Menjadi aneh ketika ada pemimpin yang berbicara kotor malah dianggap baik, dengan alasan sebagai bentuk sikap keras, cerminan dari ketegasan seorang pemimpin. Padahal kalau kita cermati antara bicara keras, tegas dan bicara kotor/kasar sangat berbeda. Bila di tilik dari nilai-nilai kesopanan, bicara keras dan tegas masih dalam nilai-nilai kewajaran sedangkan bicara kotor merupakan bentuk sikap yang tidak beretika karena dapat mengganggu kenyamanan atau hak asasi orang lain.
Dengan argumen dan alasan apapun, bicara kotor tetaplah kotor dan jauh dari etika. Sehingga tidaklah pantas seorang pemimpin untuk berbicara kotor apapun bentuknya, dalam suasana apapun, dan dalam kondisi apapun.
Menurut tantowi yahya “kita membutuhkan pemimpin yang keras dan tegas dalam memberantas korupsi, namun kita pun memerlukan pemimpin yang dapat memberi contoh, teladan dan kesantunan berbicara terutama berbicara menggunakan ruang publik karena seorang pemimpin akan menjadi teladan bagi yang dipimpinnya”.
Akan tetapi dalam menyikapi gaya kepemimpinan seperti ini, ternyata menuai pro dan kontra. Terdapat perbedaan cara pandang, aroma kepentingan kelompok terlalu dominan membuat para elit politik berbicara tidak sesuai dengan hati nuraninya.
Membutuhkan kedewasaan dan kebijaksanaan untuk menilai apakah berbicara keras dan tegas sama dengan berbicara kasar dan kotor. Jangan sampai dalam berpendapat justru menempatkan kita dibawah pemikiran anak-anak. Anak SD selalu memegang prinsip bahwa “kita tidak boleh mengeluarkan kata-kata hinaan atau kata-kata kotor” kata gurunya, dan itulah yang selalu dipegang oleh mereka dalam lingkungan pergaulan. Menjadi aneh ketika ada pemimpin yang mengeluarkan kata-kata kotor justru kita benarkan.
Seorang pemimpin atau tokoh publik, baik perbuatan maupun perkataannya menjadi pelajaran bagi orang lain. Hal ini merupakan inti dari “revolusi mental”, sebuah revolusi yang bertujuan menghantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang beradab, bangsa yang berkepribadian luhur, bangsa yang mengedepankan nilai-nilai dan karakter lokal, berbudaya dan tentunya santun dalam berbicara.
Dengan demikian, pemimpin boleh saja keras dan tegas tetapi pemimpin juga harus menjaga perkataannya. Sebagaimana yang di contohkan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW, keras dan tegas dalam memimpin tetapi tetap menjaga lisannya ketika berbicara.
Belum ada tanggapan untuk "Pemimpin boleh keras, tetapi tidak boleh kasar"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung