Beranda · Pendidikan · Politik · Pemerintahan · Kesehatan · Ekonomi · Life · Manajemen · Umum

Waspadai perubahan prilaku suami secara tiba-tiba

Membangun rumah tangga bagaikan menjaga emas, begitu banyak gangguan baik dari dalam rumah tangga itu sendiri maupun dari luar. Itulah mengapa baik suami maupun istri diwajibkan untuk bersama-sama menjaga keutuhan rumah tangganya, saling percaya, mengutamakan kejujuran, menjaga tutur kata, adab terhadap suami dan terhadap istri, saling melengkapi, membangun kebersamaan dan tentu saja selalu memotivasi dan menjaga rahasia.

Menyatukan dua individu tidak lah mudah kalau tidak dibarengi dengan rasa cinta dan sayang, tidak mudah pula kalau tidak ada saling pengertian antara suami dan istri. Rumah tangga akan baik dan menyenangkan apabila masing-masing pihak bertanggung jawab sesuai dengan tugas dan perannya masing-masing. Suami sebagai kepala rumah tangga harus menjadi pemimpin yang adil, pemimpin yang dapat mengayomi semua kepentingan yang ada didalam rumah tangganya, istri harus menjaga martabat rumah tangganya termasuk menjaga kehormatan suaminya. Istri harus menghormati suaminya, menghargai setiap jerih payahnya sekalipun sang istri memiliki pendidikan dan penghasilan yang lebih tinggi dari suaminya.

Didalam berumah tangga, persoalan pasti selalu ada sehingga banyak orang mengatakan bahwa masalah rumah tangga yang melibatkan suami dan istri merupakan bumbu penyedap yang dapat menambah kenikmatan berumah tangga. Disitulah diperlukan kedewasaan berpikir masing-masing pihak, baik suami maupun istri harus selalu mengoreksi diri sebelum mengoreksi pasangannya, hal ini dimaksudkan agar suami dan istri bisa saling memahami, saling mengetahui karakter dan kepribadian. Sehingga untuk mencari solusi yang tepat atas persoalan yang dihadapi dapat dengan mudah dibicarakan, karena baik suami maupun istri melepas ego masing-masing dan semata-semata demi keutuhan rumah tangganya.

Oleh karena karakter setiap manusia berbeda-beda, maka baik suami maupun istri harus mampu membaca perubahan prilaku dan kejiwaan pasangannya, kemampuan membaca prilaku dan kejiwaan pasangannya sangat penting dan mutlak harus dimiliki oleh suami atau istri, misalnya ketika suami tiba-tiba menunjukkan prilaku yang berbeda secara tiba-tiba, katakanlah biasanya suami selalu berusaha makan bersama keluarga namun secara tiba-tiba dia tidak lagi makan dengan alasan kenyang dan sebagainya. Kalau kejanggalan itu hanya sekali tidak perlu untuk mencari tahu lebih jauh namun bagaimana kalau sudah berkali-kali bahkan terjadi secara berturut-turut. Dalam situasi yang demikian sebagai istri harus mengintropeksi diri, mencari kemungkinan sumber dan sebabnya, kalau pada saat sebelumnya istri marah dengan suami maka refleksi semua yang pernah dikatakan karena mungkin saja ada perkataan yang membuat hati suami berubah. Dalam keadaan marah terhadap pasangan bisa saja keluar ucapan-ucapan yang tidak seharusnya diucapkan seperti “hidupmu enak sekali, tinggal makan, saya sudah cape urus makananmu, nanti kamu urus sendiri makananmu”, perkataan ini sering terucap oleh istri kepada suaminya. Setelah mengetahui sumbernya segera lah meminta maaf, karena kebanyakan laki-laki memiliki prilaku memendam perasaannya.

Dalam berumah tangga, jangan pula kita mengedepankan sifat membenarkan diri sendiri sementara disisi lain kita selalu mencari kekurangan pasangan kita, ingatlah selalu bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, manusia dapat dikatakan sempurna apabila dia dapat berada di antara manusia lainnya dengan saling melengkapi kekurangan masing-masing. bagaimana manusia agar dapat dikatakan sempurna mungkin sebaiknya baca pula artikel saya yang lain yakni alasan kita harus saling tolong menolong.

Artikel keren lainnya:

Oknum guru yang membuat video mesum

Memalukan…hanya itu yang bisa menggambarkan prilaku seorang oknum guru yang terlibat dalam pembuatan video mesum. Guru yang seharusnya digugu dan ditiru, guru yang seharusnya menjadi teladan bagi siswanya, justru menjadi lakon utama perusakan mental anak didiknya. Memang betul bahwa guru juga adalah manusia, sebagai manusia seorang guru juga memiliki kelebihan dan kekurangan, sama dengan manusia lainnya, tetapi dengan predikat yang disandangnya yakni “guru” seharusnya dapat menjadi filter atas perilakunya setiap hari.

Dalam Undang-undang guru dan dosen, dengan tegas guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi. Dengan demikian guru harus dapat memiliki empat kompetensi yakni kompetensi pedagogik,kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Perbuatan oknum guru yang terlibat dalam skandal video porno sangat tidak dibenarkan karena telah merusak citra guru secara keseluruhan. Kejadian ini juga harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah terutama dalam perekrutan guru melalui penerimaan CPNS. Sistem penerimaan CPNS sekarang tidak mampu mengidentifikasi mental seseorang, sistem sekarang lebih banyak difokuskan pada akademiknya semata padahal seharusnya harus sejalan dengan kepribadiannya.

Implementasi nilai-nilai pendidikan karakter akan sulit terlaksana apabila mental guru tidak mencerminkan arti dan makna guru itu sendiri. Bagaimana menerapkan pendidikan karakter sementara karakter yang dimiliki oleh guru tidak dapat dicontoh, perbuatan tidak sama dengan perkataan. Bagaimana menyampaikan kebenaran, akhlak yang baik, moral dan mental yang baik dan semua yang bersifat positif sementara ada oknum guru yang terlibat dalam pembuatan video mesum.

Inilah tantangan terbesar yang dihadapi oleh dunia pendidikan, derasnya arus informasi yang tiada batasnya, mudahnya melakukan apa saja karena dukungan teknologi, menuntut dunia pendidikan untuk mencari dan menemukan solusi dan tindakan yang cepat, tepat, dan nyata dalam menangkal pengaruh atau dampak negatif dari era globalisasi sekarang ini. Jikalau tidak maka, dunia pendidikan akan semakin tenggelam oleh gaya hidup modern yang menjurus pada liberalisasi termasuk mental dan kepribadian generasi bangsa yang kebablasan.

Bagi media baik cetak maupun elektronik, diharapkan dalam membuat berita agar selalu memperhatikan unsur pendidikan dan jangan mengejar target bisnis semata. Peranan media yang mampu membentuk opini di masyarakat harus selalu mengedepankan jiwa profesionalismenya dengan berdasarkan pada kode etik jurnalistik. Sehingga berita-berita yang menjurus pada kesalahan mental yang sangat tinggi resistensinya terutama pornografi diminimalkan, apalagi melibatkan oknum-oknum yang menjadi perhatian umum khususnya guru.

Olehnya itu, untuk dapat memperbaiki mental dan kepribadian agar sesuai dengan nilai-nilai karakter bangsa membutuhkan kerjasama disemua pihak, semua pihak harus berjalan beriringan, semua pihak harus bekerja dengan penuh tanggung jawab untuk mendiseminasikan nilai-nilai luhur bangsa ini. Sehingga dapat memperbaiki tatanan kepribadian bangsa yang mulai terpengaruh oleh kebebasan tanpa norma dan adab.

Artikel keren lainnya:

5 Kelompok Siswa yang Memiliki Ketidakmampuan dalam Belajar

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.

Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.

1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.

2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.

3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.

4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.

Artikel keren lainnya:

Ukuran Kegagalan Siswa dalam Belajar

Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :

1. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).

2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.

3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)

Artikel keren lainnya:

30 + 2 atau 2 +30

Melihat judul di atas, pastilah bayangan kita akan mengarah kepada perhitungan matematika, berapa hasil atau mungkin juga perbandingan dan seterusnya. Namun bukan itu maksud saya sebenarnya, maksud yang ingin saya sampaikan adalah tentang kompetensi diri, pengetahuan yang dimiliki atau motivasi diri untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan intelektual kita.

Hari ini, kebetulan saya mengikuti pertemuan, salah saorang fasilitator mengeluarkan statemen bahwa kita jangan sampai seperti 30 + 2, tetapi kita harus seperti 2 + 30. Kami peserta pertemuan pada bingung dengan istilah ini, 30 + 2 dan 2 + 30 itu maksudnya apa yah?

Fasilitator kemudian menjelaskan maksud dari 30 + 2 dan 2 + 30 bahwa keduanya jika dijumlahkan akan menghasilkan hasil yang sama yang 32, itu kalau di jumlahkan. Tetapi maksud fasilitator sebenarnya adalah bukan itu. 30 + 2 maksudnya adalah kita berumur 30 tahun tetapi memiliki pengetahuan sama dengan anak yang berumur 2 tahun. Sedangkan 2 + 30 adalah kita berumur 2 tahun tetapi memiliki pengetahuan sama dengan umur 30 tahun.

Pemahamannya memang sangat sederhana namun kalau di cermati dengan lebih mendalam, istilah ini sebenarnya mengajak kita untuk selalu meningkatkan kompetensi diri dalam hal sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Saat ini banyak sekali orang yang memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan yang sama dengan anak yang baru berumur 2 tahun walaupun sudah berumur lanjut. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perubahan pola hidup yang lebih menjurus kepada gaya hidup yang modern, individualis, dan liberal, semuanya menawarkan kemudahan, kemudahan-kemudahan tersebut ternyata menjadi faktor kemalasan dan masa bodoh terhadap peningkatan kompetensi diri. Ada banyak contoh masa bodoh orang-orang terhadap peningkatan kompetensi diri, misalnya ketika guru disarankan untuk belajar komputer ternyata oleh guru-guru senior terutama guru-guru yang tinggal beberapa tahun lagi pensiun umumnya menganggap bahwa “kita ini sudah mau pensiun untuk apa belajar komputer lagi”. Sementara disisi lain, informasi dan pengetahuan terus berkembang setiap detik, kalau kita tidak pernah belajar untuk meningkatkan kompetensi diri maka kita akan sama dengan orang yang berumur 30 tahun tetapi memiliki kompetensi sama dengan anak yang berumur 2 tahun.

Artikel keren lainnya:

Rahasia dibalik kesempurnaan Manusia

Seringkali kita mendengar bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna di muka bumi ini, apakah benar demikian? kalau benar mengapa manusia memiliki kelebihan dan kekurangan? Ada  yang mengatakan bahwa “kelebihan dan kekurangan” adalah salah satu bentuk kesempurnaan manusia. Menurut berbagai referensi yang pernah saya baca bahwa “kesempurnaan” berasal dari kata “sempurna” yang dapat diartikan tidak ada lagi kekurangannya. Berdasarkan ini maka apapun alasannya “kelebihan dan kekurangan” manusia bukanlah salah satu bentuk kesempurnaan artinya lagi makhluk yang bernama manusia bukan manusia yang sempurna.

Coba mari kita cermati, waktu dilahirkan di muka bumi ini, apakah anda sudah langsung bisa berjalan, berbicara, membaca, menulis atau apakah anda sudah memiliki pakaian? Apakah anda dapat memiliki anak tanpa adanya lawan jenis anda? Apakah anda dapat hidup tanpa bantuan dari orang lain? Lalu bagaimana agar manusia dikatakan sempurna?

Semua pertanyaan di atas menunjukkan bahwa manusia memiliki ketergantungan dengan orang lain, fakta ini sudah jelas menjelaskan ketidaksempurnaan manusia, ketergantungan dimaksud merupakan kelebihan orang lain, ketika kekurangan dan kelebihan dipertemukan maka barulah manusia dapat dikatakan sebagai makhluk yang sempurnya. Olehnya itu, kesempurnaan manusia bisa tercapai apabila bersosialisasi dengan orang lain, itulah sehingga dalam agama Islam, manusia diwajibkan untuk menikahi lawan jenis dan mengharamkan menikah dengan sesama jenis, tidak lain agar manusia mencapai kesempurnaan.

Jadi secara individual,manusia belum bisa dikatakan sempurna, dikatakan sempurna apabila manusia bersosialisasi dengan orang lain terutama lawan jenis, tentunya melalui ikatan pernikahan. Manusia yang tidak menikah belum dapat dikatakan sebagai manusia sempurna, sedangkan manusia yang sudah menikah sudah dapat dikatakan sebagai manusia sempurna.

Artikel keren lainnya:

Cara Penyampaian Pesan dalam berkomunikasi

Agar supaya komunikasi efektif, maka cara penyampaian pesan atau informasi perlu dirancang secara cermat sesuai dengan karakteristik komunikan maupun keadaan di lingkungan sosial yang bersangkutan. Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa keberhasilan komunikasi sebagian ditentukan oleh kekuatan pesan. Dengan pesan, seseorang dapat mengendalikan sikap dan perilaku komunikan. Agar proses komunikasi terlaksana secara efektif, maka perlu dipertimbangkan berbagai teknik sebagaimana diuraikan berikut ini.

Pesan satu sisi (one sided) ataukah  dua sisi (two sided). Hal ini berkaitan dengan cara mengorganisasikan pesan. Organisasi pesan satu sisi, ialah suatu cara berkomunikasi dimana komunikator hanya menyampaikan pesan-pesan yang mendukung tujuan komunikasi saja. Sedangkan pesan dua sisi, berarti selain pesan yang bersifat mendukung, disampaikan pula counter argument, sehingga komunikan diharapkan menganalisis sendiri atas pesan tersebut. Apakah dalam menyampaikan pesan itu diorganisasikan secara satu sisi atau dua sisi, tentulah harus disesuaikan dengan karakteristik

Sedangkan pesan dua sisi, secara teoritis lebih efektif dikarenakan pada karakteristik pola komunikasi sebagai berikut:

a. Pada awalnya komunikan tidak sepakat dengan komunikator.

b.     Komunikan menyadari argument yang berlawanan sebelum penyajian pesan, atau sewaktu pesan akan disampaikan.

c. Komunikan memiliki latar pendidikan yang baik (tinggi)

d. Komunikator menginginkan kejujuran, keterbukaan, serta objektif dalam pesannya dan tidak terlalu menghiraukan hasil komunikasi

Dalam menyampaikan pesan, seorang komunikator tidak perlu terlalu ambisi untuk mencapai hasil segera. Untuk dapat mempengaruhi komunikan secara efektif, penyampaian pesan perlu memperhatikan langkah-langkah:

1. Attention (perhatian) Artinya bahwa pesannya harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan perhatian dari komunikan.

2. Need (kebutuhan) Artinya bahwa komunikator kemudian berusaha meyakinkan komunikan bahwa pesan yang disampaikan itu penting bagi komunikan.

3.   Satisfaction (pemuasan), dalam  hal ini komunikator memberikan bukti bahwa yang disampaikan adalah benar.

4.    Visualization (visualisasi) komunikator memberikan bukti-bukti lebih konkret sehingga komunikan bisa turut menyaksikan.

5.    Action (tindakan), komunikator mendorong agar komunikan bertindak positif yaitu melak-sanakan pesan dari komunikator tersebut.

Cara penyampaian pesan memang berpengaruh terhadap keefektifan proses komunikasi. Cara penyampaian yang baik, akan memudahkan komunikan dalam menerima dan memahaminya.

 

Daftar Pustaka

Rakhmat, Jalaluddin. 1993. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hal 268

Suranto AW, 2006, Komunikasi Efektif Untuk Mendukung Kinerja Perkantoran (http://www.google.com/komunikasi/2006)

Artikel keren lainnya:

Membuat rekaman sendiri layaknya studio rekaman dengan biaya sangat murah

Bagi pecinta musik khususnya yang ingin membuat musik sendiri dengan hasil standar seperti studio rekaman memang sangat sulit, mereka harus mampu meyakinkan pemilik studio rekaman mulai dari kualitas lagu sampai dengan kualitas suaranya. Prosesnya cukup panjang, dan itupun kalau pemilik studio rekaman tertarik pada mereka.

Sebagian pemusik juga terkendala dengan anggaran, anggaran diperlukan apabila ingin musik yang mereka ciptakan dapat direkam dengan cepat, tetapi bagi yang tidak punya anggaran pastilah akan menjadi kendala. Inilah alasan mengapa pemusik di Indonesia lebih memilih menjadi pemusik jalanan, padahal kualitas suara mereka melebihi pemusik yang sudah tenar.

Kini telah hadir salah satu produk yang dapat menyalurkan dan menjawab permasalahan para pemusik bahkan termasuk pemusik pemula. Adalah Scarlett Solo yang mencoba memberi solusinya, melalui produknya yakni FOCUSRITE Scarlett 2i2. Dengan menggunakan produk ini, pemusik dapat merekam dan membuat sendiri musik tanpa harus berhubungan dengan studio rekaman yang selalu berbelit-belit dan penuh persaingan. Adapun spesifikasinya antara lain :

2 in/2 out USB Audio Interface, Bit Rate 24-bit/9o6kHz audio, 2 Focusrite microphone preamplifiers, USB 2.0 Port, 2 line/mic/instrument combination inputs, 48V Phantom power switch

 

Sangat sulit untuk saya jelaskan secara fokus, mungkin dengan gambar dan videonya berikut dapat memberi anda pemahaman tentang kegunaan alat ini.Focusrite Scarlett 2i2

 

Untuk mendapatkan produk di atas silahkan anda klik alamat berikut :

 

FOCUSRITE Scarlett 2i2

 

Selamat mencoba semoga sukses!

Artikel keren lainnya:

Jenis-Jenis komunikasi

Komunikasi merupakan kunci utama keberhasilan seseorang membangun personal branding, sesuatu yang akan disampaikan harus dilakukan dengan menciptakan suasana dan situasi yang nyaman dan kepada siapa komunikasi itu dibangun, olehnya itu maka dasar membangun komunikasi baik harus memperhatikan jenis komunikasi yang dihadapi. Berikut beberapa jenis komunikasi antara lain :

Komunikasi intrapribadi

Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) adalah komunikasi dengan diri sendiri, baik kita sadari atau tidak. Misalnya berpikir.

  1. Komunikasi antarpribadi

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan respon verbal maupun nonverbal berlangsung secara langsung. Bentuk khusus komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang hanya melibatkan dua individu, misalnya suami-istri, dua sejawat, guru-murid. Ciri-ciri komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara langsung dan simultan.

  1. Komunikasi kelompok (kecil)

Komunikasi kelompok merujuk pada komunikasi yang dilakukan sekelompok kecil orang (small-group communication). Kelompok sendiri merupakan sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, saling mengenal satu sama lain, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Komunikasi antarpribadi berlaku dalam komunikasi kelompok.

  1. Komunikasi publik

Komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah orang (khalayak), yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi publik meliputi ceramah, pidato, kuliah, tabligh akbar, dan lain-lain. Ciri-ciri komunikasi publik adalah: berlangsung lebih formal; menuntut persiapan pesan yang cermat, menuntut kemampuan menghadapi sejumlah besar orang; komunikasi cenderung pasif; terjadi di tempat umum yang dihadiri sejumlah orang; merupakan peristiwa yang direncanakan; dan ada orang-orang yang ditunjuk secara khusus melakukan fungsi-fungsi tertentu.

  1. Komunikasi organisasi

Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan informal, dan berlangsung dalam jaringan yang lebih besar dari komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi juga melibatkan komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, dan komunikasi publik tergantung kebutuhan.

  1. Komunikasi massa

Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa cetak maupun elektronik yang dikelola sebuah lembaga atau orang yang dilembagakan yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara serentak, cepat dan selintas.

Artikel keren lainnya:

Mendalami Kinerja Organisasi Birokrasi

Birokrasi dalam literatur ilmu administrasi dipergunakan dalam beberapa pengertian yang berbeda dan bahkan bertentangan. Matrin Albrow mengemukakan tujuh konsep moder tentang birokrasi yaitu : (1) birokrasi sebagai organisasi rasional; (2) birokrasi sebagai inefisiensi organisasi; (3) birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat; (4) birokrasi sebagai administrasi negara (publik); (5) birokrasi sebagai admnistrasi yang dijalankan oleh pejabat; (6) birokrasi sebagai sebuah organisasi; dan (7) birokrasi sebagai masyarakat modern.

Dalam penelitian ini birokrasi dipakai dalam pengertian yang terbatas yaitu sebagai organisasi pemerintahan atau administrasi negara (publik) yang berfungsi menyelenggarakan fungsi pemerintahan dan fungsi pembangunan.

Seperti yang diakui oleh Abdullah (1984) pembahasan birokrasi dalam kalangan ilmu sosial sering menimbulkan berbagai perbedaan pendapat karena berbagai pengertian yang berbeda dengan sudut pandang yang berbeda pula. Sorotan tajam penggunaan istilah birokrasi pada pengertian yang kurang baik, yaitu birokrasi sebagai inefisiensi organisasi (administrative inefficiency). Biasanya pengertian yang kurang baik ini mencerminkan cara kerja aparatur pelayanan pemerintah yang memiliki kinerja rendah.

Rumusan birokrasi berdasarkan hasil seminar Persadi (1984) adalah birokrasi atau disebut pula sebagai organisasi dari aparatur negara adalah susunan yang terorganisir secara hirarkis dengan struktur hubungan kewenangan yang jelas untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara mengkoordinasi secara sistematis pekerjaan dari banyak orang.

Pengertian ini menandaskan bahwa birokrasi itu terdapat pada semua organisasi kerjasama manusia, termasuk organisasi birokrasi pemerintah yang berfungsi sebagai instrumen pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan; peningkatan kesejahteraan masyarakat, kualitas pendidikan, menciptakan ketertiban keamanan dan pelayanan serta pengayoman masyarakat atau dengan kata lain mencakup seluruh tugas dan fungsi pemerintah umum.

Sementara itu, Max Weber (Martani) sendiri tidak memberikan defenisi yang jelas tentang birokrasi. Weber hanya mengajukan ciri-ciri ideal birokrasi, yaitu (1) adanya pengaturan ataupun pengorganisasian fungsi-fungsi resmi untuk suatu kesatuan yang utuh; (2) adanya pembagian kerja yang jelas di dalam organisasi; (3) adanya pengorganisasian yang mengikuti prinsip-prinsip hirarki, yaitu tingkatan yang lebih rendah diawasi dan diatur oleh tingkatan yang lebih tinggi; (4) adanya sistem penerimaan dan penempatan karyawan yang didasarkan atas kemampuan teknis, tanpa memperhatikan koneksi, hubungan keluarga maupun favoritisme; (5) adanya pemisahan antara pemilikan alat produksi maupun administrasi dari kepemimpinan organisasi; (6) adanya obyektivitas dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan suatu jabatan dalam organisasi; dan (7) kegiatan administratif, keputusan-keputusan dan peraturan-peraturan dalam organisasi selalu dituangkan dalam bentuk tertulis.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud birokrasi disini adalah keseluruhan organisasi pemerintah yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat dalam berbagai unit organisasi pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Ruang lingkup birokrasi dapat diketahui berdasarkan perbedaan tugas pokok dan misi yang mendasari organisasi birokrasi adalah :

1. Birokrasi pemerintahan umum, yaitu rangkaian organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum dari tingkat pusat sampai daerah (Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa/Kelurahan).

2. Birokrasi fungsional, yaitu organisasi pemerintahan yang menjalankan salah satu bidang atau sektor yang khusus guna mencapai tujuan umum pemerintahann

3. Birokrasi pelayanan (Service-Bureaucracy), yaitu unit organisasi yang pada hakekatnya melaksanakan pelayanan langsung dengan masyarakat. Termasuk dalam konsep ini apa yang disebut oleh Michael Lipsky sebagai ”Street-level Bureaucracy”, yaitu mereka yang menjalankan tugas dan berhubungan langsung dengan warga masyarakat.

Perkembangan pengukuran kinerja organisasi sangat berhubungan erat dengan pendekatan dalam mempelajari organisasi. Pendekatan klasik misalnya memandang kinerja organisasi sama dengan efisiensi organisasi. Menurut teori ini kinerja organisasi. Jadi, kinerja organisasi sama dengan efisiensi.

Demikian pula pendekatan neo-klasik kinerja organisasi diukur dari terciptanya suasana yang harmonis antara pegawai sebagai anggota organisasi. Menurut teori ini suatu organisasi dikatakan memiliki kinerja tinggi apabila anggotanya merasa puas terhadap apa yang diberikan oleh organisasi. Pandangan ini merupakan kelanjutan dari pandangan penganut paham hubungan antar manusia, yang menempatkan kepuasaan anggota sebagai inti persoalan organisasi dan manajemen. Sementara pendekatan modern sebagai suatu pendekatan sistem memandang bahwa kinerja organisasi tidak saja ukur dari variabel input, variabel proses dan variabel output, tetapi juga ketiga variabel tersebut padu dalam interaksi dengan variabel lingkungan yang mempengaruhi organisasi.

Menurut Indrawijaya (1986), teori yang komprehensif mengukur kinerja organisasi berdasarkan banyak macam ukuran. Pandangan ini berpendapat bahwa susunan organisasi memang merupakan suatu hal yang penting. Tetapi dalam kebebasan bertindak sangat penting untuk memungkinkan adanya kebebasan bertindak para anggota organisasi secara keseluruhan dapat lebih menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan. Jadi ukuran kinerja organisasi selain berhubungan dengan aspek internal organisasi juga berhubungan dengan aspek eksternal organisasi, yaitu berkaitan dengan kemampuan beradaptasi dan fleksibelitas terhadap pengaruh lingkungan luar.

Emitasi Etzioni (dalam Indrawijaya: 1986) megemukakan pengukuran kinerja organisasi menggunakan System Model, mencakup empat kriteria yaitu adaptasi, integrasi, motivasi dan produksi. Kriteria adaptasi dipersoalkan adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Indikator ini antara lain adalah tolok ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga kerja, ruang lingkup kegiatan organisasi. Hal terakhir mempertanyakan seberapa jauh kemanfaatan organisasi tersebut bagi lingkungan. Kriteria integrasi, yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lain. Kriteria motivasi anggota diukur keterikatan dan hubungan antara pelaku organisasi dengan organisasinya dan kelengakapan sarana bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. Sementara kriteria produksi, yaitu usaha untuk pengukuran efektivitas organisasi dihubungkan dengan jumlah dan mutu keluaran organisasi serta intensitas kegiatan suatu organisasi.

Menurut Ducan (1981) kinerja organisasi dapat diukur dengan indikator: (1) efisiensi, yaitu jumlah dan mutu dari hasil organisasi dibanding dengan masukan sumber; (2) keseimbangan antara subsistem sosial dan antar personil; (3) antisipasi dan persiapan untuk menghadapi perubahan.

Kajian yang dilakukan oleh Osborne dan Patrick (1998) yang mengatakan bahwa kinerja organisasi publik dapat dilihat dari aspek tujuan (purpose), insentif, akuntabilitas, kekuasaan (power), budaya (culture) organisasi. Aspek tujuan berkaitan dengan rendahnya pemahaman birokrat terhadap visi dan misi organisasi sehingga antara perilaku, orientasi kerja tidak sejalan dengan visi dan misi organisasi. Sedangkan aspek yang berkaitan dengan insentif adalah kurangnya perhatian khusus terhadap birokrat yang memiliki prestasi yang baik sehingga berdampak rendahnya kemampuan birokrat dalam mengemban tugasnya. Sedangkan aspek akuntabilitas adalah kemampuan organisasi itu mempertanggung jawabkan atas semua kewenangan, sumber daya organisasi, kebijakan yang dihasilkan atas penilaian yang obyektif dari orang/badan dan masyarakat yang memberi tugas.

Martani Husein, menggunakan tiga pendekatan untuk mengukur tingkat pengukuran efektivitas organisasi yaitu; (1) pendekatan sasaran (goal approach ), (2) pendekatan sumber (system resource approach), (3) pendekatan proses (internal process approach).

Efektivitas menurut Martini (tanpa tahun: 55) adalah merupakan gambaran tingkat keberhasilan dalam mencapai sasarannya. Dengan demikian, efektivitas disini sama dengan hasil kerja yang dicapai oleh organisasi guna mencapai sasaran atau tujuannya. Hal ini berarti afaktivitas mengandung makna kinerja yang dicapai oleh organisasi guna mencapai tujuannya.

Pendekatan sasaran dan dalam pengukurannya dimulai dengan mengindentifikasi sasaran mengukur tingkat keberhasilan organisasi. Ukuran keberhasilan organisasi dapat dilihat dari fakktor efisiensi, produktivitas, tingkat keuangan, pertumbuhan organisasi, kepemimpinan organisasi pada lingkungannya, dan stabilitas organisasi. Sedangkan pendekatan sumber adalah mengukur tingkat keberhasilan organisasi mendapatkan berbagai sumber yang dibutuhkan terutama untuk memelihara sistem organisasi. Ukuran pada pendekatan ini meliputi; kemampuan organisasi untuk memanfaatkan lingkungan untuk memperoleh berbagai jenis sumber yang bersifat langka dan nilainya tinggi, kemampuan para pengambil keputusan dalam organisasi untuk menginterpretasikan sifat-sifat lingkungan secara cepat, kemampuan organisasi untuk menghasilkan output tertentu dengan menggunakan sumber-sumber yang berhasil diperoleh, kemampuan organisasi dalam memelihara kegiatan opersionalnya sehari-hari, dan kemampuan organisasi untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.

Pendekatan Proses menganggap efektivitas sebagai efisiensi dan kondisi (kesehatan) dari organisasi internal. Indikator untuk mengukur pendekatan ini diantaranya, adalah; efisiensi, perhatian atasan terhadap karyawan, semangat, kerjasama dan loyalitas kelompok kerja, saling percaya dan komunikasi antara karyawan dengan pimpinan, desentralisasi dalam pengambilan keputusan, adanya komunikasi vertikal dan horisontal yang lancar dalam organisasi, adanya usaha dari setiap individu maupun keseluruhan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan, adanya sistem imbalan yang merangsang pimpinan untuk mengusahakan terciptanya kelompok-kelompok kerja yang efektif dalam organisasi dan bagian-bagian bekerjasama secara baik, dan konflik yang terjadi selalu diselesaikan dengan mengacu pada kepentingan bersama.

Sementara Gibson (1996), menggunakan pendekatan untuk mengukur kinerja organisasi melalui pendekatan dimensi periode waktu, yaitu tahap jangka pendek, tahap jangka menengah, dan tahap jangka panjang. Keseluruhan proses tahap tersebut adalah suatu sistem yang tak berpisah, bahkan periode waktu jangka pendek merupakan prasyarat untuk dapat memasuki periode waktu jangka menengah, demikian selanjutnya periode waktu jangka menengah merupakan prasyarat untuk memasuki tahap jangka panjang. Pada akhirnya organisasi yang tidak memiliki kinerja bagus pada periode waktu jangka pendek tak dapat survive untuk masa depan. Indikator untuk mengukur periode jangka pendek adalah produksi, mutu, efisiensi, fleksibelitas dan kepuasan masyarakat yang dilayani. Sedangkan Indikator untuk mengukur periode jangka menengah adalah persaingan, yaitu menggambarkan posisi organisasi dalam lingkungan termasuk nilai bargaining position, dan pengembangan, yaitu kemampuan organisasi menginventarisasi sumber daya untuk memenuhi permintaan lingkungan. Indikator periode jangka panjang adalah kelangsungan hidup organisasi, yaitu kemampuan organisasi untuk tetap bertahan dan hidup seiring dengan perubahan lingkungan yang berubah.

Analisis kinerja organisasi tak dapat dilepaskan dari kinerja individu. Terhadap hubungan yang sangat kuat antara kinerja individu dengan kinerja organisasi. Organisasi yang memiliki kinerja individunya tinggi akan memberi konstribusi besar terhadap kinerja organisasi. Studi ini lakukan oleh Thoha (1991) yang mengatakan bahwa kinerja individu sangat ditentukan oleh karakteristik-karakteristik individu seperti kemampuan, kebutuhan, kepercayaan, pengalaman, dan pengharapan. Sedangkan karakteristik organisasi birokrasi adalah hirarki, tugas-tugas, wewenang, tanggung jawab, sistem reward dan sistem kontrol. Interaksi antara karakteristik individu dan karakteristik organisasi akan melahirkan perilaku organisasi sekaligus kinerja organisasi.

 

Daftar Pustaka

Albrow, Martin, Birokrasi, PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1989.

Abdullah, Syukur, M., Aspek Kepemimpinan Dalam Birokrasi (Pengembangan Kemampuan Administrasi Dalam Menunjang Pembangunan Nasional, Persadi, Ujung Pandang, 1984.

PERSADI, Pembangunan Administrasi di Indonesia, Jakarta, 1985.

Lubis, Hari, S.B, Martini Huseini, Teori Organisasi )suatu Pendekatan Makro), PusatAntar Universitas Ilmu-ilmu Sosial – UI.

Osborne, David and Plastrik, Peter, Banishing Bureaucracy (The Five Strategic For Reinventing Government) Eddision Wesley Publishing Company, Inc., 1998.

Gibson, dkk., Organisasi: Perilaku, Struktu dan Proses,Binarupa Aksara, Jilid I & II, Jakarta, 1996.

Thoha, Miftah, Perspektif Perilaku Birokrasi (Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara), jilid II, Rajawali Press, Jakarta, 1987.

Artikel keren lainnya:

Cara Mengevaluasi Hasil Pelaksanaan Program Pelatihan

Mengevaluasi hasil pelaksanaan program pelatihan secara komprehensif sebagai upaya untuk memperoleh informasi yang mencakup: (1) program pelatihan itu sendiri, (2) peserta, (3) pelatih / instruktur, (4) rancangan pelatihan, (5) metode pelatihan, sumber dana yang digunakan, (7) bahan yang digunakan, dan (8) dampak pelatihan.

Menurut Irianto ( 2001), evaluasi pelatihan merupakan analisis terhadap nilai atas sebuah program pelatihan yang telah diadakan melalui proses yang sistematis berupa pengumpulan informasi tentang program pelatihan itu sendiri, partisipan atau peserta, pelatih/ instruktur, rancangan pelatihan, metode pelatihan, sumber daya dan semua bahan atau material yang digunakan dan juga `out come` program pelatihan.

Dalam merancang evaluasi setidaknya terdapat empat tahapan yaitu : (1) menentukan untuk siapakah evaluasi diadakan, (2) memutuskan apa yang dievaluasi, (3) mengidentifikasi jenis keputusan yang dinginkan dari evaluasi, (4) mengembangkan strategi evaluasi.

Menurut Irianto ( 2001 ), salah satu yang paling menonjol dalam evaluasi pelatihan ialah The Kirk Patrik Model , yang merekomendasikan empat tingkatan sebagai basis evaluasi yaitu : (1) tingkatan reaksi (reaction level), tingkatan pembelajaran ( learning level ), (3) tingkatan perubahan tingkah laku atau keterampilan ( behavior or skill change level ), (4) tingkatan dampak atau organisasi ( outcome or organizational level ).

1). Tingkatan reaksi, reaksi para peserta direkam dalam bentuk umum yang disebut sebagai happy sheet. Reaksi para peserta meliputi, (1) aktivitas yang dilakukan selama pelatihan, seperti: memahami masalah melalui membaca materi pelatihan atau memperhatikan penjelasan instruktur, mengemukakan gagasan melalui diskusi atau presentasi, aktif bertanya pada instruktur dan (2) tentang perasaan, pemikiran /keinginan dan reaksi peserta tentang pelaksanan pelatihan, pelatih dan lingkungan lingkungan pelatihan. Data dapat juag diperoleh melalui observasi /rekaman dan penyebaran kuesioner yang selanjutnya diisi oleh peserta.

2). Tingkatan pembelajaran, mengidentifikasi apa yang telah dipelajari peserta. Di dalam CBT tingkatan ini dikenal sebagai assesment phase. Hasil akhir yang dapat diperoleh dari evaluasi ini adalah umpan balik tentang bagaimana hasil pelatihan setelah peserta bekerja kembali di tempat kerja asalnya.

3). Tingkatan perubahan tingkah laku atau keterampilan , memusatkan perhatian pada perubahan yang telah terjadi sebagai hasil dari pelatihan yang telah diikuti. Para peserta diobservasi oleh atasannya yang akhirnya menghasilkan laporan kemajuan peserta tersebut.

4). Tingkatan dampak, berkaitan dengan dampak pelatihan bagi organisasi secara signifikan berhubungan dengan peningkatan kinerja organisasi dan tujuan strategis organisasi.

Artikel keren lainnya:

Kriteria Pemilihan Pengalaman Belajar.

Di dalam memilih materi tersebut sudah harus dipikirkan juga tentang pengalaman belajar yang lalu dan yang akan disajikan kepada anak. Proses belajar akan berjalan sebagaimana mestinya bila anak ikut berpartisipasi dengan aktif. Pemilihan jenis pengalaman belajar cenderung kepada bagaimana mengaktifkan siswa di dalam mempelajari materi matematika.

Disebutkan oleh Hudojo ( 1979 ),

’....bahwa pengalaman belajar yang lampau sangat mempengaruhi proses belajar yang sedang dialami siswa. Kalau pengalaman belajar yang lampau hanya sekedar berlatih ketrampilan memanipulasi simbol-simbol tanpa pengertian, dikhawatirkan proses pemahaman terhadap konsep-konsep baru tidak tercapai.’

 

Kerangka konstruktivisme dari Vygostky (Wilson, 1993) sehubungan dengan pengalaman belajar untuk membangun pengetahuan yang dirinci di dalam desain instruksional sebagai berikut.

1. Knowledge is constructed from experience

2. Learning is an active process in which meaning is developed on the basis of experience

3. Learning is collaborative with meaning negotiated from multiple perspectives

4. Learning should occur in realistic settings.

Jadi menurut pemikiran dari konstruktivisme pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman. belajar adalah proses aktif, dalam arti belajar dikembangkan berdasarkan pengalaman dan merupakan kolaborasi dengan negosiasi arti dari beberapa perspektif. Belajar harus dalam situasi yang realistik. Dari pemikiran konstruktivisme ini, penglaman ( pengalaman belajar ) siswa dan situasi belajar yang realistik merupakan basis yang sangat penting dalam pembentukan pengetahuan siswa itu sendiri di dalam belajarnya.

Agar pengalaman belajar yang disajikan di dalam pembelajaran efektif, maka pemilihan pengalaman belajar perlu memperhatikan kriteria sebagai berikut: validitas, variasi, dan kesiapan.

Validitas, pengalaman belajar yang kita pilih haruslah yang dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar yang kita berikan kepada siswa hendaknya dapat mengubah tingkah laku yang sesuai dengan yang kita harapkan.

Variasi, pengalaman belajar yang kita berikan kepada siswa untuk satu konsep harus bervariasi, dalam bentuk situasi yang bermacam-macam untuk satu konsep matematika.

Kesiapan, pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa hendaknya sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa. Seperti apa yang diungkapkan oleh Hudojo ( 1979 ) berikut:

’...faktor-faktor tahap berpikir yang dikemukakan oleh para ahli psikologi kognitif dan pengalaman belajar yang lampau menentukan kesiapan anak untuk menerima pengalaman–pengalaman belajar yang baru’.

Ide lain dari Vygotsky (Nur, 2000) yang berkenaan dengan komponen kesiapan adalah ’’Scaffolding’’. Scaffolding mengacu kepada bantuan yang diberikan kepada siswa pada saat bekerja di dalam daerah proksimal (perkembangan terdekat). Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk dan peringatan terhadap pengalaman belajar yang telah dimiliki siswa sebagai pengetahuan prasyarat (materi terkait) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri.

Demikian juga pendapat berikut yang masih terkait dengan komponen kesiapan, menurut Ausubel, Novak, dan Hanesian (Suparno, 1997) belajar bermakna (meaningful learning) adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Si pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan konsep yang telah dipunyai si pelajar.

Menurut Hudojo (1998), pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivistik antara lain dicirikan sebagai berikut. Siswa terlibat akif dalam belajarnya. Siswa belajar materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Siswa belajar bagaimana belajar itu.Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi (materi) kompleks terjadi. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah penemuan. Sebagai implikasi dari ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan konstruktivistik terhadap pembelajaran matematika, maka lingkungan belajar perlu diupayakan antara lain sebagai berikut.

1. Menyediakan pengalaman belajar sehingga tercipta kondisi siswa terlibat akif dalam belajarnya. Siswa belajar materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir.

2. Menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan ( konstruksi pengetahuan ).

3. Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistis dan relevan dengan melibatkan pengalaman kongkret, misalnya untuk memahami suatu konsep matematika melalui kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.

Dengan demikian dengan menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengalaman belajar yang telah dimiliki siswa akan sangat bermakna bagi kognitif siswa sehingga dapat melibatkan siswa di dalam pembelajaran secara emosional (bahkan dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa) dan meningkatkan interaksi sosial siswa. Terlibatnya siswa secara emsional dan sosial dalam pembelajaran matematika akan memberikan dampak matematika menjadi menarik dan siswa mau belajar. Bila pengalaman belajar yang disajikan itu cocok dengan pengalaman belajar yang telah dimiliki siswa, menurut pandangan konstruktivistik akan terjadi proses asimilasi dan bila memerlukan penstrukturan kembali pengalaman belajar itu, terjadi proses akomodasi.

Dari uraian di atas dapat dibuat ringkasan yang terkandung di dalam aspek-aspek kriteria pemilihan rincian pengalaman belajar sebagai pedoman untuk merinci dan menetapakan pengalaman belajar matematika sebagi berikut.

Validitas,butir-butirnya meliputi:

1. isi kegiatan mendukung ter-

capainya kompetensi dasar

peserta didik melalui ter-

wujudnya indikator-indika-

tor pembelajaran.

2. uraian kegiatan mendukung

kemampuan untuk meng-

konstruksi atau menemu-

kan.

Variasi, butir-butirnya

Meliputi:

1. pembahasan satu konsep

melalui bermacam-macam

situasi.

2. kegiatan memberikan alter-

natif pemecahan terhadap

suatu masalah.

3. kegiatan berupa kerja ke-

lompok dan kerja individu.

Kesiapan,butir- butirnya meliputi:

1. isi kegiatan sesuai

dengan pengala -

man yang telah

telah dimiliki pe-

serta didik.

2. isi kegiatan sesuai

dengan tingkat per-

kembangan kogni-

tif dan emosional

peserta didik.

Artikel keren lainnya:

Pengertian Karir

Pengertian karir ditafsirkan beragam oleh para ahli sesuai disiplin ilmunya. Menurut Simamora (2001:505) karir adalah “ Urutan ak tifitas-aktifitas yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku-perilaku, nilai-nilai, dan aspirasi seseorang selama rentang hidup orang tersebut”. Perencanaan karir merupakan proses yang disengaja di mana dengan melaluinya seseorang menjadi sadar akan atribut-atribut yang berhubungan dengan karir personal dan serangkaian langkah sepanjang hidup memberikan sumbangan pemenuhan karir.

Pendapat Ekaningrum (2002 : 256). Karir tidak lagi diartikan sebagai adanya penghargaan institusional dengan meningkatkan kedudukan dalam hirarki formal yang sudah ditetapkan dalam organisasi. Dalam paradigma tradisional, pengembangan karir sering dianggap sinonim dengan persiapan untuk mobilitas ke jenjang lebih tinggi, sehingga karir akan mendukung efektifitas individu dan organisasi dalam mencapai tujuannya.

Menurut Dalil S (2002 : 277) “ karir merupakan suatu proses yang sengaja diciptakan perusahaan untuk membantu karyawan agar membantu partisipasi ditempat kerja. Sementara itu Glueck (1997 :134) menyatakan karir individual adalah urutan pengalaman yang berkaitan dengan pekerjaan yang dialami seseorang selama masa kerjanya. Sehingga karir individu melibatkan rangkaian pilihan dari berbagai kesempatan, tapi dari sudut pandang organisasi karir merupakan proses regenerasi
tugas yang baru. Sedangkan pendapat Ekaningrum (2002:258) karir digunakan untuk menjelaskan orang-orang pada masing-masing peran atau status. Karir adalah semua jabatan (pekerjaan) yang mempunyai tanggung jawab individu.

Sehingga karir adalah suatu rangkaian atau pekerjaan yang dicapai seseorang dalam kurun waktu tertentu yang berkaitan dengan sikap, nilai, perilaku dan motivasi dalam individu.

Daftar Pustaka

Simamora Henry. (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta

Ekaningrum Indri F, (2002), The Boundaryless Career Pada Abad ke –21, Jurnal Visi (Kajian Ekonomi manajemen dan Akuntansi),Vol.IX. No.1 Februari 2002, FE Unika Soegijapranata Semarang

Dalil, Soendoro (2002), Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Amara Book, Yogyakarta

Glueck, Greer,C.G (1997), Strategy ang Human Resouces a General Managerial Perspective, NJ: Prentice Hall, Englewood Clifft

Artikel keren lainnya:

Pendidikan Orang Dewasa

Andragogi berasal dari bahasa Yunani . Andra berarti orang dewasa, agogos berarti memimpin atau membimbing, sehingga pengertian andragogi adalah seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar. ”Andragogy – A balance of freedom and control ( Ingalls, 1973).

Menurut Macolm Knowles (Hartawan, 1979), karakteristik belajar orang dewasa adalah : (1) mempunyai konsep diri, maka perlu dilibatkan penuh dalam proses pembelajaran, (2) berpengetahuan pengalaman lebih, maka perlu diperlakukan sebagai peserta dan nara sumber, (3) punya kesiapan belajar, kesiapan belajar berdasarkan kebutuhan, (4) ingin cepat mengaplikasikan hasil belajar, (5) kurikulum disusun berorientasi pada masalah, dan (5) kondisi fisik menurun, perhatikan penerangan, tulisan, suara, waktu, dan media.

Menurut Lunandi ( 1984), metode pendidikan orang dewasa adalah : (1) kontinum proses belajar, menghubungkan kedua ujung yakni antara penataan pengalaman belajar dan perluasan pengalaman. Menurut penyelidikan manusia belajar : 1,0 % melalui indera perasa, 1,5 % melalui indera peraba, 3,5 % melalui indera pencium, 11,0 % melalui indera pendengar, dan 83,0 % melalui indera penglihat. Manusia belajar lebih efektif bila dapat mendengarkan dan berbicara, lebih baik lagi dapat melihat dan makin efektif lagi kalau dapat mengerjakan. (2) Ceramah dan alat peraga. (3) Diskusi dengan teknik simposium, diskusi panel, buzz group, case study, incident study. (4 ) Role playing dengan teknik role reversal, keterampilan, simulasi. (5) structured experiences ada lima proses dari pengalaman berbentuk lingkaran.

Menurut Hartawan (1977 ), metode belajar yang tepat untuk masing-masing ranah bagi orang dewasa adalah : (1) ranah kognitif meliputi ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, diskusi pleno, curah pendapat, diskusi panel, (2 ) ranah afektif meliputi bermain peran, simulasi, dan (3) ranah skill meliputi kerja perorangan, kerja kelompok, peragaan, karya wisata, dan simulasi.

Dari uraian prosentase keterlibatan indera manusia untuk belajar ( 83% melalui indera penglihat, 11% melalui inderqa pendengar) , maka metode belajar yang akan diterapkan untuk orang dewasa harus memperhatikan penerangan, tulisan dipapan / layar OHP/ LCD harus jelas, alat peraga yang bervariasi juga sound sistem diperhatikan dengan baik dalam proses pembelajaran program pelatihan ( P4 ) .

Menurut Hamalik (2000), ragam model P4 yang dapat dilaksanakan oleh pelatih adalah : (1) model komunikasi ekspositif sistem satu arah dan dua arah, (2) model komunikasi diskoveri dengan ceramah reflektif dan diskoveri terbimbing, (3) tehnik komunikasi kelompok kecil dengan tutorial perorangan, kelompok, lokakarya, diskusi kelompok, dan (4) pembelajaran program. Dalam P4 , dengan kombinasi model-model tersebut peserta pelatihan dapat berkomunikasi dua arah dan berdiskusi, sehingga peserta dapat memahami materi yang diajarkan.

Menurut Perry (Widiyanti, 2003), metode teknologi yaitu praktek mendidik di lapangan mencakup organisasi materi pembelajaran, iklim dan lingkungan belajar, alat-alat dan media belajar, teknik penyampaian bahan, bentuk bimbingan belajar adalah metode pelatihan yang sangat penting dimiliki oleh pengajar dalam P4 , menunjang dalam mencapai tujuan.

Suatu kiat dari Gordon ( 2001 ) yaitu : ” pikiran yang berkembang yang baik, gairah belajar yang tinggi, dan kemampuan memadukan pengetahuan dengan kerja adalah kunci-kunci baru menuju masa depan ” dapat disampaikan kepada peserta pelatihan sebagai motivasi dalam melakukan pekerjaan yang dapat meningkatkan kinerja.

Dalam P4, kesiapan pengajar ( instruktur ) dan peserta pelatihan harus diperhatikan, dalam arti penyiapan prework yang disesuaikan dengan jenis pelatihan yang diikuti, hal ini sangat mendukung transfer pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para pakar diatas, dapat disimpulkan bahwa metode untuk program pelatihan tidak dapat ditunjukkan secara tegas mana yang paling baik karena masing-masing metode mempunyai kekuatan dan kelemahan. Suatu metode mungkin cocok untuk mendapatkan kemampuan atau keterampiln tertentu, tetapi tidak cocok untuk yang lain. Namun setelah direkapitulasi dan dianalisis metode belajar untuk orang dewasa yang telah dikemukakan oleh para ahli seperti tersebut di atas dapat disimpulkan metode yang disarankan untuk program pelatihan adalah kombinasi dari metode-metode berikut : (1) metode ceramah, (2) metode tanya jawab, (3) metode diskusi, (4) metode demontrasi, (5) metode role playing, (6) metode case study, (7) metode simulasi, dan (8) metode field trips.

Artikel keren lainnya:

Konsep dasar komunikasi

Menurut John R. Wenburg dan William W. Wilmot juga Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken setidaknya ada tiga kerangka pemahaman komunikasi, yaitu:

1. Komunikasi sebagai tindakan satu arah

Komunikasi dipahami sebagai proses penyampaian pesan searah dari seseorang/ lembaga kepada seseorang/kelompok lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemahaman komunikasi sebagai suatu proses satu arah ini oleh Michael Burgoon disebut sebagai “definisi berorientasi sumber” (source-oriented definition).

2. Komunikasi sebagai interaksi

Komunikasi dipahami sebagai proses aksi-reaksi, sebab-akibat, yang arahnya bergantian. Komunikasi interaksi dipandang lebih dinamis daripada komunikasi satu arah. Unsur penting dalam komunikasi interaksi adalah feedback (umpan balik).

3. Komunikasi sebagai transaksi

Komunikasi dipahami sebagai kegiatan menafsirkan perilaku orang lain. Ada proses encoding dan decoding pesan verbal maupun nonverbal. Semakin banyak peserta komunikasi maka transaksi yang terjadi akan semakin rumit. Kelebihan konsep ini adalah komunikasi dipahami sebagai konsep yang tidak membatasi pada komunikasi yang disengaja saja. Pemahaman ini mirip dengan “definisi berorientasi penerima” (receiver-oriented definition), yaitu menekankan pada variabel-variabel yang berbeda yaitu penerima dan makna pesan bagi penerima. Penerimaan pesan disini bersifat dua arah.

Artikel keren lainnya:

Pengertian Wirausaha

Kata wirausaha atau “pengusaha” diambil dari bahasa Perancis “entrepreneur” yang pada mulanya berarti pemimpin musik atau pertunjukan (Jhingan, 1999: 425). Dalam ekonomi, seorang pengusaha berarti orang yang memiliki kemampuan untuk mendapatkan peluang secara berhasil. Pengusaha bisa jadi seorang yang berpendidikan tinggi, terlatih dan terampil atau mungkin seorang buta huruf yang memiliki keahlian yang tinggi di antara orang-orang yang tidak demikian.

Menurut Jhingan pengusaha mempunyai kreteria kualitas sebagai berikut,
(1) energik, banyak akal, siap siaga terhadap peluang baru, mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi yang berubah dan mau menanggung resiko dalam perubahan dan perkembangan;

(2) memperkenalkan perubahan tehnologi dan memperbaiki kualitas produknya;

(3) mengembangkan skala operasi dan melakukan persekutuan, mengejar dan menginvestasikan kembali labanya. (Jhingan, 1999 : 426)

Ekonom Perancis, J.B. Say, menciptakan kata entrepreneur (wirausahawan) sekitar tahun 1800 “ Wirausahawan menggeser sumber daya ekonomi dari bidang produktifitas yang lebih rendah ke bidang yang lebih tinggi dan hasil yang lebih besar” ( Armstrong, 2003 :149).

George Gilder dalam The Spirit of Enterprise, mengatakan “ Para wirausahawan adalah para inovator yang membangkitkan permintaan.” Mereka adalah pembuat pasar, pencipta modal, pengembang peluang dan penghasilan tehnologi baru. Istilah kewirausahaan banyak dijumpai dalam uraian yang merupakan kata dasar wirausaha yang berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan kata wirausaha.

Terdapat berbagai macam penggolongan mengenai wirausaha. Winarto (2003), menggolongan dua kategori aktivitas kewirausahaan. Pertama, berwirausaha karena melihat adanya peluang usaha (entrepreneur activity by opportunity). Kedua, kewirausahaan karena terpaksa tidak ada alternatif lain untuk ke masa depan kecuali dengan melakukan kegiatan usaha tertentu. Sehingga wirausaha dapat dipandang dari (1) tujuan wirausaha, dan (2) proses berusaha. Dalam proses berusaha apakah keputusan untuk berusaha berjalan lambat atau cepat, dan pada waktu masuk dalam bisnis apakah ia sebagai pendiri, atau mendapat usaha dari proses membeli atau melalui franchising atau, (3) konteks industri dan tehnologi, (4) struktur kepemilikan, yaitu pemilik tunggal, kongsi, kelompok. Namun perlu diingat kewirausahaan itu bukan untuk sekedar menghasilkan uang, tetapi menghasilkan sesuatu yang diperlukan masyarakat yaitu gagasan inovatif, semangat untuk memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.

Seorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki visi bisnis atau harapan dan mengubahnya menjadi realita bisnis. Wirausaha adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi perusahaan yang bebas. Sebagian besar pendorong perubahan inovasi, dan kemajuan di perekonomian, sehingga wiarausaha adalah orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mengambil resiko dan mempercepat pertumbuha ekonomi.

Wirausaha bukan karena memahami yang ada dalam semua kompleksitasnya, tetapi dengan menciptakan situasi baru yang harus dicoba untuk dipahami oleh orang lain. Para wirausahwan berada di dunia yang terakhir menjadi yang pertama, tempat penawaran menciptakan permintaan, tempat keyakinan mendahului pengetahuan. Kets De Vries (1997 : 268) mengolongkan wirausaha berdasarkan dari lingkungan mereka berasal, yaitu :
a. Wirausaha craftsmans, berasal dari pekerja kasar dengan pengalaman dalam tehnologi rendah, mekanik yang genius dan mempunyai reputasi dalam industri.
b. Wirausaha opportunistic, berasal dari golongan kelas menengah sampai Chief Excecutives,
c. Wirausaha dengan bekal pengalaman tehnologi, ia memiliki pendidikan formal.
d. Kewirausahaan ditandai dengan keanekaragaman, yaitu adanya pergantian besar pada masyarakat dan perusahaan yang berterminologi wirausaha.

Sehingga karakteristik khusus wirausaha dapat digolongkan menjadi :
a. Berorientasi pada tindakan, “Mereka melakukan, membetul kannya, mencoba”.
b. Memiliki kemampuan untuk menvisualisasikan langkah-langkah dari gagasan sampai aktualisasi.
c. Menjadi pemikir dan pelaku, perencana dan pekerja.
d. Terlibat, menerapkan langsung
e. Dapat mentolerir ambiguitas
f. Menerima resiko tetapi memahami dan mengelolahnya
g. Mengatasi, bukan menghindari, kekeliruan, mereka tidak mengakui mereka di kalahkan.
h. Memandang diri sendiri sebagai seorang yang bertanggung jawab atas nasib mereka sendiri.
i. Percaya pada penciptaan pasar untuk gagasan mereka, bukan sekedar menanggapi permintaan pasar yang ada.

Keberhasilan seorang wirausaha untuk mengembangkan bisnisnya tergantung pada kecerdasan, imajinasi, dan kekuatan keinginan individu yang bersangkutan. Sedikit keberuntungan diperlukan, tetapi dapat diargumentasikan bahwa tidak ada keberuntungan mengubah visi menjadi realita lebih berupa kerja keras, di samping imajinasi dan kemampuan yang mampu merubah karir individu
menjadi sukses. (Rachbini, 2001 :100)

Kaum entrepereneur (wirausaha) sangat besar artinya bagi kemajuan perekonomian, para wirausaha mempunyai katalisator dan menunjang perkembangan arus investasi sehingga ikut memperkuat pembangunan ekonomi yang tengah berlangsung.

 

Daftar pustaka

Armstrong, Michael. (2003), How to be An Even Better Manager, Edt :Lyndon Saputra, Penerbit Binarupa Aksara, Batam.

Jhingan, M.L. (1999), Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta

Kets de Vries. (1997). The Entrepreneurial Personality, A Person at The Cross Roads, Journal of Management Studies, 14 : 34-57.

Rachbini, D.J. (2001), Pengembangan Ekonomi & Sumber Daya Manusia, Penerbit Grasindo , Jakarta.

Winarto V (2003), Entrepreneurship : Semangat untuk memberikan solusi bagai masyarakat, Artikel http;//www.epsikologi.com/pengembangan/rls.htm, 30-01-2003.

Artikel keren lainnya:

Pilpres 2014 berakhir di MK

Seyogyanya pilpres 2014 sudah melahirkan satu presiden terpilih setelah KPU menetapkan Jokowi-JK sebagai pemenangnya, namun dengan didaftarkannya gugatan Prabowo-Hatta di MK membuat rangkaian pilpres 2014 belumlah berakhir, kita pun harus bersabar menunggu keputusan MK dengan dua kemungkinan, memperkuat keputusan KPU atau justru sebaliknya memenangkan Prabowo-Hatta.

Langkah Prabowo-Hatta yang menggugat KPU mendapat kecaman masyarakat melalui media sosial, mereka menilai Prabowo-Hatta tidak legowo, benarkah demikian? Bila mengacu kepada konstitusi dan aturan perundang-undangan yang berlaku, tidak ada yang salah dengan Prabowo-Hatta, mereka hanya memanfaatkan peluang yang diberikan oleh konstitusi, sebagai warga negara Prabowo-Hatta juga memiliki hak konstititusi yang sama dengan kita.

Jadi kecaman yang ditujukan kepada Prabowo-Hatta menunjukkan bahwa pengecam atau yang tidak setuju dengan langkah Prabowo-Hatta inilah yang tidak legowo memberikan kesempatan kepada Prabowo-Hatta menggunakan hak konstitusinya sebagai warga negara.

Saya sangat prihatin dengan bentuk-bentuk kecaman yang ditujukan kepada Prabowo-Hatta, coba anda tanyakan kepada para caleg, apakah pilcaleg 2014 lalu sudah transparan, adil dan tidak ada tindak kriminal yang dilakukan oleh KPU? coba anda tanyakan apakah para kontestan pilkada menilai KPU telah obyektif? coba anda tanyakan kenapa banyak yang golput? coba anda tanyakan kepada mereka yang berbuat anarkis setelah penetapan KPU setiap kali proses pilkada selesai? Kesimpulan jawaban atas semuanya adalah akibat dari ulah para oknum yang ada di KPU, dan orang-orang yang mampu mempengaruhi oknum pelaksana di KPU.

Bahkan ada yang mengatakan “jika tidak ingin kecewa maka jangan bermain di dunia politik”, karena anda tidak akan menemukan keadilan didalamnya walaupun mengumbar kata-kata “adil dan makmur”.Begitu pula jika tidak siap menerima kenyataan atas proses politik maka jangan terlalu mendewakan seseorang karena akan menjadi blunder buat diri anda kedepan.

Artikel keren lainnya:

Kriteria Pemilihan Materi Matematika

Tidak dapat dipungkiri, pendidikan matematika di sekolah, mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan ( SMP, SMA ) mempunyai tujuan yang bermacam-macam, seperti yang dirumuskan pada naskah kurikulum yang sedang berlaku. Jelas, materi matematika yang dianggap perlu diajarkan di sekolah menjadi sangat banyak bahkan menjadi ”terlampau sarat” mengingat waktu studi matematika di sekolah sangat terbatas. Jadi materi matematika yang akan diajarkan kepada anak harus dipilih.

Aichele( 1977) menyatakan bahwa kecendrungan pemilihan materi matematika adalah konsep-konsep dasar sebagai struktur yang saling berhubungan untuk menjamin kemampuan dasar. Penekanannya lebih kepada pembentukan konsep dan struktur daripada sekedar teknik–teknik manipulasi, walaupun itu sangat esensial dan efektif digunakan untuk matematika.

Berdasarkan hal-hal di atas, dalam menentukan materi matematika yang diajarkan di sekolah perlu ”porsi ” yang tepat. Yang dimaksud adalah usaha untuk mencapai suatu komposisi materi matematika yang tepat dan kedalaman yang cukup, sehingga materi matematika yang akan disajikan di sekolah dapat dipertanggungjawabkan. Kedalaman yang cukup berarti materi yang disajikan tidak berbelebihan, tetapi cukup untuk memberikan kemampuan dasar (kompetensi dasar) kepada siswa agar kelak mereka mampu mengembangkan dirinya baik terhadap aplikasinya maupun matematika sebagai ilmu murni.

Seperti yang telah disebutkan pada bab I, adapun kriteria pemilihan materi matematika secara umum adalah: validitas, signifikan, serta kesiapan dan kegunaan. Validitas: materi yang dipilih harus mendukung tercapainya tujuan ( dalam pandangan konstruktivis berupa orientasi pembelajaran ) yang telah ditetapkan. Signifikansi : konsep-konsep disusun berhubungan sedemikian hingga berurutan secara hirarki dan merupakan kesatuan yang utuh dengan memperhatikan keterkaitan materi yang satu dengan yang lain, sesuai dengan landasan matematis dari konsep yang bersangkutan, dan pengorganisasian materi yang jelas. Dijamin juga untuk konsep yang sama yang diajarkan pada suatu tingkat tidak bertentangan dengan tingkat sebelumnya atau berikutnya dengan memperhatikan struktur keilmuan, tingkat kedalaman materi dan sifat esensial materi. Kesiapan dan kegunaan: rincian materi yang dipilih untuk disajikan harus mudah dipelajari anak, sesuai dengan kemampuan kognitif dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa; serta rincian materi tersebut berguna bagi siswa baik untuk membantu pemahaman konsep-konsep lainnya ataupun untuk menyelesaikan masalah di dunia nyata. Diharapkan pula bahwa rincian materi tersebut dapat dilaksanakan di depan kelas sebagai materi pembelajaran.

Berkenaan dengan komponen kesiapan, menurut kaum Konstruktivis (Suparno, 1997), belajar merupakan proses mengasilmilasikan dan menghubungkan atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiaannya dikembangkan proses tersebut bercirikan berikut ini.

1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.

2. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar, konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Berkenaan dengan kegunaan materi matematika diungkapkan oleh Dienes(Aichele, 1977) bahwa dengan matematika kita akan memahami struktur hubungan antara konsep-konsep yang berkaitan dengan bilangan-bilangan (matematika murni), serta aplikasinya untuk masalah-masalah yang timbul di dunia nyata (matematika terapan ).

Berdasarkan hal-hal di atas, pembelajaran matematika yang memperhatikan kriteria kegunaan agar materi-materi yang dipilih berguna memecahkan masalah matematika atau pelajaran lain dan dapat meningkatkan cara bernalar siswa dalam memandang dan menyelesaikan masalah nyata sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dibuat ringkasan yang terkandung di dalam aspek-aspek kriteria pemilihan rincian materi sebagai pedoman untuk merinci materi matematika sebagai berikut.

Validitas, butir-butirnya meliputi:

1. kebenaran materi, materi dapat di-

pertanggungjawabkan secara ilmiah.

2. relevansi materi, rincian materi rele-

van dengan materi pokok dan men-

dukung tercapainya kompetensi da-

sar peserta didik melalui terwujudnya

indikator-indikator pembelajaran.

Kegunaan, butir-butirnya meliputi:

1. keaktualan materi, uraian materi yang

konstektual, berkaitan dengan masa-

lah kehidupan sehari-hari.

2. uraian materi memberi dasar-dasar pe -

ngetahuan dan dasar - dasar keteram-

pilan.

3.uraian materi mengembangkan keteram-

pilan sosial yang diperlukan dalam kehi-

dupan sehari-hari

Signifikansi, butir-butirnya meliputi:

1. kepentingan materi, materi itu penting

untuk dipelajari terlebih dahulu ( kon-

sep awal ) sehingga memberi pema-

haman untuk mempelajari materi se-

lanjutnya.

2. konsistensi konsep, konsep – konsep

uraian materi tidak bertentangan dengan

konsep – konsep uraian materi sebelum

dan sesudahnya.

Kesiapan, butir-butirnya meliputi

1. kebermaknaan materi, uraian materi

sesuai dengan pengetahuan yang telah

dimiliki oleh peserta didik dan sesuai

dengan tingkat kognitif siswa

2. keterlaksanaan materi, materi dapat di-

pelajari karena didukung oleh bahan

ajar yang tersedia dan kondisi setempat.

Artikel keren lainnya: