sebagainya.
e) Harus dilihat bagaimana cara yang layak dari segi hukum, kebiasaan dan sosial dalam menjalankan tindakan-tindakan tertentu. Misalnya jika menjual asset tertentu, apakah melalui pengadilan, lelang, bawah tangan, dan sebagainya.
Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh kurator, apabila ada yang keberatan dapat melakukan perlawanan kepada Hakim Pengawas (Pasal 68 ayat (1)). Sementara jika ada yang keberatan terhadap ketetapan Hakim Pengawas dapat naik banding ke Pengadilan Niaga (Pasal 66 ayat (1)).
3. Kewenangan, Tugas dan Hak Kurator
Menurut Undang-Undang Kepailitan, yang menjadi hak, kewajiban, tanggung jawab dan kewenangan khusus dari kurator sangat banyak, antara lain yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut:
(1) Tugas kurator secara umum adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit (Pasal 67 ayat (1))
Tugas ini sudah dapat dijalankannya, sejak tanggal putusan pernyataan pailit dijatuhkan. Meskipun putusan tersebut belum inkracht, yakni meskipun terhadap putusan tersebut masih diajukan kasasi dan/atau peninjauan kembali (Pasal 112 ayat (1))
(2) Seorang kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus beradasarkan putusan pernyataan pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya (pasal 70A ayat (3))
(3) Dapat melakukan pinjaman (mengambil loan) dari pihak ketiga dengan syarat bahwa pengambilan pinjaman tersebut semata-mata dilakukan dalam rangka meningkatkan harta pailit (Pasal 67 ayat (2))
(4) Terhadap pengambilan pinjaman dari pihak ketiga, dengan persetujuan Hakim Pengawas, pihak kurator berwenang pula untuk membebani harta pailit dengan hak tanggungan, gadai dan hak agunan lainnya (Pasal 67 ayat (3))
(5) Kurator dapat menghadap pengadilan dengan seizin Hakim Pengawas kecuali untuk hal-hal yang disebut dalam Pasal 36,38,39 dan 57 ayat (2) yang tidak memerlukan izin dari Hakim Pengawas (Pasal 67 ayat (2) (5); Menjadi penggugat atau tergugat berkenaan dengan gugatan yang berhubungan dengan harta pailit (Pasal 24 ayat (1)); Mengambil alih perkara yang sedang berjalan (Pasal 26 ayat (1) dan (27));
(6) Kewenangan yang dimaksud dalam pasal 36 (perjanjian timbal balik);
(7) Kewenangan untuk menjual agunan dari kreditur separatis setelah dua bulan insolvensi (Pasal 57 ayat (2)); atau kurator menjualnya dalam masa stay (Pasal 56 ayat (3)). Ataupun membebaskan barang agunan dengan membayar kepada kreditur separatis yang bersangkutan jumlah terkecil antara harga pasar dan jumlah hutang yang dijamin dengan barang agunan tersebut (Pasal 57 ayat (3));
(8) Kewenangan untuk melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit (atas persetujuan panitia kreditur atau Hakim Pengawas jika tidak ada panitia kreditur) walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali (Pasal 95 ayat (1));
(9) Kurator berwenang untuk mengalihkan harta pailit sebelum verifikasi (atas persetujuan Hakim Pengawas) (Pasal 98);
(10) Kewenangan untuk menerima atau menolak permohonan pihak kreditur atau pihak ketiga untuk mengangkat penangguhan atau pasar barang agunan dan julah uang dijamin dengan barang agunan tersebut (Pasal 57 ayat (3));
(11) Hak kurator atas imbalan jasa (fee) yang ditetapkan dalam putusan pernyataan pailit oleh hakim yang berlandaskan pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman (Pasal 69 juncto Pasal 67D);
(12) Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalainanya dalam melaksanakan tugas-tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit (Pasal 67C);
(13) Kurator harus independen dan terbebas dari setiap bantuan kepentingan dengan debitur atau kreditur (Pasal 13 ayat (3));
(14) Kewajiban menyapaikan laporan tiga bulan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya (Pasal 70B);
(15) Apabila telah ditetapkan hari pelelangannya, pelalangan dilanjutkan oleh kurator atas beban harta pailit dengan kuasa dari Hakim Pengawas (Pasal 34);
(16) Kurator dapat menghentikan ikatan sewa menyewa (Pasal 38);
Sewa menyewa yang dapat dihentikan karena debitur menyatakan pailit adalah jika debitur pailit tersebut menyewa suatu barang dari pihak lain. Dalam hal ini baik kurator ataupun pihak yang menyewakan barangnya sama-sama dapat memutuskan hubungan sewa menyewa tersebut. untuk hal tersebut Undang-Undang mensyaratkan agar dilakukan suatu pemberitahuan pengakhiran sewa (notice), dengan jangka waktu sebagai berikut :
a) Jangka waktu dilihat kepada kebiasaan setempat, dan
b) Jangka waktu dilihat kepada pengaturannya dalam kontrak, atau
c) Jangka waktu dilihat kepada kelaziman untuk kontrak seperti itu, atau
d) Setidak-tidaknya jangka waktu tiga bulan dianggap sudah cukup.
Akan tetapi, jika sudah dibayar uang sewa di muka, sewa menyewa tersebut tidak dapat diakhiri sampai dengan berakhirnya jumlah uang sewa yang dibayar di muka tersebut.
Sejak pernyataan pailit, segala uang sewa harus dibayar oleh debitur merupakan hutang harta pailit (estate debt). Ketentuan tentang sewa menyewa di atas berlaku jika yang menyewa barang tersebut adalah debitur pailit. Akan tetapi, jika debitur pailit justru sebagai pihak yang menyewakan barangnya, tidak ada pengaturannya dalam Undang-Undang Kepailitan, sehingga yang berlaku adalah kontrak yang bersangkutan dan peraturan sewa menyewa pada umumnya.
(17) Kurator dapat memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya (Pasal 39).
Jika setelah diputuskan pernyataan pailit, ada karyawan yang belerka pada debitur pailit, maka baik karyawan maupun kurator sama-sama berhak untuk memutuskan hubungan kerja. Namun demikian, untuk pemutusan hubungan kerja tersebut diperlukan suatu pemberitahuan PHK (notice) dengan jangka waktu pemberitahuan sebagai berikut :
a) Jangka waktu Pemberitahuan PHK yang sesuai dengan perjanjian kerja, atau
b) Jangka waktu tersebut sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenaga kerjaan, atau
c) Dapat di PHK dengan pemberitahuan minimal dalam jangka waktu enam minggu.
Di samping itu, sama dengan uang sewa yang belum dibayar, maka sejak debitur dinyatakan pailit, upah karyawan dianggap hutang harta pailit (estate debt), sebagaimana diatur dalam pasal 39 Undang-Undang Kepailitan.
Ketentuang tentang PHK seperti tersebut di atas hanya berlaku jika pihak karyawan yang bekerja pada debitur pailit. Jika debitu pailit yang menjadi karyawan pada pihak lain, tidak ada pengaturannya dalam perundang-undangan tentang kepailitan, sehingga untuk hal yang demikian sepenuhnya berlaku perjanjian kerja dan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan.
(18) Kurator dapat menerima waisan tetapi jika diterima, harus dilakukan pendaftaran mengenai warisan tersebut (pasal 40 ayat (1)).
(19) Kurator dapat menolak warisan dengan kuasa dari Hakim Pengawas (Pasal 40 ayat (2));
(20) Barang-barang Berharga Milik Debitur Disimpan Oleh Kurator. Adalah wajr jika kurator sangat berkepentingan terhadap barang-barang berharga milik debitur pailit. Karena itu, kurator dianggap berwenang untuk menyimpannya dengan cara yang dianggap paling aman. Misalnya emas, berlian, surat berharga disimpan oleh kurator dalam safe deposit pada bank-bank. Akan tetapi Hakim Pengawas berwenang pula untuk menentukan cara-cara penyimpanan oleh kurator tersebut, vide Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan.
(21) Kurator berkewajiban menjual harta pailit dalam rangka pemberesan
Menjual asset – asset debitur pailit sebenarnya merupakan salah satu tugas utama dari kreditur sesuai dengan prinsip Cash is the King. Penjualan asset debitur ini (setelah insolvensi dan tidak dilakukan pengurusan harta debitur) tidak memerlukan persetujuan siapa-siapa. Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, seperti yang terdapat dalam Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan. Pasal 88 ayat (1) ini mensyaratkan adanya persetujuan Hakim Pengawas dalam hal pengalihan aset debitur pailit untuk tujuan – tujuan tertentu dalam masa sebelum insolvensi.
Bagaimana cara menjual harta debitur pailit juga hal yang harus selalu diperhatikan dalam proses pemberesan harta pailit. Untuk itu harus dilakukan pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut :
a) Pertimbangan Yuridis
Tentunya agar pihak kurator yang menjual harta debitur pailit tidak disalahkan, yang pertama sekali harus diperhatikan adalah apa persyaratan yuridis terhadap tindakan tersebut. misalnya kapan dia harus menjualnya, bagaimana prosedur menjual, apakah memerlukan izin tertentu, undang-undang mana dan pasal berapa yang mengaturnya, dan sebagainya.
b) Pertimbangan Bisnis
Selain dari pertimbangan yuridis, kurator yang menjual aset debitur juga harus memperhatikan pertimbangan bisnis. Bila perlu dapat disewa para ahli untuk memberikan masukan – masukan untuk bahan pertimbangan bagi kurator. Fokus utama dari pertimbangan bisnis disini adalah apakah dengan penjualan tersebut dapat dicapai harga yang setinggi-tingginya. Karena itu harus dipertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut :
(a) Kapan saat yang tepat untuk menjual aset debitur tersebut, agar diperoleh harga yang tinggi
(b) Apakah lebih baik dijual secara borongan, atau dijual retail
(c) Apakah lebih baik dijual sebagian-sebagianm dari bisnis atau dijual seluruh bisnis dalam satu paket
(d) Apakah perlu pakai perantara profesional atau tidak
(e) Apakah perlu dilakukan tender atau tidak
(f) Apakah perlu dibuat iklan penjualan atau tidak
Undang – Undang Kepailitan (pasal 171 ayat (1)) mengintrodusir dua cara penjualan aset-aset debitur, yaitu sebagai berikut :
(a) Menjual di Depan Umum; atau
(b) Menjual di Bawah Tangan (dengan izin Hakim Pengawas)
Dengan penjualan di depan umum ini dimaksudkan adalah bahwa penjualan dilakukan di depan kantor lelang sebagaimana mestinya. Sementara penjualan di bawah tangan dapat dengan berbagai cara, seperti lewat negosiasi, tender bebas atau tender terbatas, iklan di surat kabar, pemakaian agen penjualan profesional, dan sebagainya. Untuk penjualan di bawah tangan ini diperlukan izin Hakim Pengawas (Munir Fuady, 1999 : 53)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman, Ensioklopedia Ekonomi Keuangan, Citra Aditya Bakti, Bandung 1991
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, St. Paul. Minnesota, USA West Publishing Co. 1968
Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Negeri dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998
, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997
Belum ada tanggapan untuk "Pengertian dan Syarat –syarat Kepailitan"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung