Beranda · Pendidikan · Politik · Pemerintahan · Kesehatan · Ekonomi · Life · Manajemen · Umum

Konsep Pembangunan City Branding

City Branding adalah upaya menjalankan prinsip-prinsip branding untuk sebuah kota. Tujuan City Branding dari suatu kota bisa macam-macam, seperti menarik wisatawan, investor, penghuni baru, maupun orang-orang berbakat. Semua aktivitas yang dilakukan dengan tujuan menjadikan kota tidak hanya sebagai lokasi, namun menjadikan kota sebagai sebuah tujuan, mengubah kota menjadi sebuah tempat dimana manusia ingin bertempat tinggal, bekerja, dan berkunjung

Branding sendiri adalah proses komunikasi dan aktivitas yang dijalankan untuk membuat brand semakin besar dan bersinar. Ekuitas city branding menyangkut awareness, image, maupun loyalty.  

Point of difference yang dimiliki oleh sebuah kota perlu diangkat, sekalipun kota tersebut menawarkan banyak hal yang sama dengan kota yang lain.

Branding yang tepat meliputi banyak aspek dan banyak pemangku kepentingan, melalui visi bersama, mengangkat KEKHASAN LOKAL yang menarik perhatian nasional, regional dan global, dan diisi dengan berbagai kekhasan dan kelebihan lokal yang bermutu. 

City branding pada prinsipnya merupakan proses menuju kota masa depan, sehingga perlu memperhatikan rambu-rambu yang mesti diperhatikan. Rambu-rambu tersebut diantaranya:
  • Dilakukan secara inklusif dan representatif 
  • Menjangkau ke MASA DEPAN KOTA yang cukup jauh 
  • Membangun VISI yang dimaknai bersama, cita-cita masa depan yang didambakan, bagaimana dan siapa yang akan mencapainya. 
  • Dalam merumuskan VISI, bayangkan BRAND seperti apa yang mungkin diwujudkan dan disepakati bersama 

Indikator yang ingin dicapai melalui program pembangunan city branding antara lain:
  • Membangun kota layak huni, aman dan nyaman bagi semua warga kota 
  • Membangun kota hijau yang tangguh bencana dan berketahanan iklim 
  • Membangun kota yang produktif dan berdayasaing yang memberikan peluang dan kesejahteraan secara inklusif dan berkelanjutan 
  • Membangun kota yang memiliki identitas lokal berbasis keragaman karakterfisik, keunggulan ekonomi dan budaya 
  • Mewujudkan keterkaitan antara pembangunan dan perencanaan kota dan wilayah secara terpadu dan merata sesuai peran dan fungsinya 
  • Mewujudkan pelaksanaan tata kelola perkotaan yang transparan, akuntabel, partisipatif dan profesional, serta cepat dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat 


Arah City Branding di Indonesia
  • City Branding diharapkan dapat membangun identitas kota yang dapat mengangkat identitas lokal di tingkat nasional dan global
  • City Branding mampu mengintegrasikan berbagai program sektoral menuju branding yang dituju secara terpadu dan sinergis 
  • City Branding mampu mengarahkan perkotaan tersebut menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan.
  • City Branding merupakan acuan Grand Strategy Perencanaan dan Perancangan Perkotaan tersebut 
  • City Branding merupakan proses yang inklusif, mampu mengajak seluruh pelaku perkotaan tersebut membangun kota menjadi milik bersama. 


Artikel keren lainnya:

Pentingnya Audit Mini Komunikasi

Audit mini mempunyai tujuan yang sama dengan audit komunikasi menyeluruh yakni meningkatkan program komunikasi. Hanya saja audit mini tidak dapat menghasilkan informasi yang selengkap dan serinci hasil dari audit total. Menurut Cluff (1993), audit mini komunikasi dapat dirumuskan sebagai alat untuk menemukan titik-titik rawan, mendokumentasi dan menguji program dan prosedur kerja, mendapatkan umpan balik dan membuat berbagai rekomendasi.

Audit mini juga mempunyai tujuan meningkatkan kinerja program komunikasi dengan mengumpulkan informasi yang bermanfaat dalam rangka meningkatkan efektivitas program kegiatan yang sedang berlangsung serta dapat dilaksanakan dengan dana, energi, dan waktu yang lebih terbatas. Audit mini sangat penting dilakukan bila suatu kegiatan mengalami kebutuhan sebagai berikut:
  1. Informasi tepat waktu dengan segera tentang kualitas program dan komponenkomponennya;
  2. Tinjauan obyektif tentang program yang sedang berlangsung yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi kerja;
  3. Sebuah action plan yang dapat menunjukkan di mana berbagai persoalan muncul, langkah-langkah penanganannya dan saran bagaimana menjadikan komunikasi lebih efektif.

Berikut ini adalah uraian tentang beberapa istilah kunci dari definisi mengenai audit mini menurut Cluff (1993), yaitu:
  1. Menentukan titik-titik rawan. Audit mini akan jauh lebih efisien bila sejak awal sudah dirinci terlebih dahulu apa yang menjadi tujuan sehingga semua yang menjadi sumber masalah tidak ada yang terlewati. Titik-titik rawan dapat berupa segala macam peristiwa yang berdampak besar seperti pergantian pimpinan, isu baru dalam hubungan dengan masyarakat, dan sebagainya. Apapun yang menjadi titik rawan, fokus perhatian perlu ditujukan pada yang menyebabkan dampak paling besar;
  2. Mendokumentasi program dan prosedurkerja. Kegiatan dalam audit mini pada dasarnya terdiri dari dua bagian yakni peninjauan materi dan proses membuat dokumentasi, yang dilanjutkan dengan wawancara tokoh-tokoh kunci dari dalam maupun di luar organisasi;
  3. Pengujian, untuk memperoleh kesimpulan yang mantap diperlukan pengujian atas berbagai jawaban responden secara acak;
  4. Mendapatkan umpan balik. Tujuan ini dapat dicapai dengan mewawancarai sejumlah pejabat kunci dan pakar mengenai pandangan dan pendapatnya mengenai berbagai jawaban yang diperoleh dari audit komunikasi yang telah dilakukan;
  5. Membuat analisis dan rekomendasi. Semua jawaban yang diperoleh dari kegiatan audit diperiksa kembali dengan mempertimbangkan umpan balik yang diperolah. Setelah itu, analisis dapat dilakukan secara cermat dan dilanjutkan dengan penulisan rekomendasi.


PUSTAKA
  • Cluff, Susan. 1993. Conducting a Mini Audit : Handbook of Communication Audits. San Fransisco (US) : IABC Publication.


Artikel keren lainnya:

Pengertian Audit Komunikasi dan Tujuannya

Setiap organisasi pasti melakukan komunikasi eksternal dengan publik-publik eksternal yang berkaitan dengannya (Goldhaber 1993). Komunikasi tersebut terjadi setiap hari dengan menggunakan berbagai media dan memiliki tujuan. Untuk dapat mengetahui apakah kegiatan atau program komunikasi yang dilakukan yaitu efektif atau tidak,serta untuk mengukur kinerja dan kualitas pejabat dan staf komunikasi maka eksekutif harus melakukan audit komunikasi atas berbagai proses komunikasi yang terjadi dalam organisasinya secara berkala.

Sama seperti istilah audit lainnya, audit komunikasi yang diperkenalkan oleh Odiorne (1954) berkaitan dengan pemeriksaan, evaluasi dan pengukuran secara cermat dan sistematik. Kegiatan-kegiatan komunikasi sebagai pelaksanaan dari sistem komunikasi ataupun program komunikasi khusus dapat diukur, sehingga kualitas dan kinerja ekesekutif, pejabat dan staf komunikasi dapat diketahui dan bila diperlukan dapat diperbaiki secara sistematik. Goldhaber (1993) menjelaskan audit komunikasi sebagai “pemeriksaan diagnosis yang dapat memberikan informasi dini untuk mencegah kehancuran kesehatan organisasi yang lebih besar. 

Emmanuel (1985) memberikan definisi mengenai audit komunikasi yaitu kajian yang menyeluruh dan seksama tentang filsafat komunikasi beserta konsep-konsep, struktur, arus dan praktek komunikasi dalam suatu organisasi besar atau kecil, usaha atau nirlaba, dan swasta atau publik. Suatu audit komunikasi diharapkan dapat menyingkap berbagai kemacetan informasi, hambatan terhadap komunikasi yang efektif dan peluang yang telah disiasiakan.

Hardjana (2000) menyatakan berdasarkan berbagai definisi yang dibuat oleh kalangan akademisi dan konsultan, maka beberapa hal penting dari pengertian audit komunikasi adalah:
  1. Merupakan sebuah kajian yang kompleks, luas dan mendalam;
  2. Ruang lingkupnya meliputi seluruh komunikasi keorganisasian secara internal dan eksternal;
  3. Obyek kajian adalah satuan sistem organisasi secara keseluruhan, subsistem ataupun kegiatan komunikasi khusus seperti kampanye atau program kegiatan;
  4. Kajian dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yakni meningkatkan efektivitas organisasi sehingga hasil analisis dan solusi harus dapat dinyatakan sebagai rencana kerja;
  5. Fokus kajian terutama pada penemuan-penemuan masalah dan berbagai faktor yang menghambat atau mengganggu pelaksanaan efektivitas sistem komunikasi.

Tujuan pokok dari audit komunikasi adalah untuk meningkatkan efektivitas sistem komunikasi organisasi dan alas an pokok penyelenggaraannya adalah untuk mengetahui bagaimana sistem komunikasi yang sudah ditetapkan oleh organisasi dilaksanakan untuk menghadapi situasi tertentu (Hardjana 2000). 

Booth (1988) menyebutkan delapan tujuan pokok audit komunikasi sebagai berikut:
  1. Menentukan lokasi dimana terjadi kelebihan ataupun kekurangan muatan informasi terjadi berkaitan dengan berbagai topik, sumber dan saluran komunikasi tertentu;
  2. Menilai kualitas informasi yang dikomunikasikan kepada sumber-sumber informasi;
  3. Mengukur berbagai kualitas hubungan komunikasi, misalnya mengukur sejauh mana kepercayaan antar pribadi, dukungan dan kepuasan kerja secara keseluruhan dilaksanakan;
  4. Mengenali berbagai jaringan yang aktif operasional untuk rumor, pesan-pesan social dan kedinasan kemudian dibandingkan dengan jaringan komunikasi resmi sesuai bagan organisasi;
  5. Mengenali sumber-sumber kemacetan (bottleneck) arus informasi dan para penyaring informasi (gatekeeper) dengan membandingkan peran-peran komunikasi dalam praktek, seperti penyendiri (isolate), penghubung (liaison), angota kelompok (group member) dengan peran-peran yang seharusnya sebagaimana diharapkan oleh bagan organisasi dan uraian tugas;
  6. Mengenali kategori dan contoh pengalaman atau peristiwa komunikasi yang tergolong positif ataupun negatif;
  7. Menggambarkan pola-pola komunikasi yang terjadi pada tingkatan pribadi, kelompok dan organisasi dalam kaitannya dengan topik, sumber, saluran, frekuensi, jangka waktu,dan kualitas interaksi;
  8. Memberikan rekomendasi tentang perubahan ataupun perbaikan yang perlu dilakukan berkaitan dengan sikap, perilaku, praktek kebiasaan dan keterampilan yang didasarkan atas hasil analisis audit komunikasi.

Tujuan untuk mengadakan audit komunikasi berkaitan dengan alas an mengapa audit komunikasi diperlukan. Emmanuel (1985) menyusun sebuah daftar sejumlah alasan yang sering diajukan dalam melakukan audit komunikasi, yaitu:
  1. Mengetahui apakah program komunikasi berjalan dengan baik;
  2. Membuat diagnosis tentang berbagai masalah yang terjadi ataupun potensial dapat terjadi;
  3. Melakukan evaluasi atas berbagai kebijakan baru dan praktek komunikasi yang terjadi;
  4. Memeriksa hubungan antara komunikasi dengan tindakan operasional lainnya;
  5. Menyusun anggaran belanja untuk kegiatan komunikasi;
  6. Menetapkan sebuah patok banding (benchmark);
  7. Mengukur kemajuan dengan menggunakan benchmarkyang sudah ditetapkan;
  8. Mengembangkan atau melakukan restrukturisasi berbagai fungsi komunikasi dalam organisasi;
  9. Membangun landasan dan latar belakang guna pengembangan kebijakan dan perencanaan komunikasi baru.


PUSTAKA
  • Booth WC. 1988.The Company We Keep: An Ethics of Fiction. California (US): Univ of California Press
  • Emmanuel 1985. Inside Organizational Communication. 2nd Edition. New York (US) : Longman Inc
  • Hardjana A. 2000. Audit Komunikasi Teori dan Praktek. Jakarta (ID): Grasindo.
  • Goldhaber GM, Rogers DP.1979.Auditing Organizational Communication Systems: The ICA Commmunication Audit. New York (US): Kendall/Hunt Publishing Co., Inc.
  • Odiorne GS. 1954. An application of the communications audit. Personnel Psychology. 7(2): 235-243.


Artikel keren lainnya:

Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif merupakan program lanjutan dan akselerasi dari Pengembangan Desa Siaga yang sudah dimulai pada tahun 2006. Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat, yaitu upaya memfasilitasi proses belajar masyarakat desa dan kelurahan dalam memecahkan masalah-masalah kesehatannya. 

Untuk menjamin kemantapan dan kelestarian, pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dilaksanakan secara bertahap, dengan memperhatikan kriteria atau unsur-unsur yang harus dipenuhi, yaitu: 
  1. Kepedulian Pemerintahan Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat terhadap Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari keberadaan dan keaktifan Forum Desa dan Kelurahan. 
  2. Keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakat/kader kesehatan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. 
  3. Kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang buka atau memberikan pelayanan setiap hari . 
  4. Keberadaan UKBM yang dapat melaksanakan (a) penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, (b) survailans berbasis masyarakat, (c) penyehatan lingkungan. 
  5. Tercakupnya (terakomodasikannya) pendanaan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dalam anggaran pembangunan desa atau kelurahan serta dari masyarakat dan dunia usaha. 
  6. Peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. 
  7. Peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. 
  8. Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga di desa atau kelurahan.

Prinsip Dasar Penghitungan Biaya Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif 

Prinsip Dasar Penghitungan Biaya SPM Indikator Desa dan Kelurahan Siaga Aktif adalah: 
  1. Penghitungan Biaya Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif hanya memperhitungkan aktivitas dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif 
  2. Penghitungan biaya ini tidak memperhitungkan biaya investasi sarana dan prasarana. 
  3. Langkah Kegiatan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif diterjemahkan ke dalam variabel-variabel biaya. Penghitungan Pembiayaan ini dibagi atas kegiatan tingkat kabupaten, tingkat kecamatan dan tingkat desa sehingga mempermudah dalam penyusunan RABD Tingkat Kabupaten, Kecamatan dan Desa. 
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penghitungan Biaya Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif adalah: 
  1. Langkah Kegiatan, adalah tahapan kegiatan yang harus dilaksanakan. 
  2. Variabel adalah biaya yang timbul dari pelaksanaan kegiatan. 
  3. Komponen adalah unsur-unsur dalam pelaksanaan kegiatan.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi besar kecilnya biaya adalah: 
  1. Jumlah Sasaran, semakin banyak sasaran jumlah Desa dan Kelurahan Siaga Aktif maka semakin besar biaya yang dibutuhkan dalam pengembangan dan pembinaa Desa dan Kelurahan siaga Aktif. 
  2. Frekuensi Kegiatan, semakin banyak frekuensi kegiatan maka semakin besar biaya yang dibutuhkan. 
  3. Unit Cost, semakin besar Unit Cost yang ditetapkan untuk komponen kegiatan semakin besar biaya yang dibutuhkan.
Selengkapnya tentang desa dan kelurahan siaga aktif silahkan download Petunjuk Teknis Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif berikut:

 Desa dan Kelurahan Siaga Aktif


Selamat berkreasi demi membangun dan menciptakan desa dan keluarahan yang memenuhi standar sehat.

Artikel keren lainnya:

Feminisasi Kemiskinan dalam Kultur Patriarki Di Indonesia

Pengalaman perempuan danlaki-laki berbeda dalam kesenjangan danketidakberdayaan yang menyebabkanseseorang masuk dalam lingkarankemiskinan.Konsep feminisasi kemiskinan menggambarkan ketidakadilan dalam soal keterwakilan wanita di antara orang miskin dibandingkan dengan laki-laki (ILO, 2004). Hal ini juga diungkapkan oleh Moghadam (2005) yang mendefinisikan feminisasi kemiskinan sebagai pertumbuhan populasi perempuan yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Terdapat beragam bentuk kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak, maupun perempuan bersama anak. Menurut ILO (2004) bentuk kemiskinan yang dialami perempuan pada aspek pendidikan, jenis pekerjaan, lapangan kerja, upah, dan keterwakilan politik, yaitu tingkat pendidikan dan yang ditamatkan lebih rendah dibandingkan laki-laki, jumlah pekerja perempuan yang tidak dibayar maupun kerja di sektor informal lebih tinggi dibandingkan laki-laki, upah yang diterima lebih rendah dibandingkan laki-laki, ketenagakerjaan (jumlah pengangguran dan setengah pengangguran) yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, serta politik (jumlah keterwakilan perempuan pada DPRD tingkat 1 dan 2) lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Bentuk kemiskinan lainnya yang terjadi pada perempuan adalah mengalami kekurangan gizi, pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi dan berbagai bentuk layanan sosial lainnya. Perempuan menjadi subyek dari nilai-nilai sosial yang membatasi mereka yang meningkatkan kondisi ekonomi atau menikmati akses yang sama ke pelayanan umum.

Adapun karakter perempuan miskin menurut Todaro (2000) yaitu sebagai kepala keluarga, rendah kapasitas untuk menghasilkan pendapatan sendiri, terbatas kontrol pada pendapatan suami, keterbatasan akses pada pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal, tunjangan-tunjangan sosial dan program-program penciptaan lapangan kerja.Jadi semakin meningkatnya keterbelakangan perempuan bukan lantaran mereka tidak layak dan tidak mampu berpartisipasi dalam pembangunan, tetapi karena perlakuan yang tidak adil, kerja mereka tidak dianggap sebagai kerja yang menghasilkan keuntungan (Shiva 2005).

Chant (2009) mengenai aplikasi dari BPFA menyatakan bahwa karakteristik feminisasi kemiskinan terlihat dari adanya kepala keluarga perempuan pada rumahtangga miskin, dimana hal ini sejalan dengan ditemukannya anak di luar pernikahan, anak yang lahir tanpa pengakuan dari ayahnya, dan banyaknya bayi yang lahir dari Ibu yang usianya kurang dari 20 tahun. Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) merupakan salah satu kelompok masyarakat yang telah termarjinalkan dalam sistem sosial, ekonomi, politik dan budaya di Indonesia. Data Profil Perempuan Indonesia (2011-2015) menyatakan masih lebih tingginya perempuan kepala keluargayang tidak memiliki ijazah dibandingkan laki-laki. Sejak tahun 2011 hingga 2015 jumlah perempuan kepala keluarga yang tidak mempunyai ijazah terus mengalamai penurunan dari 52.02% hingga 46.01%. Hal ini berbeda dengan data pada laki-laki kepala keluarga yang tidak memiliki ijazah yang juga mengalami penurunan pada rentang waktu tersebut dari 22.76% menjadi 19.61%.

Jikapun ada perempuan kepala keluarga yang memiliki ijazah adalah sebagai lulusan SD yang sejak tahun 2011-2015 meningkat dari 23.29% menjadi 24.47%. Jaggar (2013) menyatakan bahwa kehidupan miskin perempuan tidak hanya dicirikan oleh rendahnya pendapata namun juga kesulitan yang berhubungan dengan gender mereka, seperti kerentanan secara seksual, marjinalisasi politik, dan beban kerja berlebih. ILO (2004) melihat adanya pengaruh dari ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan sebagai akar dari munculnya kemiskinan. 

Feminisasi kemiskinan dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: 
  1. Akses perempuan terhadap pekerjaan, 
  2. akses terhadap upah yang sama,
  3. akses pendidikan, dan 
  4. beban pekerjaan.

Ada pandangan di kalangan ilmuwan sosial bahwa kemiskinan sebenarnya tidak lahir dengan sendirinya dan juga bukan muncul tanpa sebab, tetapi kondisi ini banyak dipengaruhi oleh struktur sosial, ekonomi dan politik. Jon Sobrino (1993) menelaah keberadaan orang miskin sebagai rakyat yang tertindas dalam dua perspektif. 

Pertama; pada tataran faktual, kemiskinan pada masyarakat yang sedang berkembang ternyata tidak hanya menyebabkan penderitaan yang tak berkesudahan, melainkan juga kematian manusia sebelum waktunya. Penindasan sistimatis dan konflik bersenjata telah memperburuk situasi mereka yang tertindas. 

Kedua; pada tataran historis-etis, penderitaan kaum miskin dan tertidas itu disebabkan oleh struktur-struktur yang tidak adil baik di tingkat lokal maupun global yang lebih jauh telah menghasilkan kekerasan yang melembaga (institutionalized violence) dan korbannya pertama-tama adalah mereka yang miskin (Cahyono, 2005; 9).

Pandangan di atas memperkuat asumsi bahwa pada masyarakat yang budaya patriarkinya masih sangat kental dengan maka penanganan masalah kemiskinan nampaknya memerlukan pendekatan tersendiri yang mungkin berbeda dengan penanganan kemiskinan di daerah yang matrilineal. Pada masyarakat dengan kondisi budaya yang sangat paternalistik, mereka yang berada pada posisi yang tertindas dan lemah akan lebih banyak yang miskin. Mereka ini adalah kaum perempuan, dimana pada masyarakat patrilineal perempuan menduduki posisi subordinat laki-laki, termarjinal dan terdiskriminasi.

Whitehead (dikutip Cahyono dalam JP. 42 2005; 11) telah mendata bahwa lebih dari separo penduduk miskin di negara berkembang adalah kaum perempuan. Data dari perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa dari 1,3 miliar warga dunia yang masuk katagori miskin, 70% nya adalah kaum perempuan Hal ini menguatkan terjadinya feminisasi kemiskinan yakni sebuah kenyataan bahwa sebagian besar angka kemiskinan dialami oleh kaum perempuan.

Kemiskinan yang dialami oleh masyarakat Indonesia adalah kemiskinan majemuk dalam arti kemiskinan yang terjadi bukan hanya kemiskinan sandang pangan, tetapi juga kemiskinan identitas, informasi, akses, partisipasi dan kontrol.

Oleh karena itu, sebagian besar perempuan Indonesia yang miskin tidak hanya secara ekonomi mereka terkebelakang tetapi juga dalam hal keterbatasan akses terhadap informasi, pendidikan, politik, kesehatan dan lain-lain, partisipasi merekapun kurang diberi tempat. Hal ini yang pada gilirannya memunculkan feminisasi kemiskinan di masyarakat Indonesia. 

Sumber dari permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh perempuan menurut Muhadjir (2005, 166) terletak pada budaya patriarki yaitu nilai-nilai yang hidup dimasyarakat yang memposisikan laki-laki sebagai superior dan perempuan subordinat. 

Budaya patriarki seperti ini tercermin dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan menjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan dan sitem distribusi sumberdaya yang bias gender. Kultur yang demikian ini akhirnya akan bermuara pada terjadinya perlakuan diskriminasi, marjinalisasi, eksploitasi maupun kekerasan terhadap perempuan.

Pada dasarnya ada faktor struktural yang menyebabkan individu dalam keluarga dan masyarakat tidak mempunyai akses yang sama untuk merealisasikan hak-haknya sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat maupun sebagai warga negara. Salah satu hambatan struktural tersebut adalah adanya relasi gender (gender relation) yang tidak adil dan setara sebagai akibat dari budaya yang sangat paternalistik.

Selain hal tersebut di atas, struktur budaya patriarkhi juga melahirkan keterbatasan perempuan dalam hal pengambilan keputusan baik di dalam keluarga maupun di masyarakat. Dalam keluarga, pengambilan keputusan didominasi oleh kaum laki-laki, demikian juga di lingkungan masyarakat yang lebih luas. Di ranah publik, eksistensi perempuan juga kurang diperhitungkan, terbukti dengan minimnya jumlah perempuan yang menduduki posisi jabatan struktural baik di legislatif, eksekutif maupun yudikatif.

Dengan demikian maka feminisasi kemiskinan adalah keterwakilan perempuan dalam kemiskinan sebagai konstruksi sosial dari ketimpangan relasi gender yang dialami perempuan dari laki-laki sehingga berdampak pada keterbelakangan perempuan dalam aspek pendidikan, ketenagakerjaan (ekonomi), akses dalam layanan kesehatan,keterwakilan politik,dan sosial (kekerasan).

PUSTAKA
  • Cahyono. 2005: “ Wajah Kemiskinan Wajah Perempuan” Jurnal Perempuan,”Mengurai Kemiskinan: Di mana Perempuan?”, No.42, Tahun2005
  • ILO. 2004. Jender dan Kemiskinan. Kantor Perburuhan Internasional
  • Muhadjir, 2005; Negara dan Perempuan.Jogyakarta. CV. Adipura.
  • Moghadam, V.M. 2005. Globalizing women: Transnational feminist networks. MD: The Johns Hopkins University Press. Baltimor
  • Shiva, V & M, Mies. 2005. Ecofeminism: Perspektif Gerakan Perempuan &Lingkungan. Terj dari Ecofeminismoleh Kelik Ismunanto & Lilik. IRE Press. Yogyakarta
  • Todaro. M.P., 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga(H.Munandar, Trans. Edisi Ketujuh ed.). Jakarta: Erlangga.


Artikel keren lainnya:

14 Dampak Negatif dari Nikah Sirri

Nikah sirri merupakan fenomena yang hingga saat ini belum tuntas diskursusnya dengan berbagai faktor yang melingkupinya. Paktik nikah siri menyisakan beragam masalah yang menyertainya. Pelaku nikah siri pada umumnya tidak berpikir panjang. Mereka tidak mempertimbangkan secara matang akibat yang akan ditimbulkan dari pernikahan siri tersebut. Pelaku tidak berpikir secara jernih apa yang akan terjadi seandainya suatu saat nanti sang suami pergi meninggalkan begitu saja, tentu tidak ada kejelasan status perkawinannya tersebut. 

Berikut ini adalah dampak-dampak dari nikah siri: 

a. Perempuan dan anak dari nikah siri lemah di mata hukum 

Nikah siri sah menurut agama, akan tetapi perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama memiliki dampak hukum yang tidak ringan karena ketika terjadi perselisihan, istri nikah siri tidak dapat menggugat suaminya. Dalam hal ini, bergaining position istri sangat lemah. Begitu pula dengan anak, status anak status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu, artinya si anak tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya (pasal 42 dan pasal 43 Undang-undang Perkawinan, pasal 100 KHI). Ketidakjelasan status anak di mata hukum mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak tidak kuat, sehingga bisa saja suatu waktu si ayah dapat menyangkal bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya. 

b. Berdampak pada psikologis dan kehidupan sosial anak 

Nikah siri memiliki dampak psikologis bagi tumbuh kembang anak. Tidak sedikit dari mereka yang menjadi bahan olok-olokkan dari teman sekolahnya, mereka sangat mudah dikenali dan ketika melihat secara sekilas, maka dalam pikiran orang akan muncul persepsi ini anak hasil nikah siri yang tidak jelas di mana keberadaan ayahnya. 

c. Lemahnya ketahanan ekonomi keluarga 

Ikatan perkawinan nikah siri berlangsung antara 5 – 12 bulan. Hanya sebagian kecil nikah siri berlangsung antara 1 – 5 tahun. Bahkan ada perkawinan siri berlangsung antara 1 – 5 bulan. Kelangsungan pernikahan sangat berpengaruh terhadap ketahanan keluarga, mengingat status perkawinan secara hukum lemah, dampaknya secara ekonomi juga rentan. 

d. Hak Dasar Anak Kurang Terpenuhi 

Setiap anak anak memiliki hak dasar yang sama, dimanapun dan dalam kondisi apapun. Namun dalam praktiknya, pemenuhan hak dasar anak hasil perkawinan siri, seringkali mengalami kendala dan hambatan, baik aspek pendidikan, kesehatan dan sosial. 
Anak hasil nikah siri tidak mendapat hak dasarnya secara penuh. Anak terkendala mendapatkan akta kelahiran, padahal secara hakiki merupakan identitas yang fundamental. Disamping itu, anak sulit diterima secara sosial, anak diacuhkan oleh lingkungannya dan anak sulit mendaftar ke sekolah negeri, karena tidak cukup administratif terutama akta kelahiran. Akibatnya anak berpotensi menjadi terlantar dan mengalami hambatan tumbuh kembang. 


e. Mengalami hambatan soal waris 

Anak yang lahir dari perkawinan siri ini masih menjadi perdebatan yang cukup panjang. Menurut Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.” Namun, perkawinan tersebut harus dilaporkan dan dicatat di Kantor Urusan Agama atau di Catatan Sipil bagi yang bukan beragama Islam. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan yang menyatakan “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitu pula di dalam Pasal 5 KHI disebutkan: (1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. (2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang No. 32 Tahun 1954. 

Tanpa adanya pencatatan tersebut, maka anak yang lahir dari pernikahan siri hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya atau keluarga ibunya. Pasal 42 UU Perkawinan menyebutkan bahwa “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”, dan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.”Ini juga dikuatkan dengan ketentuan KHI mengenai waris yaitu Pasal 186 yang berbunyi ”Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.” Oleh karena itu, dia hanya mewaris dari ibunya saja. 

Untuk anak luar kawin yang tidak sempat diakui atau tidak pernah diakui oleh Pewaris (dalam hal ini ayahnya), berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang menguji Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, sehingga pasal tersebut harus dibaca: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. 

Jadi anak luar kawin tersebut dapat membuktikan dirinya sebagai anak kandung dari pewaris. Namun demikian, jika mengacu pada Pasal 285 KUHPerdata yang menyatakan bahwa apabila terjadi pengakuan dari ayahnya, sehingga menimbulkan hubungan hukum antara pewaris dengan anak luar kawinnya tersebut, maka pengakuan anak luar kawin tersebut tidak boleh merugikan pihak istri dan anak-anak kandung pewaris. Artinya, anak luar kawin tersebut dianggap tidak ada. Oleh karena itu, pembuktian adanya hubungan hukum dari anak hasil perkawinan siri tersebut tidak menyebabkan dia dapat mewaris dari ayah kandungnya (walaupun secara tekhnologi dapat dibuktikan). Pendapat ini juga dikuatkan oleh Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia tanggal 10 Maret 2012 yang menyatakan bahwa anak siri tersebut hanya berhak atas wasiat wajib. 

f. Keutuhan Keluarga Rentan 

Perkawinan siri rentan mengalami keretakan dalam mempertahankan keluarga. Terutama mereka yang melakukan nikah siri dengan orang asing, mulanya anak mendapatkan semua hak sebagai sebagai layaknya istri dan anak. Akan tetapi setelah beberapa tahun kemudian tidak lagi mendapatkan nafkah dari suaminya, mengingat suami kembali ke negara asalnya. Bahkan pada saat meminta suami agar menghadiri resepsi pernikahan anaknyapun, mengalami kendala dan tidak mau hadir dalam acara resepsi pernikahan anaknya. 

g. Berdampak secara kultural 

Ketika praktik nikah siri menjadi suatu hal yang biasa, maka nikah memberikan efek soio-kultural masyarakat setempat. Sebagian muncul pandangan miring bahwa laki-laki tidak mau menikah secara sirri untuk isteri kesekian, dianggap sebagai laki-laki penakut. 

h. Nikah siri berdampak secara administratif kependudukan 

Praktik nikah siri berdampak negatif bagi administrasi kependudukan. Mengingat pemerintah mengalami hambatan untuk mengetahui secara faktual, berapa sebenarnya penduduk yang sudah menikah dan yang belum. Berapa pendudukan yang memiliki akte kelahiran atau belum. Sementara praktik nikah siri tidak dapat di data secara kongkrit. Padahal tertib administrasi merupakan keharusan dari setiap negara. Administrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui, pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaanaa informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik. Lemahnya data kependudukan akibat nikah sirri, akan berdampak bagi pelayanan publik. 

i. Nikah siri berdampak terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 

Laporan Indeks Pembangunan Manusia tahun 2015 yang dikeluarkan oleh PBB urusan Program Pembangunan (UNDP) menyatakan Indonesia masih dihadapkan sejumlah kendala dalam hal kualitas sumber daya manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat ke 110 dari 187 negara, dengan nilai indeks 0,684. Jika dihitung dari sejak tahun 1980 hingga 2014, berarti IPM Indonesia mengalami kenaikan 44, 3 persen. Akan tetapi jika praktik nikah siri tidak mampu dicegah, dipastikan kenaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia akan sulit terwujud, mengingat keluarga nikah siri, sangat rentan terhadap pemenuhan hak dasar anak, rentan broken home serta rentan secara ekonomi. 

j. Beban Perempuan Semakin Besar 

Nikah siri berdampak menurunnya kualitas hidup perempuan, karena keluarga dari nikah siri tidak berlangsung lama. Ketika suami tidak lagi memberikan jamiman nafkah, maka istri beralih peran menjadi kepala keluarga, mencari nafkah untuk diri dan anaknya dan penjamin pemenuhan hak dasar anak. 

k. Menurunnya kualitas hidup anak 

Kehadiran ayah dan ibu dalam satu keluarga merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keberadaan mereka saling mengisi dan melengkapi. Ketidak hadiran salah satu dari keduanya tidak tergantikan oleh siapapun, meskipun kakek, nenek, paman, atau siapun tetap tidak dapat menyamai kasih sayang ayah dan ibu. Kasih sayang seorang nenek terhadap cucunya tidak sama dengan kasih sayang seorang ayah. Kasih sayang seorang kakek ataupun nenek tidak sama dengan kasih sayang orang tua. Suami yang melakukan nikah siri umumnya tidak dapat memberikan kasih sayang sepenuh hati terhadap anaknya. 

Mayoritas suami yang nikah siri tidak tinggal satu rumah dengan anak dan istri yang dinikahi siri. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kualitas mental dan pribadi anak karena anak tidak mendapat kasih sayang dan perhatian dari ayah, padahal posisinya sebagai pilar yang turut menentukan bagi tumbuh kembang anak. 

l. Degradasi nilai pernikahan 

Pernikahan adalah ikatan suci. Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama. Ikatan tersebut dinamakan “mitsaqan ghaliza” yaitu perjanjian yang amat kokoh (QS An-Nisa 4:21). Perjanjian demikian hanya ditemui tiga kali dalam Al-Qur’an. Pertama yang disebut di atas, yakni menyangkut perjanjian antara suami-istri dan dua sisanya menggambarkan perjanjian Allah dengan para nabi-Nya (QS Al-Ahzab 33:7) dan perjanjianNya dengan umatNya dalam konteks melaksanakan pesan-pesan agama (QS An-Nisa 4:154). 

Perjanjian antara suami-istri sedemikian kokoh, sehingga bila mereka dipisahkan di dunia oleh kematian, maka mereka masih akan digabungkan oleh Allah di akhirat setelah kebangkitan. Praktik nikah sirri dalam banyak kasus ditemukan kekokohan dalam ikatan perkawinan. Bahkan dalam banyak praktik, perkawinan sirri menjadi legalisasi untuk tujuan lain yang secara etis dan agama tidak dibenarkan.

m. Merusak mindset generasi muda 

Praktik nikah sirri berdampak negatif bagi mindset generasi muda. Diantara dampak negatif yang potensial timbul yaitu perempuan muda bisa jadi berpikir pragmatis dan instan, ia lebih memilih mencari keuntugan finansial jangka pendek melalui nikah sirri daripada menempuh sekolah dan menampa diri. Apalagi nikah sirri dengan orang asing, secara umum menggiurkan secara ekonomi. 

n. Pelemahan status sosial perempuan 

Dalam bahtera rumah tangga status seorang perempuan setara dengan laki-laki, keduanya saling membutuhkan dan saling melengkapi. Praktek nikah siri justru menempatkan perempuan menjadi subordinasi, lemah dan dilemahkan bahkan dalam sejumlah kasus dan temuan, posisi perempuan sekedar sebagai objek. Posisi perempuan seolah-olah tidak bernilai, dihitung dengan nilai uang, bukan nilai ketulusan untuk membentuk keluarga yang kokoh. Dalam konteks ini, nikah siri melemahkan nilai kemanusiaan perempuan dan yang sejatinya berhak dihormati, dihargai dan dilindungi.


Artikel keren lainnya:

Tujuan Perkawinan Dalam Islam

Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun dalam kehidupan ini yang tidak dijelaskan dan tidak disentuh nilainya oleh Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Islam telah mengatur secara rinci banyak hal tentang perkawinan, termasuk di Indonesia. Hal ini tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam. 

Pasal 2 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam menyatakan : “Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan gholidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. 

Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama.

Tujuan dilangsungkannya perkawinan dalam agama Islam adalah sebagai berikut : 

a. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur 
Sasaran utama di syariatkannya perkawinan dalam Islam diantaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan membodohkan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. 

b. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami 
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah SWT. 

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 229, yang artinya: "Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim". 

Firman Allah SWT. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 230 yang artinya : "Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui ".

Berdasarkan kedua ayat diatas, maka tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah wajib.

PUSTAKA
  • Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan islam di Indonesia, Jakarta: Perdana Media, hlm 46


Artikel keren lainnya:

10 Faktor Pemicu Perkawinan Siri yang marak terjadi di daerah-daerah tertentu

Nikah siri merupakan fenomena unik, bahkan ada beberapa daerah yang melibatkan Warga Negara Asing (WNA) terutama dari Timur Tengah. 

Beberapa alasan dan latar belakang mengapa seseorang memilih melakukan nikah siri, di antaranya sebagai berikut: 

a. Untuk Meningkatkan Ekonomi Keluarga 
Nikah siri, terutama yang melibatkan WNA dilatarbelakangi karena ingin meningkatkan ekonomi keluarga. Fenomena ini terlihat jelas bahwa tujuan mereka melakukan nikah siri terutama dengan warga asing mempunyai harapan untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Meskipun sebenarnya istri tidak sepenuhnya cinta terhadap sang suami tetapi karena ingin meningkatkan ekonomi dan status sosial keluarga ia secara ikhlas menikah dengan orang yang tidak dicintainya sepenuh hati. 

b. Rendahnya Nilai Sosial 
Selain faktor ekonomi, hal lain yang juga menjadi penyebab terjadinya nikah siri adalah nilai yang dihargai oleh suatu kelompok masyarakat. Menikah tanpa dicatatkan dipandang sebagai hal biasa, fokus pada kepentingan jangka pendek, meskipun beresiko untuk jangka panjang, terutama bagi perempuan dan anak. 

Permisifnya nilai sosial terhadap praktik nikah siri bisa menimbulkan tertib sosial dan tertib hukum menjadi lemah. Dampaknya, katahanan sosial lemah dan kualitas hidup masa depan generasi berpotensi terjadi pelemahan, menggambarkan potret yang mirip, mayoritas anak hanya lulus pendidikan dasar dan putus sekolah. 

c. Kendala Keinginan Berpoligami 
Agama Islam pada dasarnya memperbolehkan seorang pria beristri lebih dari satu (poligami). Islam juga memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat sang suami harus berbuat “adil” terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa Ayat 3). 

Beberapa pihak juga mempergunakan pernikahan siri sebagai cara mudah untuk melegalkan secara non formal pernikahan poligami yang dilakukan secara siri. 

Atas dasar inilah yang menjadi alasan orang untuk menikah lagi, tetapi kebanyakan istri tidak menyetujuinya, karena takut kelak suaminya tidak dapat berbuat adil dan lebih memprioritaskan istri keduanya. Karena istri tidak menyetujui, suami akhirnya memutuskan untuk menikah siri. Persetujuan dari istri pertama merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi bagi suami yang ingin berpoligami. Apalagi bagi orang yang bekerja sebagai PNS, keinginan berpoligami berbenturan dengan hukum positif yang berlaku. 

d. Untuk Menghindari Diri dari Perbuatan Zina 
Di zaman modern seperti sekarang ini pergaulan di kalangan remaja merupakan salah satu hal yang sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan para orang tua terutama orang tua yang mempunyai anak remaja, pola pergaulannya dewasa ini telah melampaui batas atau dengan kata lain pergaulan bebas. Maka dari itu orang tua ada yang lebih memilih untuk mengawinkan anaknya dengan cara nikah siri atau nikah di bawah tangan.

e. Kondisi Sosial Budaya Atau Adat Istiadat 
Masíh ada sebagian masyarakat yang berpandangan bahwa pernikahan merupakan urusan pribadi dalam melaksanakan ajaran agama, jadi tidak perlu melibatkan aparat yang berwenang dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA). 

Pernikahan siri dianggap para pelakunya sebagai jalan pintas bagi mereka yang menginginkan pernikahan, namun belum siap atau ada hal-hal lain yang tidak memungkinkannya terikat secara hukum. Untuk memuluskan keinginan menikah, maka dipilihlah pernikahan siri sebagai pengganti (substitusi) dari pernikahan resmi. 

Masyarakat menganggap bahwa nikah siri bukan satu hal yang tabu. Nikah siri sudah dianggap sebagai hal biasa karena memang banyak melakukan bahkan biasanya dilakukan oleh tokoh agama dan masyarakat sehingga nikah siri menjadi adat atau kebiasaan masyarakat. 

f. Prestise Sosial 
Nikah siri terutama yang melibatkan WNA juga dilatarbelakangi karena ingin meningkatkan prestise sosial. Sebagian masyarakat berkeyakinan jika menikah dengan warga asing, maka memiliki prestise yang lebih. Mereka merasa terhormat karena berhasil memikat hati warga negara asing. Mereka memiliki obsesi kelak akan melahirkan anak yang secara fisik lebih tinggi, lebih tampan, dan lebih menarik dibandingkan dengan anak-anak warga sekitar. 

g. Peran Tokoh Agama 
Maraknya nikah siri tidak terlepas dari peran tokoh agama setempat. Bahkan nikah siri terjadi karena ada peran tokoh agama setempat yang turut membantu dalam proses nikah siri. Selain itu yang mempunyai peran banyak dalam nikah siri adalah calo atau broker serta orangtua yang berperan dalam membantu proses nikah siri. 

h. Orientasi Merawat Daerah Wisata 
Nikah siri menjadi komoditas wisata sebagai daya tarik tersendiri. Kecenderungan orang berwisata tidak hanya wisata an sich. Daerah wisata yang memiliki penduduk usia muda anggun dan cantik merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun asing. 

i. Kecenderungan Pembiaran Pemerintah Setempat 
Seandainya pemerintah baik pusat maupun daerah dapat bersikap tegas, tentu dapat mengentikan praktek nikah siri yang sudah berjalan cukup lama dan memiliki multi efek di beberapa daerah. Hal ini seolah-olah terjadi pembiaran oleh pemerintah daerah sehingga terus tumbuh dan berkembang.

j. Faktor Orang Tua 
Faktor lain yang menjadi alasan untuk melakukan nikah siri adalah faktor orang tua. Banyak pasangan yang melakukan pernikahan sirri, bukan atas kehendak anak, namun atas kehendak orang tua. Bahkan dalam sejumlah kasus, oknum orangtua justru bukan mencegah namun cenderung memanfaatkan anak agar menikah secara sirri dengan orang asing agar kelak dapat mengangkat derajat ekonomi keluarga. Dalam konteks ini, sebenarnya dapat dikategorikan eksploitasi secara ekonomi terhadap anak melalui modus pernikahan secara siri.

Artikel keren lainnya:

Mengenal Perkawinan Siri

Pernikahan Siri adalah suatu pernikahan yang dilakukan oleh seseorang dengan adanya wali, memenuhi rukun dan syarat nikah namun tidak didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dengan persetujuan kedua belah pihak.

Sedangkan menurut perspektif masyarakat pada umumnya, setidaknya terdapat 3 pemahaman tentang perkawinan sirri, yaitu: 

Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat; 

Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; dan lain sebagainya. 

Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya. 

Sementara, pernikahan siri yang sah menurut ketentuan syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; sesungguhnya ada dua hukum yang harus dikaji secara berbeda; yakni; (1) hukum pernikahannya; dan (2) hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara. 

Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga berhak dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori ”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”. Seseorang baru absah dinyatakan melakukan kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat. 

Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah melakukan kemaksiyatan; sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di akherat. Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah atau makruh. 

Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut; pertama, meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain sebagainya; kedua, mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan mencaci Rasul saw, dan lain sebagainya; ketiga, melanggar aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas, perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh negara. 

Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut; (1) wali, (2) dua orang saksi, dan (3) ijab qabul.

Dengan demikian, jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.

Artikel keren lainnya:

4 Faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Perempuan

Peranan perempuan dengan sosok sebagai pemimpin, seiring dengan berjalannya waktu sudah mulai menjadi hal yang lumrah, khususnya di Negara Indonesia. Hal ini diharapkan kepemimpinan perempuan akan berdampak pada usaha-usaha yang ada di Indonesia khususnya. Kepemimpinan perempuan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja, dengan demikian perempuan menjadi seorang pemimpin adalah hal yang lumrah dan tetap akan mempengaruhi terhadap tujuan-tujuan atau target yang hendak dicapai.

Dunia bisnis saat ini bukanlah hal yang asing bagi kaum perempuan, sama halnya dengan bisnis keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Dhiman dan Kaur (2011) menyatakan bahwa, ada berbagai alasan dimana perempuan masuk kedalam bisnis keluarga, seperti membantu keluarga untuk menjadi sukses, lingkungan keluaga yang mendukung, memiliki jadwal yang lebih fleksibel, memiliki keamanan pekerjaan, untuk melewati waktu menganggur dan lain-lain. Jadi fakta-fakta ini memotivasi perempuan untuk memilih bisnis keluarga dari pada pekerjaan diluar. 

Ada banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk mencapai kesuksesan terutama dalam dunia bisnis atau usaha yaitu adanya strategi-strategi yang dapat mencapai tujuan perusahaan diantaranya adalah: bagaimana memulai usaha, mencari peluang usaha, memiliki modal dalam berwirausaha, strategi komunikasi yang efektif agar info dapat tersampaikan, strategi memilih lokasi usaha, strategi pemasaran, strategi keuangan yang baik, dan strategi bersaing. Adanya hal-hal tersebut dapat diyakini bahwa perempuan juga bisa mengembangkan usaha atau bisnis yang sedang digeluti.

Kepemimpinan merupakan sebuah fenomena yang universal. Gaya kepemimpinan akan muncul manakala berinteraksi dengan orang lain, berada dalam sebuah kelompok atau organisasi. Dan dalam diri pribadi pun akan muncul kepemimpinan seseorang untuk memfasilitasi dirinya tersebut, karena sebagai proses potensi pengendali dan mengarahkan jiwa untuk berfikir dan bergerak.

Berikut definisi Kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli, untuk lebih memahami apa sebenarnya kepemimpinan. Menurut Yukl (Stogdill, 1994, 259) kepemimpinan diartikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan peran serta persepsi oleh orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Sedang menurut Rivai dan Mulyadi (2010, 2) pengertian kepemimpinan secara luas meliputi proses memengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.

Pada saat ini belum ada pendapat ahli yang secara khusus mengkaji tentang kepemimpinan perempuan. Akan tetapi berdasarkan wacana yang timbul di masyarakat, bahwasanya pemimpin apapun jenis kelaminnya, yang penting membawa kemajuan bagi perempuan khususnya dan kemanusiaan pada umumnya. Dari seorang ahli yang meneliti tentang kepemimpinan perempuan mencoba untuk menjelaskan apa-apa saja yang dimiliki oleh seorang perempuan dalam memimpin. Menurut Kanter (1977: hal. 233-236) ada empat faktor yang berpengaruh dalam kepemimpinan perempuan, yaitu :

Pertama: Ibu (mother), seorang wanita kadang-kadang menemukan bahwa dirinya menjadi ibu dalam sebuah kelompok atau organisasi yang digelutinya dimana ia menjadi pemimpin dalam forum tersebut. Di asumsikan bahwa perempuan adalah seorang yang simpatik, pendengar yang baik, dan mudah untuk diajak berbicara tentang masalah pribadi. Namun, peran perempuan sebagai pemimpin tipe mother ini memiliki konsekuensi negatif bagi kinerja: (a) reward yang diberikan bukan atas hasil tindakan sendiri tetapi untuk organisasi yang dikelola, (b) aspek yang dominan, diharapkan sebagai “the good mother” dimana ibu adalah menjaga dirinya sebagai seorang yang tidak kritis.

Kedua: Penggoda (Seductress), peran kepemimpinan perempuan ini lebih dari peran ibu, yang cenderung memperkenalkan unsur persaingan dan kecemburuan. Sang ibu yang dapat memiliki banyak anak ini lebih sulit untuk menarik secara seksual. Persepsi bahwa peran the “sex object” adalah berpotensi sebagai penggoda seksual yang diinginkan, walaupun perempuan itu sendiri mungkin tidak sadar berperilaku menggoda atau bisa menjadi penyemangat bagi lingkungannya. Perilaku seductress ini juga dapat menimbulkan konflik dalam lingkungan.

Ketiga: Kesayangan (pet), karakter kesayangan diadopsi oleh karyawan sebagai hal yang dapat menghibur untuk menunjukkan kehebatan dalam kepemimpinan perempuan. Karakter ini juga diharapkan agar dapat mengagumi sosok laki-laki, namun tidak untuk berhubungan dengan mereka.

Keempat: Wanita Besi (Iron Maiden), the “iron maiden” adalah perubahan pada masa kini, peran dimana perempuan yang kuat ditempatkan. Berbanding jauh dengan tiga peran perempuan sebelumnya. Peran iron maiden ini ditunjukkan oleh seorang pemimpin perempuan dengan gaya kompetensi yang dimiliki dengan cara terus terang dan ingin memposisikan diri setara dengan siapa pun. Pemimpin dengan peran wanita besi ini dikenal sebagai seorang yang tangguh dan terjebak dalam sikap yang lebih militan dari pada yang seharusnya. Peranan iron maiden bagi seorang perempuan menjadi tidak diperhatikan, rekan-rekan pun jadi tidak bersimpati kepada mereka, ketika mereka memiliki masalah, berbeda dengan peran seductress dan pet.

Suprianingsih dan Tjahjono (2007, dalam Woman In Public Sector :558) menunjukkan bahwa manajer perempuan di Indonesia secara umum mempunyai nilai-nilai etika dalam menjalankan bisnisnya. Manajer perempuan Indonesia mengembangkan strategi-strategi secara rinci dan mereka juga memiliki keahlian komunikasi yang bagus dalam seluruh lini organisasi perusahaan. Para manajer perempuan dapat menyampaikan ide secara efektif dan mengelola hubungan yang baik dengan para pelanggan. 

Disamping itu, manajer perempuan Indonesia juga sangat peduli pada tanggungjawab sosial dalam komunitas di dalam dan di luar organisasi perusahaan. Beberapa karakter manajer wanita di Indonesia, antara lain:
  • kemampuan untuk menjalin hubungan dengan pelanggan dan klien kemampuan menciptakan efisiensi,
  • kemampuan dalam intuisi melibatkan fisik, mental dan emosi,
  • kemampuan komunikasi,
  • kemampuan untuk menangkap kesempatan,
  • kemampuan untuk menyampaikan intensi dan maksud secara baik keinginan untuk mendengarkan,
  • mempunyai penampilan menarik,
  • rinci,
  • menggunakan perasaan dalam seluruh kegiatan-simpati,
  • kemampuan multi-tasking.


Artikel keren lainnya:

Pelaku dan Bentuk-bentuk Perdagangan Orang

Menurut “Rosenberg” pelaku perdangan orang adalah:
  1. Perusahaan perekrut tenaga kerja dengan jaringan agen, calo-calo, mereka memfasilitasi pemalsuan KTP, Paspor secara illegal, menyekap calon pekerja dipenampungan dan menempatkan korban dalam pekerjaan yang berbeda atau secara paksa memasukkan kedalam industri seks
  2. Agen atau calo bisa dari luar daerah bisa juga seorang tetangga, teman bahkan kepala desa dalam perekrutannya mereka menggunakan kebohongan, penipuan atau pemalsuan dokumen.
  3. Aparat pemerintah; yang terlibat dalam pemalsuan dokumen membiarkan terjadinya pelanggaran dan memfasilitasi penyeberangan melintasi perbatan secara illegal
  4. Majikan apabila menempatkan pekerjanya dalam kondisi ekploitatif seperti tidak membayar gaji, menyekap pekerja, melakukan kekerasan fisik dan seksual, memaksa untuk bekerja menjerat pekerja dalam lilitan hutang
  5. Pemilik atau poengelola rumah bordir, mereka memaksa perempuan bekerja diluar kemauannya, menjerat dalam lilitan hutang menyekap membatasi kebebasan bergerak, tidak membayar gaji, merekrut dan mempekerjakan anak dibawah umur.
  6. Calo pernikahan; apabila pernikahan yang diaturnya telah melibatkan seorang isteri terjerumus kedalam kondisi serupa perbudakan dan eksploitatif.
  7. Orang tua, sanak saudara yang secara sadar mejual anaknya atau saudaranya melalui calo kepada majikan disektor industri seks lainnya atau kalau mereka menerima pembayaran dimuka untuk penghasilan yang akan diterima oleh anaknya nanti, menyerahkan anaknya untuk melunasi hutangnya sehingga anak terjerat dalam lilitan hutang
  8. Suami; mengirimkan isterinya ketempat lain untuk mengeksploitasinya demi keuntungan ekonomi (menempatkan dalam setatus budak atau melakukan prostitusi)
Ada berbagai bentuk perdagangan orang diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Buruh migrant baik didalam negeri maupun diluar negeri tanpa perlindungan, banyak orang termasuk perempuan dan anak dibawah umur bermigrasi tanpa jalur formal tetapi melalui jalur informal atau melanggar hukum. Buruh migrant ini diekploitasi sepanjang proses migrasi mulai dari perekrutan, hinggaa proses prakeberangkatan, selama bekerja dan setelah kembali
  2. Pekerja/pembantu rumah tangga (PRT) kerap menghadapi bahaya karena sifat pekerjaan mereka yang bertempat tinggal dirumah pribadi tertutup dari sorotan masyarakat sering terdengar laporan mengenai kekerasan seksual yang dilakukan oleh majikan atau kelarga majikan, ruang gerak pembantu rumah tangga dibatasi biasanya mereka dikurung dirumah. Paspor dan dokumen lainnya ditahan oleh majikannya.
  3. Perempuan atau anak yang dipekerjakan sebagai pelacur, perekrutan untuk industri seks komersial sering berkedok perekrutan untuk dijadikan buruh migrant. Perempuan yang akan bekerja atau keluarganya telah menyerahkan sejumlah uang kepada perekrut untuk mencarikan mereka pekerjaan diluar negeri atau di daerah lain, mereka biasanya tidak tahu apa pekerjaannya sampai ditempat tujuan, pelaku memalsukan dokumen mereka sehingga mereka tidak berani mengadu kepihak yang berwajib karena mereka adalah pekerja illegal, mereka takut dipenjara atau dideportasi. Perekrut menggunakan kekerasan atau ancaman sehingga ia tidak berani melarikan diri, korban juga disekap secara paksa juga dijaga agar tidak melarikan diri. Perempuan-perempuan yang semula direkrut untuk menjadi pembantu rumah tangga, pegawai restoran, atau bekerja disektor hiburan, kemudian dipaksa untuk bekerja dalam industri seks komersial.
  4. Kerja paksa; orang yang melakukan pekerjaan yang bukan merupakan kehendaknya sendiri dan tanpa memperoleh imbalan yang layak atau tanpa memperoleh imbalan sama sekali.
  5. Pengantin pesanan; ada kecenderungan maraknya laki-laki dari negara industri seperti Taiwan, Hongkong, mencari pengantin dari negara berkembang, meskipun banyak pengantin pesanan yang sukses dan bahagia namun disisi lain banyak terjadi penganiayaan dan kekerasan fisik atau praktek serupa perbudakan. 
  6. Pengemis atau anak jalanan; anak-anak direkrut, diculik untuk dijadikan pengemis atau anak jalanan.


Artikel keren lainnya:

Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Individu Mempunyai Persepsi

Persepsi merupakan salah satu aspek pisikologis yang sangat menentukan bagi seseorang dalam bereaksi, merespon terhadap berbagai hal dan gejala disekitarnya, dalam kehidupan sehari-hari, nampak bahwa persepsi seseorang bersifat fleksibel yang dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

Banyak sekali pengertian atau difinisi mengenai persepsi. Secara sederhana pengertian persepsi menyandang arti cara seseorang dalam memahami atau pemberian makna atas suatu informasi dan stimulus yang didapat dari proses pengindraan terhadap objek atau peristiwa yang diproses oleh otak.

Berbagai ahli telah mendifinisikan tentang persepsi yang pada prinsipnya menyandang arti yang sama.

Menurut Bimo Walgito (2007) menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, menginterprestasikan (terjadi dalam diri) terhadap stimulus yang diterima oleh individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas yang terintergrasi dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berggbagai macam bentuk, stimulus mana yang akan mendapat respon dari individu tergantung pada perhatian dan pengalaman pada individu yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap individu akan mempersepsikan suatu stimulus dengan berbeda-beda karena perasaan, kemampuan berfikir serta pengalaman yang dimilikinya tidak sama.

Persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterprestasikan informasi yang ada dilingkungannya untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti, persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses katagorisasi dan interpretasi yang bersifat selektif. (Menurut Kotler (2004); Schiffman & Kanuk (2000).

Menurut Davidov berpendapat bahwa persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus oleh organisasi atau individu sehingga didapat sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas yang terintegrasi dalam diri individu.

Persepsi bersifat subyektif karena bergantung pada kemampuan dan pengalaman serta keadaan dari masing-masing individu, sehingga stimulus akan ditafsirkan berbeda-beda oleh individu yang satu dengan individu yang lain, dengan demikian persepsi merupakan proses prilaku Individu yaitu pemberian tanggapan arti, gambaran atau penginterpretasikan terhadap apa yang dilihat, didengar atau dirasakan berdasarkan pengalaman dan keinginannya dalam bentuk sikap, pendapat dan tingkah laku atau disebut juga perilaku individu.

Setiap individu mempunyai kecenderungan dalam melihat stimulus atau objek yang sama dengan cara yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh berbagai hal seperti pengetahuan, pengalaman masa lalu maupun keinginan seseorang terhadap peristiwa maupun kondisi yang dihadapinya 

Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi. Menurut Vincent (1997), persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 
  1. Pengalaman masa lalu, karena seseorang biasanya akan menarik kesimpulan yang sama terhadap stimulus yang sama, yaitu apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan. 
  2. Keinginan, karena seseorang cenderung menolak tawaran yang tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. 
  3. Pengalaman dari teman dan orang-orang yang ada di lingkungannya.

Menurut Yule (2012) menyatakan ada bebebrapa faktor yang mempengaruhi persepsi
  1. karakteristik atau pribadi seseorang 
  2. sikap atau attitude seseorang, 
  3. motif seseorang 
  4. ketertarikan, 
  5. focus perhatian 
  6. pengalaman dan pengetahuan seseorang, 
  7. harapan (ekspektasi) seseorang.


PUSTAKA
  • Walgito, Bimo. 2007. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi.
  • Kotler, Philip. 2000. Marketing Manajemen: Analysis, Planning, implementation, and Control 9th Edition, Prentice Hall International, Int, New Yersey
  • Schiffman, Leon G.; Kanuk, Leslie Lazar. 2010 Consumer Behavior, 8th. New Jersey: Prentice Hall Inc.
  • Gaspersz, Vincent. Manajemen Bisnis Total dalam Era Globalisasi. Jakarta : Penerbit PT.Gramedia, 1997.


Artikel keren lainnya:

Pengertian Ketahanan Keluarga

Keluarga diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga:
  1. Bab II: Bagian Ketiga Pasal 4 Ayat (2), bahwa pembangunan keluarga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
  2. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
  3. Kualitas keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.
  4. Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materiil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
  5. Pemberdayaan keluarga adalah upaya untuk meningkatkan kualitas keluarga, baik sebagai sasaran maupun sebagai pelaku pembangunan, sehingga tercipta peningkatan ketahanan baik fisik maupun non fisik, kemandirian serta kesejahteraan keluarga dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Adapun menurut Martinez et al. (2003), yang disebut dengan keluarga yang kuat dan sukses adalah dalam arti lain dari ketahanan keluarga adalah sebagai berikut:
  1. Kuat dalam aspek kesehatan, indikatornya adalah keluarga merasa sehat secara fisik, mental, emosional dan spiritual yang maksimal.
  2. Kuat dalam aspek ekonomi, indikatornya adalah keluarga memiliki sumberdaya ekonomi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (a living wage) melalui kesempatan bekerja, kepemilikan aset dalam jumlah tertentu dan sebagainya.
  3. Kuat dalam kehidupan keluarga yang sehat, indikatornya adalah bagaimana keluarga terampil dalam mengelola resiko, kesempatan, konflik dan pengasuhan untuk mencapai kepuasan hidup.
  4. Kuat dalam aspek pendidikan, indikatornya adalah kesiapan anak untuk belajar di rumah dan sekolah sampai mencapai tingkat pendidikan yang diinginkan dengan keterlibatan dan dukungan peran orang tua hingga anak mencapai kesuksesan.
  5. Kuat dalam aspek kehidupan bermasyarakat, indikatornya adalah jika keluarga memiliki dukungan seimbang antara yang bersifat formal ataupun informal dari anggota lain dalam masyarakatnya, seperti hubungan pro-sosial antar anggota masyarakat, dukungan teman, keluarga dan sebagainya, dan
  6. Kuat dalam menyikapi perbedaan budaya dalam masyarakat melalui keterampilan interaksi personal dengan berbagai budaya.


PUSTAKA
  • BKKBN, 2013, Menjadi Orang Tua Hebat Dalam Pengasuhan Anak-Anak. BKKBN PUSAT, Jakarta
  • Chapman (2000) dalam Puspitawati, H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. PT IPB Press. Bogor.


Artikel keren lainnya:

Makna Gaya Hidup Seseorang

Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat perilaku individu yang sama dengan yang dilakukan pada hari-hari sebelumnya, perilaku itu sudah menjadi kebiasaan dan menjadi gaya hidupnya. Misalnya pola makan, cara berpakaian, dan gaya hidup orang yang tinggal di daerah tropis akan berbeda dengan orang yang tinggal di Alaska yang dingin dan bersalju hampir sepanjang tahun. Gaya hidup seorang artis yang dituntut lingkungannya harus selalu tampil glamour, berbeda dengan pak tani di desa atau montir mobil di kota, atau pegawai negeri sipil di kantor Pemda.


Pada umumnya seorang individu memiliki gaya hidup yang khas dan berbeda dengan individu lainnya. Seringkali gaya hidup itu dipengaruhi oleh agama, suku bangsa, kewarganegaran, adat budaya. Itu sebabnya kita tertarik untuk melihat dan mengunjungi tempat-tempat yang berbeda. Orang Eropa datang ke Asia, ke Indonesia, orang Asia dan orang Indonesia ke Amerika, Afrika dan Negara lainnya. Bahkan saat ini dengan kemajuan teknologi yang tersedia, kita dapat melihat kehidupan bangsa lain, remaja di negeri lain, atau penyanyi idola kita, tanpa harus pergi menemui mereka di tempat mereka tinggal.

Begitu juga sebaliknya. Ini semua membuat warga dunia menjadi dapat saling mempengaruhi, mempengaruhi music yang disukai, makanan, cara dan gaya berpakaian, berbicara, dan gaya hidup.

Ada dua makna yang terkandung dalam gaya hidup seseorang, yaitu:
  1. Bahwa individu tersebut berusaha membuat seluruh aspek kehidupannya berhubungan dengan pola yang diinginkannya.
  2. Bahwa individu tersebut mengatur seluruh aspek kehidupannya sebagaimana ia ingin dipersepsi (diakui, dianggap) oleh orang lain.

Dari dua makna di atas tercermin bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk menentukan bagaimana ia ingin mengatur hidupnya. Gaya hidup adalah kebiasaan seseorang menjalani kehidupannya, gaya hidup merupakan cermin dari kepribadian seseorang, karena gaya hidup adalah kumpulan kebiasaan-kebiasaan yang dipilih seseorang, yang menjadi cirri dirinya.

Pilihan atau pengaruh yang dipilih seseorang untuk menjadi bagian dari gaya hidupnya, ada yang positif dan ada yang negatif. Gaya hidup yang negatif adalah gaya hidup yang merugikan yang terkadang tidak disadari oleh individu tersebut. Misalnya gaya hidup atau kebiasaan yang konsumtif, yaitu gaya atau kebiasaan hidup seseorang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa perhitungan yang matang, misalnya, membelanjakan sebagian besar uangnya untuk membeli barang-barang yang bukan kebutuhan utamanya.

Contoh lainnya, kebiasaan merokok, minum alkohol, atau kebiasaan melihat atau membaca pornografi, semua ini adalah contoh pilihan-pilihan gaya hidup yang merugikan, yang sering tidak disadari karena pengaruh lingkungan, panutan yang dilihat, dll.

Sebaliknya, ada banyak pilihan-pilihan yang positif yang menguntungkan seseorang, membuat mereka menjadi pribadi yang tampil kuat dan ceria serta nyaman dengan dirinya dan sekitarnya. Misalnya, kebiasaan berolahraga dengan teratur, kebiasaan membuat rencana pengeluaran dan tabungan, tidak jadi masalah berapapun uang yang dimiliki, kebiasaan bangun pagi, kebiasaan makan teratur, kebiasaan mengatur waktu sesuai kegiatan sehari-hari, sehingga semua dapat dilakukan dan dinikmati dengan baik, kebiasaan berdoa atau bersembahyang tiap hari. Semuanya ini adalah kumpulan pilihan yang termasuk dalam kelompok pilihan-pilihan yang membuat seseorang merasa bahagia, yakni pilihan-pilihan yang dia tahu pasti bahwa dia tidak akan menyesalinya nantinya.

Artikel keren lainnya:

19 Ciri-ciri remaja dan kaum muda yang sudah kecanduan NARKOBA

Ciri-ciri remaja dan kaum muda yang sudah kecanduan NARKOBA

  1. Sifat mudah kecewa dan punya kecenderungan menjadi agresif dan destruktif.
  2. Perasaan rendah diri (low self esteem).
  3. Tidak sabar (tidak bisa menunggu) yang berlebihan.
  4. Suka mencari sensasi (melakukan yang berbahaya dan berisiko) yang berlebihan.
  5. Cepat merasa bosan, tertekan, murung, dan merasa tidak sanggup berfungsi dalam kehidupan sehari-hari.
  6. Keterbelakangan mental
  7. Kurangnya motivasi atau dorongan dari dalam diri untuk mencapai suatu keberhasilan dalam pendidikan, pekerjaan, atau dalam lapangan kegiatan lainnya.
  8. Prestasi belajar menurun
  9. Kurang berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler
  10. Cenderung sering cemas, terobsesi, apatis, menarik diri dari pergaulan, depresi, kurang mampu menghadapi tekanan, atau sebaliknya hiperaktif.
  11. Cenderung mengabaikan peraturan.
  12. Putus sekolah pada usia dini. Perilaku antisosial pada usia dini (mencuri, berbohong dan kenakalan remaja lainnya).
  13. Sukar tidur pada malam hari.
  14. Kurang suka berolahraga.
  15. Mempunyai persepsi bahwa hubungan dalam keluarga kurang dekat walau kenyataannya seringkali tidak demikian.
  16. Ada anggota keluarga yang tergolong peminum alkohol berat atau pemakai narkoba.
  17. Berkawan dengan peminum berat atau pemakai narkoba.
  18. Sudah mulai merokok pada usia dini/sangat dini dibanding rata-rata perokok lainnya.
  19. Kehidupan keluarga atau dirinya yang kurang religius.


Kenali dan Waspadai Tahapan Risiko Penyalahgunaan Narkoba

1) Risiko kecil. 
Ini terjadi pada remaja dan kaum muda yang memiliki karekateristik atau ciri-ciri sebagai berikut:
  • Sehat secara fisik maupun mental, kehidupan agama yang religius
  • Mempunyai kemampuan penyesuaian atau adaptasi sosial yang baik
  • Tidak berkepanjangan larut dalam gejolak emosi seperti rasa marah dan kecewa. Dapat dengan cepat kembali dalam emosi yang normal
  • Memiliki sifat jujur dan bertanggung jawab
  • Mempunyai cita-cita yang rasional
  • Dapat mengisi waktu senggang secara positif

2) Risiko besar 
Risiko besar Potensial pada anak, remaja dan kaum muda yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Mempunyai sifat mudah kecewa, untuk mengatasinya cenderung agresif dan destruktif
  • Bila mempunyai keinginan tidak bisa menunggu, menuntut kepuasan segera
  • Pembosan, sering merasa tertekan. Murung dan tidak sanggup berfungsi dalam hidup sehari-hari
  • Suka mencari sensasi. Melakukan hal-hal yang berbahaya/ mengandung risiko
  • Kurang dorongan dari dalam diri untuk berhasil dalam pendidikan, pekerjaan atau kegiatan lain, prestasi belajar buruk, partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler kurang, kurang berolahraga, dan cenderung makan berlebihan
  • Mempunyai rasa rendah diri, kecemasan, obsesi, apatis, menarik diri dari pergaulan atau hiperaktif, depresi, kurang mampu menghadapi stress
  • Suka tidur larut malam
  • Ada riwayat penyimpangan perilaku hubungan seksual dini, putus sekolah, dan perilaku antisosial pada usia dini (agresivitas, membohong, mencuri, mengabaikan peraturan, mulai merokok pada usia dini)
  • Merasa hubungan dalam keluarga kurang dekat, ada keluarga yang alkoholik atau pemakai obat-obatan
  • Berteman dengan alkoholik/penyalahguna narkoba, kehidupan agama kurang religious

3) Coba-coba. Kontak pertama dengan narkoba seperti ganja dll. Sering terjadi pada usia remaja. Berkumpul bersama teman sebaya lalu bila salah seorang menghisap ganja maka yang lainpun akan mencobanya, mungkin sekedar ingin tahu, atau menunjukkan “kehebatannya”. Kebanyakan tidak melanjutkan pengalaman pertama ini. Beberapa kemudian melanjutkan proses eksperimentasi atau coba-coba ini dengan zat-zat lain dengan cara yang lebih canggih.

4) Kadang-kadang. Setelah tahap coba-coba, sebagian melanjutkan pemakaian narkoba ini sampai menjadi bagian dari kehidupan seharihari. Karena pemakaiannya masih terbatas (kadang-kadang), maka tidak ada perubahan mendasar yang dialami pemakai, sehingga mereka masih dapat bersekolah atau bekerja seperti biasa.

5) Ketagihan. Pada tahap ini frekuensi (jarak pemakaian), jenis dan dosis narkoba yang dipakai telah meningkat, termasuk bertambahnya pemakaian bahan-bahan berisiko tinggi. Gangguan fisik, mental dan sosial yang diakibatkannya semakin nyata. Meski demikian, bagi beberapa pemakai dengan bantuan yang sesuai, masih bisa berhenti pada tahap ini.

6) Ketergantungan. Ketergantungan merupakan bentuk ekstrim dari ketagihan. Upaya untuk mendapatkan narkoba dan memakainya secara teratur, menjadi tujuan utamanya sehari-hari, hal ini mengalahkan semua kegiatan hidup lainnya. Kondisi fisik dan mental terus menerus menurun, hidup sudah kehilangan makna, yang terpenting adalah mendapat zat-zat yang dibutuhkannya. Pemakai dalam tahap ini selalu membutuhkan obat/narkoba tertentu yang menjadi kebiasaannya agar dapat berfungsi

Artikel keren lainnya:

Penyebab LGBT Menurut Pendapat Masyarakat

Masyarakat melihat LGBT itu disebabkan terutama oleh faktor biologis atau genetik dan sosial (pengaruh lingkungan). Menurut masyarakat, faktor biologis memiliki peran dalam membentuk seseorang untuk menjadi LGBT. Seseorang dapat menjadi LGBT karena keturunan atau karena kelainan genetik yang dimilikinya sejak lahir. Berbeda halnya dengan faktor sosial, masyarakat menganggap bahwa seseorang yang berada di lingkungan (sosial atau kerja) LGBT pada akhirnya akan mengikuti gaya hidup dan lama kelamaan bisa tertular menjadi LGBT.

“Klo itu sepertinya penyebabnya keturunan deh, itu dulu keturunannya ada yang bencong, saya denger ada ya kita berkawan dengan bencong akhirnya kita ketularan dengan gaya hidup dia, dengan kesukaan dia dengan cara hidup dia, contohnya kalo laki kerja di salon itu lama-kelamaan kebawa-bawa.” (En, 50 tahun, Masyarakat, Jakarta).

“Kalau aku sih ngeliatnya lebih ke arah genetik ya. Kelainan genetik, kelainan klomosom gitu. Jadi emang dia waktu kecil lahir lebih banyak ke cewek, tadinya cowok kan… Iya gitu. Atau cewek kaya cowok. Transgender bisa dua deh kayaknya.. Kayaknya bisa cowok ke cewek, cewek ke cowok. Tapi Cuma kayaknya aja” (D, 51 tahun, Masyarakat, Bekasi).

Masyarakat juga melihat bahwa seseorang dapat menjadi LGBT akibat trauma atau sakit hati. Trauma dalam arti pernah mengalami kekerasan (baik fisik mau pun seksual) pada masa kecilnya atau sakit hati pada lawan jenis yang pernah berhubungan dengannya. Disamping itu, ada masyarakat yang berpendapat bahwa mereka menjadi LGBT karena faktor didikan keluarganya. 

Khusus untuk transgender, mereka melihat bahwa faktor ekonomi juga menjadi penyebab yang mendasari mereka menjadi seorang waria.

“Cuma ya disini saya juga melihat bahwa itu kan ada memang bawaan orangnya, pengaruh lingkungan, atau memang dia pernah mengalami kekerasan seks pada waktu kecil.” (F, 58 tahun, Masyarakat, Depok).

“Kalau lesbi penyebabnya karena dari kecil pekerja keras perlakuan orang tuanya yang juga keras terhadap dirinya terutama bapaknya. Dia sudah biasa melakukan pekerjaanpekerjaan laki-laki dari kecil.” (S, 22 tahun, Masyarakat, Bogor).

“Penyebab seseorang menjadi lesbian dan homoseks adalah faktor biologis dan sakit hati. Pada kasus waria, dipengaruhi oleh sakit hati dan lingkungan yang berkaitan dengan ekonomi. Maksudnya, ketika seseorang memutuskan untuk bekerja dalam satu profesi tertentu, katakanlah PSK, dan mengubah penampilannya kemudian ia akan bergantung secara ekonomi dengan aktivitas tersebut dan lanjut menjadi waria.” (V, 30 tahun, Masyarakat, Tangerang).

Sumber :
  • Laporan Kajian Pandangan masyarakat terhadap Lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di jakarta, bogor, depok dan tangerang, 2015, kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak pusat penelitian kesehatan universitas indonesia


Artikel keren lainnya:

Konsep Kemampuan Komunikasi Efektif Orang Tua dan Anak


Setiap keluarga mempunyai teknik atau cara berkomunikasi sendiri. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pikiran dan perasaan melalui bahasa, pembicaraan, mendengar, gerak tubuh atau ungkapan emosi. Untuk membangun komunikasi yang efektif dalam keluarga, diharapkan perlakukan orang tua yang diharapkan anak yakni:


(1) Memberi perhatian dan dukungan
(2) Mau mendengarkan dan bisa emphati
(3) Memberikan kasih sayang dan berperasaan positif
(4) Menerima dan menghargai anak
(5) Memberi kepercayaan terhadap anak

Relasi antara anak dan orang tua menunjukkan adanya keragaman yang luas. Relasi orang tua dan anak dipengaruhi dan ditentukan oleh sikap orang tua. Pada saat berkomunikasi orang tua harus memperhatikan perasaan apa yang sedang dirasakan anak dan bahasa tubuh anak. Agar komunikasi berjalan baik orang tua perlu memahami perasaan anak dan menyampaikan kata-kata dengan cara yang baik. Orang tua memilih kata-kata positif agar anak memiliki konsep diri yang positif dan memahami pesan yang disampaikan orang tua.

Komunikasi disebut efektif apabila pesan yang diterima komunikan (anak) sama maksudnya sesuai dengan apa yang disampaikan komunikator (orang tua) Tujuan berkomunikasi efektif dengan anak adalah untuk :

(1) Membangun hubungan yang serasi dengan anak;
(2) Membentuk suasana keterbukaan dan mendengar;
(3) Membuat anak mau bicara pada orang tua saat menghadapi masalah;
(4) Membuat anak mau mendengar dan menghargai saat orang tua bicara;
(5) Membantu anak menyelesaikan masalah.

Sikap yang berhubungan dengan afeksi dan dominasi diman ada orang tua yang mendominasi, yang memanjakan, acuh tak acuk. Ada pula orang tua yang akrab, terbuka, bersahabat. Sikap orang tua yang berhubungan dengan ambisi dan minat yaitu sikap orang tua yang mengutamakan kesuksesan di dalam kehidupan masyarakat, memilik hal-hal yang bersifat keduniawian, suasana keagamaan dan nilai-nilai artistik.

Tetapi ada pula sikap orang tua yang dapat menghambat komunikasi antara anak dan orang tua yakni sikap atau gaya penghambat komunikasi yang sering menyebabkan anak tidak mau berbicara, yaitu:

(1) Memerintah
(2) Menyalahkan
(3) Meremehkan
(4) Membandingkan
(5) Memberi cap
(6) Mengancam
(7) Menasihati
(8) Membohongi
(9) Menghibur
(10 Mengkritik
(11 Menyindir
(12 Menganalisa 

Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap pada orang yang terlibat dalam komunikasi. Komunikasi efektif adalah saling bertukar informasi, ide, kepercayaan, perasaan dan sikap antara dua orang atau kelompok yang hasilnya sesuai dengan harapan. Tujuannya adalah memberi kemudahan dalam memahami pesan yang diberikan.

PUSTAKA
  • BKKBN,2013, Menjadi Orang Tua Hebat Dalam Mengasuh Anak, BKKBN Pusat, Jakarta.


Artikel keren lainnya: