Beranda · Pendidikan · Politik · Pemerintahan · Kesehatan · Ekonomi · Life · Manajemen · Umum

Aldila Sutjiadi Ikon Baru Petenis Wanita Indonesia

Berkat tenis, Aldila Sutjiadi mendapat banyak pengalaman berharga  dalam hidupnya. Baru-baru ini, setelah sukses juara di Asian Games 2018, Aldila berhasil menjadi yang terbaik di nomor ganda putri pada turnamen ITF (International Tennis Federation) di India. 

Perempuan kelahiran 2 Mei 1995 itu sudah mengenal tenis sejak usia dini. Sang kakek adalah pemain tenis, begitu pula sang ayah bernama Indriatno Sutjiadi yang menurunkan bakatnya kepada anak-anaknya termasuk Dila. Sehingga darah tenis mengalir deras di dalam tubuhnya.

Ketika anak-anak usia lima tahun sangat gemar bermain boneka atau mainan, di usia yang sama, Dila sudah belajar memegang raket tenis. Raket itu seolah menjadi mainan bagi Dila. Tak pelak, pada usia sembilan tahun, Dila menjalani debutnya di pertandingan tenis.

Kariernya mulai menemui titik terang saat turun di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 di Riau. Dila memboyong tiga medali emas untuk tunggal putri, ganda putri, dan beregu. Sebuah torehan cemerlang di bidang olahraga oleh remaja putri berusia 17 tahun. Namun pada saat itu belum banyak media-media yang mengetahui kehebatan Dila. Sampai pada suatu hari di bulan Agustus, Dila bersama Christhoper Rungkat berhasil meraih medali emas pada cabang olahraga tenis ganda campuran.

“Awalnya sih nggak nyangka ya dapet emas, karena melihat kualitas peserta-pesertanya, pemainnya sudah sering bermain di level Grand Slam. Jadi waktu itu sempet terkejut dan memang senang sekali bisa mendapat emas dan memperolehnya di Indonesia.” Ujar petenis yang mengidolakan Roger Federer ini.

Sejak hari itu, media-media olahraga sontak mengkapitalisasi prestasi Dila dan Christo. Wajar saja mengingat terakhir kali Indonesia meraih emas di tenis ganda campuran yakni pada Asian Games 1990 melalui pasangan Yayuk Basuki dan Hary Suharyadi. Sehingga Dila dan Christo telah mencetak sejarah dengan mengakhiri puasa emas selama 28 tahun.

Khusus Dila, media tidak segan menulis dirinya sebagai penerus Yayuk Basuki, legenda tenis Indonesia. Dalam hal ini, justru Dila merasa tertantang dan tidak terbebani secara mental. 

“Sebagai penerus tante Yayuk sih nggak terbebani karena aku menanggapi ini sebagai motivasi, bahwa aku ada kesempatan menjadi seperti tante Yayuk. Daripada melihat ini sebagai beban, justru aku jadikan motivasi agar bisa menggapai target-target aku seperti main di Grand Slam.” Ujar Dila dengan santai.

Secara terang-terangan, Dila juga menyampaikan target pribadinya pasca meraih sukses di Asian Games 2018. Saat ini peringkat dunia Aldila Sutjiadi masih berada di angka 600-an. Dia bertekad untuk menembus peringkat 500 dunia pada akhir tahun 2018. Lalu pada 2019, dia akan terus berusaha mengejar target berada di peringkat 300 dunia. Untuk mewujudkan cita-cita itu, Dila harus tampil baik pada setiap turnamen yang digelar oleh ITF sebagai federasi internasional yang menaungi cabang olahraga tenis.

Selain jago bermain tenis, Dila juga cerdas secara intelektual. Dia lulus dari jurusan matematika ekonomi Universitas Kentucky, Amerika Serikat dengan predikat cum laude. Adapun Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Dila berada di angka 3,92. 

Kehidupan selama di negeri Paman Sam diakui Dila sebagai kehidupan penuh tantangan. Pasalnya membagi waktu latihan dan kuliah bukanlah sekadar membikin jadwal. Perlu adanya komitmen, janji kepada diri sendiri, dan tentu saja disiplin tinggi. Jika latihan dilaksanakan pada pagi hari, maka Dila harus menghadiri perkuliahan pada sore harinya. Begitu pula sebaliknya.

Kini, tantangan berikutnya menanti Dila. Ia hadir dalam bentuk karier dan prestasi di olahraga tenis. Dila masih 23 tahun, sehingga perjalanan keriernya masih cukup panjang. Namun bukan berarti Dila akan berleha-leha dan mengkhianati targetnya sendiri. Jika dia terus tampil konsisten, bukan tidak mungkin dia jadi ikon baru dalam olahraga tenis di Indonesia dan melewati pencapaian Yayuk Basuki.(gung)

sumber :
kemenpora

Artikel keren lainnya:

Antisipasi Minimnya Peserta Lolos SKD CPNS, Pemerintah Siapkan Solusi Kebijakan

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyiapkan kebijakan baru untuk mengantisipasi kekosongan formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) terkait minimnya peserta Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) yang memenuhi passing grade. Kebijakan tersebut diperlukan agar kebutuhan pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) terpenuhi, namun disisi lain kualitas tetap terjaga.

Demikian dikatakan Menteri PANRB Syafruddin kepada wartawan di Jakarta, Selasa (13/11). “Saat ini masih dalam penyusunan, dan diharapkan minggu depan PermenPANRB sudah ditandatangani,” ujar Menteri Syafruddin.

Berdasarkan data Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) CPNS 2018, pelaksanaan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) CPNS hingga tanggal 12 November lalu, hanya 128.236 yang memenuhi passing grade atau kurang dari 10 persen dari 1.724.990 yang mengikuti SKD. “Padahal, yang diperlukan ke tahapan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) jumlahnya minimal tiga kali formasi untuk memenuhi yang memenuhi syarat dalam seleksi CPNS 2018 tahap SKD,” katanya.

Kenyataan tersebut, berakibat tidak terpenuhinya formasi yang telah ditetapkan, sedangkan di lain pihak instansi sudah membutuhkan tambahan PNS untuk menjamin pelayanan publik. “Pemerintah punya kewajiban untuk melayani publik. Publik juga semakin menggeliat untuk mau berperan dalam roda pemerintahan, terutama untuk tenaga pendidikan seperti guru dan dosen serta tenaga kesehatan,” jelasnya.

Menteri menjelaskan, saat ini peserta yang lolos tahapan seleksi dengan passing grade yang telah ditetapkan pemerintah memang minim sekali. Tetapi Syafruddin menekankan bahwa peserta SKD CPNS yang tidak lolos passing grade bukan berarti telah gagal. Saat ini Panselnas sedang melakukan evaluasi dan dalam waktu dekat akan segera mengumumkan solusinya. "Panselnas saat ini sedang menyikapi perkembangan yang ada untuk mengambil langkah-langkah terbaik untuk memenuhi kebutuhan negara. Yang jelas langkah yang akan diambil tidak akan merugikan, bahkan akan menguntungkan semua pihak," kata Syafruddin.

Menteri Syafruddin memastikan Panselnas sedang bekerja mencarikan solusi minimnya penerimaan CPNS 2018. “Formulasinya sedang disusun agar dapat memenuhi kebutuhan CPNS yang ada tetapi tetap menghasilkan ASN yang kompetitif dan kredibel," ujar Syafruddin.

Diingatkan bahwa SDM merupakan aset penting bagi negara untuk mengelola semua aspek. Namun, dalam pelaksanaan seleksi CPNS saat ini, kekurangan SDM dalam mengisi formasi terjadi. Dikatakan bahwa peraturan yang sedang disusun itu tidak mengganti Peraturan Menteri PANRB No. 36 dan 37 Tahun 2018. “Peraturan baru itu merupakan solusi untuk menopang peraturan yang lama,” tegas Syafruddin.

"Panselnas saat ini sedang menyikapi perkembangan yang ada untuk mengambil langkah-langkah terbaik untuk memenuhi kebutuhan negara. Yang jelas langkah yang akan diambil tidak akan merugikan, bahkan akan menguntungkan semua pihak," kata Syafruddin.

Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji menambahkan bahwa peserta yang sudah lulus passing grade tidak perlu khawatir. “Yang sudah lulus di awal, tetap kita lindungi. Jangan khawatir. Mereka akan tetap ikut SKB,” ujarnya.

Sesuai Peraturan Menteri PANRB No. 36/2018 tentang Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS 2018, SKD memiliki bobot 40 persen, sedangkan bobot SKB 60 persen.

Sumber:
Humas MenpanRB

Artikel keren lainnya:

Pemerintah Perhatikan Nasib Honorer

Pemerintah memberikan perhatian serius terhadap nasib honorer di Indonesia. Sampai tahun 2014, pemerintah sudah mengambil langkah-langkah yang cukup masif dan progresif dengan mengangkat secara otomatis 900 ribu lebih tenaga honorer kategori (THK) I dan sekitar 200 ribu tenaga honorer kategori (THK) II menjadi PNS.

“Pemerintah sama sekali tidak menafikan jasa para tenaga honorer yang telah bekerja dan berkeringat selama ini,” tegas Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin di Jakarta, Jumat (02/11).

Secara de jure, permasalahan THK-II sudah selesai dan harus sudah diakhiri pada tahun 2014 sebagaimana  diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 2012. Namun demikian dalam realitanya masih ada persoalan khususnya bagi sekitar 439 ribu lebih THK-II yang tidak lulus seleksi di tahun 2013. "Jadi apabila rujukannya hukum karena kita adalah negara hukum, maka permasalahan honorer seharusnya sudah selesai tahun 2014 seiring dengan diangkatnya kurang lebih 1,1 juta THK-I dan THK-II menjadi PNS," tegas Syafruddin.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa dampak dari kebijakan tersebut saat ini komposisi PNS didominasi oleh eks THK-I dan THK-II. Dari 4,3 juta lebih PNS, sebesar 26% terdiri dari eks THK-I dan THK-II yang sebagian besarnya diangkat  secara otomatis tanpa tes.

Dalam penyelesaiannya, pemeritah harus memperhatikan kondisi dan kebutuhan obyektif bangsa serta peraturan perundangan yang berlaku. Untuk itu, Pemerintah telah menyiapkan skema penyelesaian, yakni pertama, pemerintah mengupayakan untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi SDM ASN secara berkelanjutan yang saat ini raw input-nya 26% berasal dari tenaga honorer yang diangkat tanpa tes.

Kedua, Pemerintah memperhatikan peraturan perundangan yang saat ini berlaku, antara lain UU ASN yang mensyaratkan usia maksimal 35 tahun, serta harus ada perencanaan kebutuhan dan harus melalui seleksi, UU Guru dan Dosen yang mensyaratkan guru minimal harus S1, dan UU Tenaga Kesehatan yang mensyaratkan tenaga kesehatan minimal harus D-III.

Ketiga, dengan pertimbangan hal tersebut, pemerintah bersama delapan Komisi di DPR RI, telah menyepakati skema penyelesaian tenaga honorer eks THK-IIyaitu bagi yang memenuhi persyaratan menjadi PNS, disediakan formasi khusus eks THK-II dalam seleksi pengadaan CPNS 2018. Selanjutnya, bagi yang tidak mememuhi persyaratan untuk menjadi PNS, namun memenuhi persyaratan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), akan diproses menjadi PPPK.

Untuk yang tidak memenuhi persyaratan menjadi PNS dan PPPK, namun daerahnya masih membutuhkan, yang bersangkutan tetap bekerja, dan daerah diwajibkan memberikan honor yang layak, minimal sama dengan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).

Menteri PANRB menambahkan bahwa setelah selesai pengadaan CPNS 2018, Pemerintah akan segera memproses pengadaan PPPK.

Syafruddin memohon pengertian semua pihak mengingat permasalahan honorer eks THK-II ini rumit dan kompleks. “Penyelesaiannya tidak seperti membalikan telapak tangan. Tapi pemerintah akan terus berupaya melakukan penyelesaian secara komprehensif tanpa memicu timbulnya permasalahan baru,” tegasnya.

Saat ini, menurut Syafruddin, bangsa Indonesia dihadapkan pada persaingan global di era industri 4.0 dan tingginya ekspektasi masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik. “Strateginya pemerintah harus menyiapkan ASN yang berdaya saing tinggi," pungkas Syafruddin.

Sumber:
Menpan RB

Artikel keren lainnya:

Dengan Protein Ikan, Kita Membangun Bangsa

Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki potensi perikanan yang harus dimanfaatkan secara optimal dan lestari untuk bangsa, terutama dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendukung ketahanan pangan dan gizi nasional.

Ketahanan pangan nasional serta pemenuhan gizi masyarakat, terutama protein, telah menjadi perhatian serius pemerintah. Berbagai upaya pun terus dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya ikan sebagai bahan pangan yang mengandung protein berkualitas tinggi.

Oleh karena itu, guna mendorong tingkat konsumsi ikan di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Hari Ikan Nasional (HARKANNAS) yang diperingati setiap tanggal 21 November. Peringatan HARKANNAS tersebut kini sudah memasuki tahun kelima, sejak ditetapkan melalui Keppres Nomor 3 Tahun 2014 pada tanggal 24 Januari 2014.

Tahun ini, peringatan HARKANNAS mengusung tema “Dengan Protein Ikan, Kita Membangun Bangsa”. Hal ini menunjukkan bahwa pangan dan gizi adalah hal yang saling terkait dan saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu diselesaikan.



Adanya kasus gizi ganda (kelebihan dan kekurangan gizi), stunting, dan lain-lain adalah contoh beberapa masalah yang dihadapi Bangsa Indonesia yang erat kaitannya dengan kecukupan pangan dan gizi. Sehingga ikan sebagai bahan pangan yang mudah diproduksi dalam berbagai skala dan bergizi tinggi  diharapkan mampu menjadi solusi atas masalah tersebut.

Untuk memeriahkan peringatan Harkannas Ke-5, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengajak kepada seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar secara serentak dan bersama-sama mengkonsumsi ikan pada tanggal 21 November 2018, turut menyemarakkan HARKANNAS lingkungan kantor Pemerintah Daerah, dan menyelenggarakan pertemuan Forikan Daerah, workshop, bazar perikanan, lomba masak, festival kuliner ikan, dan lain-lain.

Sedangkan di tingkat pusat, dilakukan serangkaian kegiatan sejak tanggal 21 November hingga 8 Desember 2018 meliputi talkshow, kuliner ikan gratis, lomba inovasi menu masakan ikan, bazaar perikanan, hingga pada Puncak Peringatan HARKANNAS ke-5 pada tanggal 7 Desember 2018 di JCC Senayan Jakarta, yang akan diawali dengan Lomba Masak Serba Ikan Tingkat Nasional ke-16, bekerja sama dengan Tim Penggerak PKK Pusat yang diikuti perwakilan juara dari 34 provinsi.

Melimpahnya Indonesia akan berbagai jenis ikan perlu kita syukuri. Salah satunya dengan memanfaatkannya sebagai bahan konsumsi dalam negeri. Ikan sangat sehat dan mengandung banyak protein yang baik bagi tubuh kita. Jangan sampai manfaat ikan hanya dirasakan orang luar yang mengimpor ikan dari Indonesia, namun bangsa sendiri lupa menikmatinya,” tutur Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Tak berlebihan, komoditas perikanan Indonesia memang sudah terkenal hingga mancanegara. Setidaknya ada 3 komoditas unggulan perikanan Indonesia, yaitu udang, tuna dan patin. Tercatat, nilai ekspor udang dan tuna sampai dengan September 2018, menduduki posisi tertinggi pertama dan kedua dibanding komoditas utama produk perikanan lainnya sebesar USD 1.302,5 juta (37%) dan USD 433,6 juta (12,3%). Terjadi kenaikan nilai dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar 4% untuk udang dan 21,9% untuk tuna. Sedangkan Patin Indonesia dengan brand “Indonesian Pangasius – The Better Choice”, yang baru saja diluncurkan saat ajang pameran SEAFEX di Dubai pada 30 Oktober 2018, diprediksi dapat memenangkan pasar dunia. Alasannya, patin Indonesia memiliki keunggulan karena dikembangkan dengan probiotik dan dibudidayakan dalam kolam dengan air tanah yang bersih, juga dengan kepadatan yang lebih rendah dibandingkan negara lain.

Diharapkan, peringatan HARKANNAS ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat kerja sama dan membangun koordinasi fungsional yang efektif dengan seluruh komponen pemerintah dan masyarakat, serta menjadikan ikan sebagai salah satu solusi dalam penanganan permasalahan gizi masyarakat. Sehingga ikan dijadikan sumber protein yang selalu hadir di dalam menu keluarga guna mendukung upaya-upaya peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia (Nawacita 5), dan meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing bangsa (Nawacita 6), serta mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, khususnya sektor kelautan dan perikanan (Nawacita 7).

Dengan konsumsi protein ikan yang cukup, masyarakat Indonesia diharapkan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Generasi yang sehat, kuat, dan cerdas adalah modal utama dalam membangun bangsa Indonesia ke depan.

Sumber:
Biro Humas dan Kerjasama Luar Negeri
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Artikel keren lainnya: